• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Putusan MK: Aturan Usang Batas Usia dan Penampilan Menarik di Dunia Kerja?

Beberapa orang mungkin juga setuju apabila batasan usia kerja menjadi aturan yang terasa diskriminatif di negeri ini

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
06/08/2024
in Publik
0
Putusan MK

Putusan MK

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

MK dalam pertimbangan hukumnya mendefinisikan diskriminasi yang menjadi pertimbangan ialah diskriminasi terhadap hak asasi manusia

Mubadalah.id – Pagi ini sebenarnya saya hanya ingin duduk-duduk, minum teh sambil membaca berita. Saat saya mulai men-scroll pencarian saya di google, akhirnya saya bertemu dengan berita tentang putusan MK yang meskipun tidak begitu frontal, namun bagi saya sangat menarik.

Berita tersebut adalah berita terbitan Tirto.id pada 02 Agustus 2024 lalu. Media tersebut menerbitkan berita yang membahas mengenai penolakan Hakim MK terhadap judicial review terkait batasan usia kerja.

Beberapa orang mungkin juga setuju apabila batasan usia kerja menjadi aturan yang terasa diskriminatif di negeri ini. Namun, ya begitulah faktanya. Padahal di beberapa negara, orang dengan usia lanjutpun masih mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja. Negera-negara tersebut antara lain: Norwegia, Estonia, Swedia, Israel, Selandia Baru, Islandia dan Jepang.

Apa yang Menjadi Alasan Penolakan Hakim MK?

Penolakan hakim MK ini beralasan bahwa permohonan yang Pemohon ajukan tidak memiliki pertentangan hukum. Sebelumnya, perlu kita ketahui bersama bahwa Pemohon mengajukan uji materill terhadap Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945.

Judicial review yang Pemohon ajukan sebenarnya lebih kepada adanya fakta kesewenang-wenangan perusahaan ketika menentukan sendiri persyaratan lowongan pekerjaan. Hal ini karena pasal yang ada berpotensi menormalisasi perusahaan untuk menentukan persyaratan kerja yang diskriminatif.

Baca Juga:

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Persyaratan diskriminatif tersebut seperti mencantumkan batas usia maksimal, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan. Menanggapi hal demikian, MK dalam pertimbangan hukumnya mendefinisikan diskriminasi yang menjadi pertimbangan ialah diskriminasi terhadap hak asasi manusia, merujuk Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Definisi Aturan Diskriminatif Menurut MK

Aturan menjadi diskriminatif apabila dalam Pasal-pasalnya terjadi pembedaan berdasarkan pada agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Sehingga menurut MK, batasan diskriminasi tersebut tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.

MK juga mengatakan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU 13/2003 UU Ketenagakerjaan telah mengatur perihal pemberi kerja yang menentukan syarat tertentu seperti batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan, bukanlah merupakan tindakan diskriminatif.

Terlebih, menurut MK, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja secara tegas telah tertuang dalam Pasal 5 UU 13/2003 yang menyatakan, “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.”

Oleh karena itu, menurut MK, Pasal 35 Ayat (1) UU 13/2003 sebagaimana yang Pemohon dalilkan tidak bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945. Dengan demikian, permohonan Pemohon adalah tidak beralasan hukum, sehingga MK menolaknya. Namun, dalam putusan tersebut tertuang dissenting opinion (perbedaan pendapat) dari salah satu Hakim yang memutus perkara.

Penampilan Menarik menjadi Alasan Dissenting Opinion Hakim?

Guntur Hamzah adalah salah satu Hakim MK yang mengemukakan pendapat berbeda malah menyorotinya dari sisi yang berbeda pula. Pemaknaan aturan menjadi diskriminatif apabila persyaratan lamaran kerja mensyaratkan penampilan menarik bagi pelamarnya.

Hakim MK tersebut mengemukakan larangan mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan.

Beliau berargumen bahwa seharusnya Hakim MK mengabulkan sebagian permohonan Pemohon. Dalam putusan tersebut, hendaknya Hakim MK memberikan penafsiran terhadap Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan sepanjang frasa merekrut sendiri tenaga kerja tersebut tidak bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945.

Aturan-aturan yang diskriminatif dan usang memang sudah seharusnya menjadi perhatian bersama. Hal ini karena tidak sejalan dengan konsep keadilan yang non-diskriminatif untuk kemakrufan kehidupan. Begitulah cerita minum teh pagi saya bersama polemik putusan MK. []

Tags: DiskriminasihukumIndonesiaMahkamah KonstitusiPutusan MK
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID