• Login
  • Register
Sabtu, 20 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Rasa Sesal setelah Mengkhitankan Anak Perempuan

Menghentikan praktik khitan perempuan, sama halnya kita telah menyelamatkan masa depan anak-anak perempuan dari segala dampak buruk yang menyertainya

Zahra Amin Zahra Amin
04/11/2021
in Personal, Rekomendasi
0
Khitan

Khitan

137
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Fenomena Pemotongan dan Pelukaan Alat Genital Perempuan di Indonesia, atau yang disingkat P2GP seperti gunung es, yang nampak di permukaan tidak ada, namun jika digali lebih dalam dengan mendengarkan suara dari pengalaman para perempuan, maka akan bermunculan banyak kasus terkait P2GP.

Bahkan hingga kini praktik tersebut telah menimbulkan rasa trauma berkepanjangan bagi penyintas. Ketika waktu tak mungkin terulang kembali, maka luka atas nama tradisi dan agama itu akan terus mengendap dalam ingatan, serta menghantui seumur hidup seluruh anak perempuan yang pernah mengalami peristiwa P2GP.

Pengalaman pribadi saya sendiri, sebelum mengenal apa itu P2GP, anak perempuan saya yang kini berusia 12 tahun juga menjadi penyintas. Secara akses pengetahuan memang masih minim, dan tidak tahu menahu soal pengertian, dan dampak dari P2GP terhadap tumbuh kembang perempuan di kemudian hari.

Ketika itu di tahun 2009 ketika bayi perempuan saya masih berusia sekitar 5 bulan, saya menemui seorang dukun bayi (paraji) di sebuah kampung, di sudut Indramayu. Saya menyaksikan sendiri, bagaimana sang dukun mengambil satu batang kunyit, yang dipotong, dikupas, lalu diruncingkan bagian ujungnya.

Secara simbolis bagian ujung kunyit itu ditempelkan ke bagian klitoris yang berada di tengah lubang kemaluan, digoreskan sedikit, dan ditutup dengan pembacaan doa, yang samar-samar saya dengar. Antara bacaan shalawat dan hamdalah, karena suaranya lirih.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Perkawinan Anak dari Dilema yang Berujung Bencana
  • Putriku dan Anting-anting Aksesoris Perempuan
  • 3 Alasan Hukum Khitan Bagi Perempuan Haram Menurut Fiqh
  • Maria Ulfah Anshor: Khitan Perempuan Pengebirian Terhadap Perempuan

Baca Juga:

Perkawinan Anak dari Dilema yang Berujung Bencana

Putriku dan Anting-anting Aksesoris Perempuan

3 Alasan Hukum Khitan Bagi Perempuan Haram Menurut Fiqh

Maria Ulfah Anshor: Khitan Perempuan Pengebirian Terhadap Perempuan

Bayi perempuan yang telah melewati proses P2GP itu, tertidur pulas, tak menangis sama sekali. Ia masih belum memahami apa yang telah terjadi, sama seperti ketidaktahuan ibunya, dan orang-orang disekitarnya atas praktik P2GP yang merugikan kesehatan reproduksi perempuan.

Ketidaktahuan yang pernah saya alami, juga dirasakan oleh seorang teman yang kebetulan mengikuti sebuah acara yang sama belum lama ini, ketika kami berkesempatan berbincang soal P2GP. Ia nampak terkejut karena baru mengetahui ternyata khitan perempuan bagian dari kekerasan seksual terhadap perempuan, dan tidak diperbolehkan.

Ia semakin shock, dengan wajah yang nampak kebingungan, karena belum lama ini menurut pengakuannya baru saja mengkhitankan salah satu ponakan perempuannya. Praktik itu ia lakukan di tempat seorang tenaga medis di sebuah kota. Bahkan tenaga medis tersebut menyediakan alat khusus yang diklaim higienis dan sudah sesuai dengan standar kesehatan.

Menurut penjelasan teman saya itu, yang ia kutip dari tenaga kesehatan dan pembicaraan para orang tua disekitarnya, bahwa khitan dilakukan bagi anak perempuan untuk mencegah perilaku seksualnya agar tidak agresif dan liar. Pandangan keliru ini, tentu masih banyak disalahpahami oleh masyarakat hingga saat ini, sehingga praktik P2GP masih mudah ditemui meski secara sembunyi-sembunyi.

Kesadaran yang saya dapatkan mungkin terlambat. Namun melalui tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang apa yang pernah saya rasakan, sesal tak berkesudahan telah mengkhitankan anak perempuan, terlebih setelah berkesempatan mengikuti Halaqah Online P2GP, yang digelar Alimat dan Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) beberapa bulan silam, membuka mata dan pikiran saya, bawah tindakan khitan bagi anak perempuan tidak dibenarkan, baik secara medis, pandangan keagamaan maupun dampaknya bagi masa depan anak perempuan di kemudian hari.

Hal tersebut dipertegas dalam penjelasan Kiai Faqihudin Abdul Kodir dalam buku “Perempuan Bukan Sumber Fitnah”, bahwa beberapa ulama di Timur Tengah, dan Indonesia melarang praktik khitan perempuan, karena faktanya secara medis menimbulkan dampak buruk dan rusak (dharar) bagi perempuan.

Ditambahkan Kiai Faqih dalam buku tersebut, praktik khitan perempuan dalam bentuk apapun tidak memiliki manfaat sama sekali bagi kehidupan biologis, dan psikis perempuan. secara anatomis, perempuan tidak memiliki anggota tubuh yang dianggap lebih atau menutupi sesuatu, sebagaimana laki-laki, yang perlu dibuang atau dikhitan. Sedangkan dalil-dalil yang ada, seperti dikatakan para ulama hadits, tidak ada yang kuat, valid, dan tidak bisa menjadi rujukan.

Perspektif mubadalah dalam isu khitan ini, mematahkan anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa khitan bagi perempuan untuk mengendalikan libido dan gairah seksualnya. Masih dalam buku yang sama Kiai Faqih menjelaskan bahwa di dalam tubuh perempuan tidak ada sesuatu yang bisa dikatakan mirip dengan kulup di ujung penis, yang mengumpulkan kotoran sehingga perlu dibuang, atau menghambat rangsangan, sehingga perlu dibuka.

Malah sebaliknya, bagian tubuh perempuan yang biasanya dikhitan di berbagai budaya, justru tempat saraf –saraf, yang salah satunya berfungsi merasakan rangsangan seksual. Bahkan banyak sekali praktik khitan perempuan berdampak besar pada kerusakan saraf alat kelamin, sehingga menimbulkan kesakitan, dan tidak sedikit yang mengakibatkan kematian.

Setelah banyak mengetahui tentang seluk-beluk khitan perempuan atau P2GP, baik dari sisi pandangan keagamaan, kesehatan dan dampak negatifnya, tentu rasa sesal ini semakin menjadi. Ternyata minimnya pengetahuan, dan keterbatasan akses menjadi faktor penyebab masih tingginya angka khitan perempuan di Indonesia.

Maka melalui tulisan ini, saya juga ingin mengajak pembaca untuk bersama-sama menghentikan khitan perempuan, mulai dari diri sendiri, keluarga terdekat dan masyarakat sekitar. Menghentikan praktik khitan perempuan, sama halnya kita telah menyelamatkan masa depan anak-anak perempuan dari segala dampak buruk yang menyertainya. []

Tags: Anak PerempuanKhitan PerempuanP2GPPerempuan Bukan Sumber Fitnah
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Perempuan merdeka

Perempuan Merdekalah!

19 Agustus 2022
Perempuan Indonesia

Ketika Nawaning Menjadi Tumpuan Harapan Perempuan Indonesia

19 Agustus 2022
Kekerasan dalam Pacaran

Memaklumi Kekerasan dalam Pacaran Atas Nama Cinta, Patutkah?

19 Agustus 2022
Memuliakan Perempuan

Pesan Memuliakan Perempuan dan Anak di Hari Asyura’

19 Agustus 2022
Teologi Maskulin

Hilangnya Tuhan Feminin dan Dominasi Teologi Maskulin

18 Agustus 2022
Skincare yang Aman

Kandungan Skincare yang Aman untuk Ibu Hamil dan Menyusui

18 Agustus 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan dalam Pacaran

    Memaklumi Kekerasan dalam Pacaran Atas Nama Cinta, Patutkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Rahmi Kusbandiyah : Perempuan Merdeka itu Bebas yang Bertanggung Jawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Nawaning Menjadi Tumpuan Harapan Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Merdekalah!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Memuliakan Perempuan dan Anak di Hari Asyura’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Merdekalah!
  • Belajar dari Film Asa; Merdeka Dari Kekerasan Seksual
  • Nyai Rahmi : KUPI harus Lakukan Terobosan Baru Dalam Berbangsa dan Bernegara
  • Ketika Nawaning Menjadi Tumpuan Harapan Perempuan Indonesia
  • Kisah Inak Sahnun dan Pesan Moral Tentang Kemerdekaan

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist