• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Refleksi Akhir Tahun: Perempuan dalam Bayang-bayang Kemandirian

Ketika kita melangkah ke tahun baru, sebenarnya kita tidak perlu terburu-buru mengejar perubahan yang dipaksakan oleh masyarakat atau zaman.

Muhammad Nasruddin Muhammad Nasruddin
31/12/2024
in Personal, Rekomendasi
0
Refleksi Akhir Tahun

Refleksi Akhir Tahun

573
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir tahun sering kali menjadi waktu yang penuh dengan evaluasi dan refleksi. Memang refleksi akhir tahun menjadi momentum yang tepat untuk sejenak mengambil jeda. Bertanya pada diri sendiri tentang sejauh mana dan setangguh apa kaki ini masih sanggup melangkah.

Soal resolusi sebelumnya, apakah kita sudah menuntaskannya, atau ia tak ubahnya sederet wacana yang menempel di dinding kamar? Tentang mimpi, apakah kita masih menjaga konsistensi untuk menggapainya? atau, jangan-jangan sudah redup tertiup angin belantara.

Sekilas memang seperti rutinitas semu. Begitu menggebu. Namun ujung-ujung seperti debu yang tersapu waktu. Lagi-lagi ini bukan soal aku, kamu atau siapa saja. Beberapa hal memang tidak bisa berjalan sesuai rencana. Perlu improvisasi menyesuaikan situasi dan kondisi. Meskipun begitu, ada hal yang pasti. Atas segala keputusan yang telah diambil, tentu konsekuensi selalu menyertai. Benar atau salah, tak perlu menyesali. 

Pun setiap peran pasti menuai tantangan, tak peduli laki-laki atau perempuan. Hanya saja saya mengira bahwa peran perempuan sedikit banyak tentu lebih sulit. Meskipun, Prilly Latuconsina beberapa waktu kemarin telah mengatakan bahwa jumlah independent woman lebih banyak daripada pria mapan.

Sebuah pernyataan yang cukup berhasil menuai hujatan. Saya tidak akan membahas ini lebih jauh. Memang independent woman atau kemandirian perempuan ini menjadi salah satu tujuan dari program pemberdayaan. Tapi untuk saling melengkapi, bukan berkompetisi.

Baca Juga:

Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

Kemandirian Perempuan

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak perempuan yang menjadi contoh bahwa mereka bisa menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan penuh capaian. Kemandirian ini bukan hanya soal memiliki pekerjaan yang baik atau penghasilan yang mapan, tetapi juga soal kebebasan untuk memilih tanpa merasa terkekang oleh apapun.

Namun, kemandirian perempuan juga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas—bukan hanya sekedar pencapaian materi atau karier. Kemandirian sejati adalah kebebasan untuk menjadi diri sendiri, membuat keputusan yang sesuai dengan hati nurani.

Meski hal tersebut terkadang melawan norma atau ekspektasi sosial. Misalnya seperti seorang perempuan yang memilih untuk tidak menikah. Atau perempuan yang fokus pada karier tanpa harus terbebani oleh anggapan bahwa ia tidak menjadi “perempuan seutuhnya” jika tanpa keluarga.

Kemandirian ini mengajarkan tentang seberapa bebas perempuan dalam memilih dan menentukan arah hidup. Tanpa harus merasa bersalah atau disalahkan oleh orang lain. Setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan kapan ia menikah, menjadi ibu, atau bahkan melajang. Tiada keputusan tanpa alasan. Semua tentu sudah berjalan sesuai dengan prinsip dan nilai yang perempuan yakini. 

Menghindari Fenomena Mom Guilt

Sayangnya, banyak perempuan yang terjebak dalam mom guilt—rasa bersalah yang muncul ketika mereka merasa tidak cukup baik ketika menjalani suatu peran, baik sebagai ibu atau istri, atau ketika terlalu fokus pada karier dan diri sendiri. Fenomena ini meskipun tampak sederhana, bisa sangat memengaruhi mental dan emosional perempuan. 

Mengapa demikian? Karena perempuan sering kali merasa bahwa mereka harus sempurna dalam segala hal—sebagai ibu yang penuh kasih, sebagai pasangan yang mendukung, dan sebagai individu yang terus berkembang. Padahal, kenyataannya, kita semua manusia dengan keterbatasan.

Fenomena mom guilt sering kali muncul karena adanya tekanan sosial untuk menjadi perempuan yang serba bisa. Perempuan yang tidak hanya bisa mengurus rumah tangga dengan sempurna, tetapi juga berkarier, menjaga penampilan, dan tetap menjadi ibu yang ideal.

Dalam banyak kasus, perempuan merasa bersalah ketika mereka tidak bisa memenuhi semua ekspektasi tersebut. Bahkan ketika mengambil keputusan untuk memilih fokus pada diri sendiri atau karier adalah hal yang sangat wajar sebenarnya.

Namun, yang perlu diingat adalah bahwa perempuan tidak perlu merasa terjebak dalam standar-standar sosial, apalagi media sosial. Tidak ada yang salah dengan memilih jalannya sendiri. Apakah itu memutuskan untuk menunda menikah, atau memilih untuk berkarier tanpa merasa perlu mengorbankan kebahagiaan pribadi. Setiap perempuan berhak untuk merasa bebas dari beban rasa bersalah yang tidak perlu.

Refleksi Akhir Tahun: Waktu Untuk Berdamai Dengan Diri Sendiri

Akhir tahun ini, mari luangkan waktu untuk berhenti sejenak dan merenung. Jangan biarkan waktu berlalu begitu saja tanpa memberi ruang bagi diri sendiri untuk berdamai dengan setiap keputusan yang telah diambil. Setiap perempuan memiliki perjalanan hidup yang unik. Bukan hanya soal pencapaian materi atau status sosial, tetapi juga tentang bagaimana kita menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Kita tidak perlu terus-menerus merasa terbebani dengan harapan dan tekanan dari luar. Biarkan diri kita tumbuh dengan ritme yang kita tentukan sendiri. Jangan biarkan rasa bersalah menghalangi langkah kita untuk meraih kebahagiaan dan kedamaian batin. Menghargai diri sendiri, menerima pilihan-pilihan yang telah diambil, dan tidak membandingkan diri dengan orang lain adalah langkah penting menuju kedamaian hati.

Ketika kita melangkah ke tahun baru, sebenarnya kita tidak perlu terburu-buru mengejar perubahan yang dipaksakan oleh masyarakat atau zaman. Kemandirian bukan tentang menguasai segala hal. Kemandirian adalah tentang memilih dan menjalani hidup dengan kebebasan, dengan keleluasaan tanpa tekanan ataupun omongan. Jangan terjebak dalam perasaan bersalah — karena setiap perempuan akan menjadi istimewa hanya dengan menjadi dirinya sendiri.

Tahun baru bukanlah momen untuk mengubah segala hal. Tahun baru dengan semangat baru menjadi momentum untuk untuk lebih menerima dan menghargai setiap langkah yang telah kita ambil. Kita tidak perlu menjadi orang lain atau mengikuti ekspektasi yang tidak sesuai dengan hati kita. Mari berdamai dengan diri sendiri, menyusun resolusi, dan merangkai ulang mimpi dalam refleksi akhir tahun ini. []

Tags: KemandirianperempuanRefleksi Akhir TahunResolusi Tahun BaruTahun Baru 2025
Muhammad Nasruddin

Muhammad Nasruddin

Alumni Akademi Mubadalah Muda '23. Dapat disapa melalui akun Instagram @muhnasruddin_

Terkait Posts

Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Narasi Gender dalam Islam

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

22 Mei 2025
Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Jalan Mandiri Pernikahan

Jalan Mandiri Pernikahan

22 Mei 2025
Age Gap

Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

22 Mei 2025
Catcalling

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

21 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version