• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Resensi Buku Nalar Kritis Muslimah: Refleksi Atas Keperempuanan, Kemanusiaan, dan Keislaman

Buku ini mengajak para muslimah untuk berpikir kritis terhadap realita sosial yang terjadi. Terlebih, mengkritisi pemahaman agama yang melemahkan kemanusiaan perempuan.

Septia Annur Rizkia Septia Annur Rizkia
11/11/2020
in Buku, Rekomendasi
0
475
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul               : Nalar Kritis Muslimah

Penulis             : Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm.

Penerbit           : Afkaruna.id

Tahun              : 2020

Tebal               : 225 Halaman

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran
  • Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh
  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

Baca Juga:

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

ISBN               : 9786239063290

Wacana tentang kesetaraan gender bukanlah sesuatu yang baru. Melainkan sudah ada jauh hari semasa kerasulan Nabi Muhammad Saw. yang berlangsung selama 23 tahun. Buku “Nalar Kritis Muslimah” bagai oase di tengah padatnya informasi yang bertebaran di dunia digital. Sebab selain menjadi penghilang rasa dahaga akan pengetahuan, juga menyejukkan di tengah teriknya tafsir agama  yang tidak ramah terhadap kemanusiaan perempuan.

Buku ini pun menerangkan, pada abad ketujuh masehi, Islam menegaskan bahwa: Pertama, perempuan adalah manusia. Kedua, setiap manusia hanyalah hamba Allah Swt. Ketiga, setiap manusia adalah khalifah fil ardh yang punya mandat mewujudkan kemaslahatan seluasnya di muka bumi. (hlm.13)

Artinya, konsep kesetaraan gender pun lahir bersamaan dengan hadirnya Islam di muka bumi ini. Sebab, Allah Swt sudah menegaskan, keadilan Islam itu untuk semua umat, laki-laki maupun perempuan. Ayat tentang ini pun banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Hanya saja, istilahnya yang berbeda. Namun, secara substansi, tentulah sebagaimana nilai-nilai ajaran Islam, yakni menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan maupun kesetaraan.

Lalu, mengapa ajaran Islam yang berupa kesetaraan gender masih kurang popular? Jawaban dari penulis, kurang lebih sama dengan pertanyaan, mengapa kita masih sangat memerlukan Komnas Perempuan padahal sudah ada Komnas HAM? Jelasnya, karena ajaran Islam tentang kemanusiaan perempuan seutuhnya, terlalu modern saat hadirnya 1400 tahun silam, dan ternyata sampai sekarang juga. (hlm.142)

Selain itu, pesan keadilan gender kerap kabur dalam bangunan pengetahuan Islam yang tentu saja dipengaruhi oleh konstruk sosial tertetu. Tak jarang, Islam kerap dipahami bias, yaitu minim menghadirkan kemanusiaan perempuan, yang berdampak mengerdilkan/melemahkan posisi perempuan dalam relasi kehidupan. (hlm.10)

Titik persoalan lainnya, tafsir tentang al-Quran sering disamakan dengan al-Qur’an  itu sendiri. Padahal al-Qur’an itu dari Allah yang Maha Adil, sedangkan tafsir atas al-Quran  itu dari manusia yang tidak satu pun maha adil. Karenanya, al-Quran pasti adil pada laki-laki dan perempuan, sedangkan tafsir atasnya bisa adil, bisa pula sebaliknya. (hlm.15)

Buku dengan sub-judul “Refleksi atas Keperempuanan, Kemanusiaan, dan Keislaman yang ditulis oleh Dr. Nur Rofi’ah Bil. Uzm. ini merupakan kumpulan status penulis yang pernah diunggah di beragam media sosialnya. Meskipun begitu, buku yang termasuk kumpulan esai ini ringan serta enak untuk dibaca. Sebab, diksi yang dipilih pun merupakan bahasa keseharian yang bisa dipahami oleh semua kalangan.

Dr. Rofi’ah, penulis buku ini, merupakan dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an,  juga seorang ulama perempuan yang istiqomah menggelar ngaji “Keadilan Gender Islam” dari satu tempat ke tempat lainnya.  Di sini, penulis mencoba menyajikan bahan bacaan yang berangkat dari analisanya terhadap realitas sosial yang terjadi.

“Nalar Kritis Muslimah”, terdiri dari empat bab.  Yaitu “Agama untuk Perempuan, Memahami yang Transenden,  Kemanusiaan Sebelum Keberagaman, dan Serpihan Renungan”. Di setiap bab terdapat beberapa sub-bab di dalamnya. Bagi saya, membaca tulisan dalam buku ini seperti berselancar kembali ke pengalaman saya sebagai perempuan, baik secara biologis maupun sosial.

Buku ini benar-benar mengajak para Muslimah untuk berpikir kritis. Penulis pun menjelaskan bahwa sesuatu benar-benar adil jika sudah memenuhi dua syarat. Pertama, tidak menyebabkan lima pengalaman biologis perempuan menjadi  semakin sulit, yakni menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui yang sudah memiliki rasa sakit  menjadi lebih sakit, melainkan mempermudah untuk dijalani.

Kedua, tidak mengandung atau menyebabkan perempuan mengalami salah satu atau lima dari pengalaman sosialnya, yaitu stigmatisasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan, dan beban ganda atas nama apa pun, apalagi semata-mata hanya karena menjadi perempuan. (hlm.viii)

Seiring menguatnya arus konservatisme agama, buku ini menjadi sangat penting, terutama untuk membantu membangun kesadaran kritis kemanusiaan perempuan. Terlebih, akar lahirnya ketidakadilan gender ialah karena adanya sistem yang masih patriarki.

Nah, tauhid dalam Islam pun mengubah secara revolusioner kedudukan laki-laki dan perempuan, keduanya hanya boleh tunduk mutlak kepada Allah Swt. Hanya menuhankan Allah Swt. artinya tidak akan menghalalkan segala cara demi tunduk mutlak pada apa pun, baik harta, kekuasaan, dan libido, atau pada siapa pun, baik bos, pimpinan, orang tua, dan suami. Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Khalik. (hlm.53)

Tepat pada bab memahami yang transenden, perempuan sebagai tiang negara, pesan kuatnya ialah, kuatkan perempuan agar negara kukuh dan maju, bukan salahkan perempuan dalam setiap persoalan bangsa. Sebab, laki-laki juga bertanggung jawab atas moralitas bangsa. (103)

Selain itu, dibahas pula tentang kekerasan terhadap perempuan, terutama perihal kekerasan seksual. Maka, penulis menegaskan, ketika cara pandang kita pada lawan jenis hanya sebatas makhluk seksual, interaksi pun menjadi sebatas pejantan dan betina. Karenanya, farji menjadi sulit dijaga.  (hal.114) Sedangkan pemahaman dan pengalaman ajaran agama yang menistakan kemanusiaan adalah pelecehan terberat atas agama. (hlm.151)

Dengan  kritis, penulis berhasil menyampaikan hal-hal yang terjadi dan sering kali dialami oleh para Muslimah, yang seolah-olah memang begitu adanya. Ya, buku ini membantu para pembaca untuk berpikir kritis serta merefleksikan kembali hal-hal yang sudah terjadi, yang itu dianggap naluriah,  sehingga diterima apa adanya. Padahal, jelas-jelas bermasalah, timpang, serta tidak adil pada pihak perempuan.

Buku ini mengajak kita untuk membaca serta memahami realitas kehidupan yang terjadi di sekitar kita dengan prinsip kemanusiaan dan keislaman yang benar-benar rahmat untuk seluruh alam semesta. Islam, agama setiap manusia yang menganutnya, tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, bangsa, dan lain-lain. Tentunya, penulis telah berhasil mengurai Islam sebagai agama yang menjunjung nilai-nilai keadilan, toleransi, serta tidak diskriminif terhadap suatu kaum mana pun.

Maka, untuk siapa pun yang ingin belajar konsep keadilan gender Islam, buku ini bisa menjadi salah satu rekomensdai untuk bahan bacaan dan pembelajaran. Sebab selain ringan, juga menjelaskan secara rinci terkait awal mula munculnya ketimpangan gender yang bukan disebabkan oleh agama itu sendiri, .melainkan tafsirannya. Dan, membaca adalah jendela dunia, tak terkecuali membaca konteks realitas yang terjadi kita. []

Tags: GenderislamkeadilanKesalinganKesetaraanNalar Kritis Muslimahperempuan
Septia Annur Rizkia

Septia Annur Rizkia

Biasa dipanggil Rizka. Salah satu anggota Puan Menulis, dan pekerja teks komersial.

Terkait Posts

Manusia Pilihan Tuhan

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

2 April 2023
Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Flexing Ibadah

Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sarana Menikah

    Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist