Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa suami dan istri harus betul-betul menyadari kalau rumah tangga itu bukanlah tempat kerja yang ikatannya formal, atmosfirnya mengejar target dengan job-desciption yang ketat.
Rumah tangga, kata Nyai Badriyah, adalah ikatan pasutri yang terhubung oleh kesepakatan hati nurani untuk merasa dan meraba apa yang pasangan inginkan dan pikirkan. (Baca juga : Istri Pekerja Bukan Pemicu Terjadinya Perceraian)
Yaitu, sebagai manusia yang ingin merasakan kasih sayang, perhatikan, penhormatan dan penghargaan.
Adapun apabila ada hal yang kurang siap itu merupakan adaptasi di tempat kerja.
Dan di rumah tangga yang seringkali menjadi faktor pemicu ketegangan. (Baca juga: Bendera Merah Putih dan Perempuan dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia)
Bahkan kekerasaan dalam rumah tangga itu, kata dia, akibatnya istri atau suami yang berkedudukan tinggi di tempat kerja memperlakukan pasangannya di rumah sebagai bawahan.
Di sisi lain, sikap posesif suami yang merasa sebagai kepala rumah tangga.
Dan tidak mau tahu beban yang dipikul istrinya di luar, hanya menjadikan istri tak tahan. (baca juga: Untuk Memenuhi Kebutuhan Primer, Istri Boleh Gunakan Harta Suami)
Jika lebih mengedepankan egoisme, dominasi, dan keinginan menguasai dari pada empati, kasih sayang dan rasa hormat, sudah pasti keluarga jauh dari sakinah, mawaddah dan rahmah. (Rul)