• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Salmafina Sunan dan Seni Menjadi Diri Sendiri

Fatikha Yuliana Fatikha Yuliana
23/02/2019
in Kolom
0
Salmafina Sunan

Salmafina Sunan

18
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id–  Ada dua sosok beberapa waktu lalu yang membuat heboh; Rina Nose dan Salmafina Sunan. Masih lekat di ingatan kita tentang kejadian yang dialami Rina Nose saat memutuskan untuk melepas hijab. Alasannya karena ia ingin menjadi manusia dengan atau tanpa atribut yang menempel di tubuhnya.

Namun, keputusannya telah memicu kontroversi. Seperti biasa, masyarakat kita yang terlalu mengagungkan hijab sebagai atribut keagamaan dan menjadikan penampilan sebagai standar moral seseorang membuat Rina Nose banjir hujatan.

Hal ini kembali dialami oleh Salmafina Sunan, yang baru-baru ini melepas hijabnya. Ia menjadi dirinya sendiri dan mencintai dirinya dengan caranya sendiri. Alih-alih mendukung kebebasan atas pilihan yang ia kehendaki, warganet malah menghujat dan tak sedikit yang memberikan sumpah serapah padanya.

Sebagai tokoh publik, tentu Salmafina sudah paham dengan respons yang akan ia dapatkan dari warganet.

Saya meyakini, keputusan yang ia ambil sangat berat untuk dirinya. Tetapi dengan penuh kesadaran atas kebebasan tubuhnya, ia telah menemukan cara untuk mencintai dirinya dengan menjadi dirinya sendiri tanpa harus ada paksaan dari siapapun.

Baca Juga:

Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Kita sebagai manusia yang terlahir sebagai makhluk sosial kerap latah mengomentari penampilan orang lain. Sehingga tanpa sadar telah mengeksploitasi kebebasan seorang individu, seorang perempuan atas otoritas tubuhnya.

Kapan kita berhenti mengomentari penampilan orang lain? Kapan kita berhenti mengatur tubuh perempuan?

Suatu kali teman saya baru saja memakai hijab untuk pertama kalinya, teman-teman saya yang lain berkomentar, “kamu pakai hijab jadi lebih cantik, lho”.

Saya membayangkan, andai saya yang mendapat komentar seperti itu, pastilah saya sudah berpikir macam-macam, saya merasa jika saya tidak berhijab saya akan terlihat tidak cantik dan tidak menarik. Tentu hal ini tidak nyaman untuk saya.

Makna hijab yang dipakai menjadi berubah. Hijab hanya sebagai atribut untuk mempercantik diri, hanya sekadar untuk terlihat menarik di mata orang lain. Tak ada bedanya dengan pakaian yang menempel di tubuh dan tata rias yang menempel di wajah.

Pemakaian hijab pun seakan menjadi tuntutan hanya untuk terlihat sebagai yang lebih taat pada aturan agama, agar terlihat sebagai yang lebih bermoral dari yang lainnya. Standar calon menantu idaman pun kerap bertambah selain sopan, manis, pandai memasak, pintar mendidik anak, serta memakai hijab.

Saya sebagai perempuan, memakai hijab atau tidak memakai hijab bukan hak orang lain untuk ikut campur di dalamnya. Menjadi orang baik tidak perlu dipandang dari penampilan luarnya.

Perempuan sebagai individu merdeka yang juga bisa merasakan sakit, bisa merasa kurang, bisa merasa menjadi cantik dengan atau tanpa hijab yang menempel di tubuhnya.

Perempuan sebagai manusia yang hidup dan tinggal dengan manusia lainnya yang berbeda pula. Manusia merdeka yang sangat mungkin suatu saat nanti memiliki keinginan untuk melepas hijab dan berhak atas otoritas tubuhnya.

Dan kita sebagai perempuan, mestinya kita mendukung dan memeluk perempuan lain atas apapun keputusan yang diambil untuk kehidupannya. Sudah seharusnya perempuan saling menguatkan, bukan saling menghujat dan menjatuhkan.

Untuk Salmafina Sunan, terima kasih sudah menampilkan keberanian atas pilihan-pilihan yang mungkin perempuan lain tak bisa lakukan. Cintai dirimu apa adanya tanpa ada tuntutan dari orang lain yang melihatnya. Cintai dirimu apa adanya dengan atau tanpa hijab.

Hijab adalah atribut keagamaan, hidupmu adalah dirimu sendiri. Pakailah sesuatu yang kamu butuh dan membuatmu nyaman, bukan karena paksaan dari siapapun.
Jadilah cantik, jadilah sehat, dan jadilah baik dengan menjadi dirimu sendiri.[]

Tags: CantikislamJilbabmoralperempuanSalmafina Sunan
Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana, terlahir di Indramayu. Alumni Ponpes Putri Al-Istiqomah Buntet Pesantren Cirebon. Berkuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Jatuh cinta pada kopi dan pantai.

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kopi yang Terlambat

    Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kuasa Suami atas Tubuh Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji
  • Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan
  • Berkeluarga adalah Sarana Menjaga Martabat dan Kehormatan Manusia
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID