• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Santri Perempuan Pelopor Perubahan tetapi Masih Berhenti di Ranah Domestik

Kebanyakan dari santri perempuan pintar penguasa kitab kuning, akan kembali ke dalam urusan domestik mereka sekembalinya dari pesantren.

Mambaul Athiyah Mambaul Athiyah
26/12/2024
in Personal
0
Santri Perempuan

Santri Perempuan

737
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seminggu lalu saya diminta menjadi juri penulisan artikel dari sebuah pesantren milik kawan yang isi artikel itu harus peserta ambil dari kitab-kitab kuning. Terutama yang banyak dikaji di lingkungan pesantren. Kriteria penjuriannya terkait kebakuan kata, tata bahasa penulisan serta kesesuaian dengan bab atau fasal yang terbaca.

Karena lomba itu hanya dikhususkan satu komplek pesantren maka siapapun asal santri mukim di sana boleh ikut serta. Menakjubkan karena kemudian jumlah santri perempuan yang mengirimkan tulisan lebih banyak dari santri putra yang ikut berpartisipasi.

Setelah mendapatkan kandidat saya pun kembali terkejut setelah mengecek tulisannya ternyata kebanyakan penulis perempuan isinya sangat berbobot. Meski memang secara nilai akhirnya imbang dengan seorang kandidat laki-laki dan mereka meraih hadiah pertama secara bersama.

Apa yang saya tulis sebagai pembuka tadi menunjukkan bahwa perempuan di pesantren sudah banyak yang berani menjadi lokomotif perubahan melalui tulisan mereka. Ada ide pembaruan di sana dan ada kesempatan untuk menunjukkan skill mereka. Karena mereka bisa menuliskannya pasti mereka juga bisa membaca kitab kuning secara mumpuni tidak jauh beda dengan para santri laki-laki.

Namun, permasalahannya adalah ini, santri perempuan apakah masih memiliki kesempatan itu lagi atau tidak? Yang juara baca kitab kuning apakah memiliki ruang terbuka untuk upgrade ilmu lagi hingga ke Mesir, Irak, atau ke perguruan tinggi negeri sendiri, kah?

Baca Juga:

Dampak Perubahan Pengelolaan Hutan Ciremai, Masyarakat Desa Cisantana Mulai Kekurangan Sumber Air

Praktik Mubadalah dalam Kegiatan Mahasantri di Tashfiyatul Qulub

Sampai Kapan Kekerasan Seksual Terus Terjadi di Ruang Pendidikan?

Pesan Abah KH Abdul Kholik Hasan: Hikmah Isra Mikraj yang Patut Kita Renungi

Santri Perempuan yang Kembali ke Rumah

Kalau mau jujur sih, maka kebanyakan dari para santri perempuan pintar penguasa kitab kuning tadi akan kembali ke dalam urusan domestik mereka sekembalinya dari pesantren. Juga tergantung kapabilitas sosial keluarga mereka. Ada yang bisa mengembangkan diri ke arah lebih karena mendapatkan full support. Itu, sedikit saja jumlahnya. Padahal, mereka sudah membuka ruang perubahan dengan tulisan mereka yang berbunyi.

Ibu-ibu kita juga. Boleh kita menengok sebentar apa yang pernah mereka ajarkan kepada kita sejak kecil. Terkait dengan bagaimana cara memisahkan sisa makanan kita dari piring ke wastafel.

Jangan masukkan sisa makanan ke dalam lobang pembuangan. Mereka juga menyiapkan wadah khusus yang menampung jenis sisa makanannya. Sementara untuk yang bekas bungkus krupuk penyerta makan kita disuruhnya untuk membuangnya di tempat sampah.

Alasannya sederhana. Biar tidak mampat di lubang pembuangan. Tetapi yang luput dari mata kita adalah Ibu-ibu kita akhirnya menaruh sisa makanan tadi di antara dahan-dahan tanaman di dalam pot, merapikannya lalu menumpuknya lagi dengan tanah.

Selalu seperti itu. Sederhana tetapi ini adalah cara seorang Ibu menjaga iklim dan juga humus tanah. Bukankah hal sederhana itu juga diajarkan kala kita sekolah. Apa namanya ini kalau bukan membuka ruang-ruang perubahan meski mereka tidak melakukannya dengan berisik.

Namun, sekali lagi. Kiprah seperti itu hanya berhenti di urusan domestik. Tidak bergaung secara global hingga berefek besar.

Menilik Peran Ibu Nyai

Ibu nyai-ibu nyai kita juga seringkali menyelesaikan persoalan anggotanya di majelis taklim-majelis taklim. Bimbingannya agar bisa menjembatani ika permasalahan itu sudah semakin rumit. Bahkan sampai datang ke rumah anggotanya demi mendamaikan urusan rumah tangga yang mungkin para tetangga juga enggan ikut campur.

Masih ada relasi hormat dengan perintah ibu nyai di antara para santri lelaki. Meskipun memang terkadang hal itu hanya dilakukan dalam ruang-ruang senyap.

Namun, bukankah hal itu sudah merupakan peran serta para ibu nyai dalam hal advokasi sesama perempuan di ranah domestik. Meski sekali lagi hal itu tidak tercium oleh popularitas dan menutupi peran serta para perempuan NU dalam membuka ruang-ruang perubahan di masyarakatnya.

Mengapa bisa demikian? Kita pasti secara kasar bisa merabanya. Bahwa peran itu jika terbuka lebar untuk perempuan maka akan menimbulkan sebuah ketakutan. Bahwa perempuan akan semakin berani menguasai wilayah-wilayah lain dengan kemampuannya yang tidak bisa kita sepelekan.

Padahal, ketakutan seperti itu seharusnya tidak usah terjadi jika fit and proper test sudah masyarakat lakukan yang mulai open mind. Masyarakat mulai mau menerima pendapat perempuan sebagai acuan berpikir dan pengambilan sudut pandang kebijakan.

Bukankah banyak sekali statemen tercetuskan bahwa pada era sekarang perempuan juga harus kita beri kuasa dan wilayah untuk menunjukkan kemampuannya di ranah publik. Perempuan juga kita harapkan ikut serta dalam penyebaran kebaikan di seluruh lapisan masyarakat.

Kiprah Perempuan

Perempuan juga harus bisa berkiprah dalam menjawab persoalan yang dihadapi kaumnya secara terbuka di masyarakat. Statemen-statemen di atas harusnya mampu menjadi jaminan agar publik mau dan semakin percaya kepada peran perempuan ketika masuk dalam ruang-ruang perubahan, sehingga bisa memberikan kontribusi yang berarti di ranah ini.

Namun, statemen tersebut masih banyak yang sekadar menjadi pemanis janji saja bagi terbukanya kekuasaan para penguasa yang masih terkuasai oleh pemikir dan pejabat laki-laki.

Sehingga pada akhirnya, kemampuan perempuan untuk berdaya di lingkungan masyarakat hanya akan terbuka untuk segelintir pihak yang memang berani bersuara saja, memiliki kapabilitas dan support system yang terkait ‘dekengan pusat’ saja. Sedangkan sisa lainnya yang tidak memiliki itu semua. Meski dia juara baca kitab kuning kelas internasional juga akan kembali ke ranah domestik lagi dan lagi.

Maka, beranilah menulis gagasan kalian. Terus berdaya dengan apapun kemampuan kita. Selebihnya, suatu hari nanti saya yakin ada keberpihakan semesta kepada kaum kita untuk lebih banyak bersuara dan menunjukkan aktualisasi diri kita yang bisa dan mampu. []

Tags: Kitab KuningPerubahanPondok PesantrenRanah DomestikSantri Perempuan
Mambaul Athiyah

Mambaul Athiyah

Pengasuh Ponpes Maslakul Huda Lamongan Jawa Timur

Terkait Posts

Kisah Luna Maya

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

9 Mei 2025
Waktu Berlalu Cepat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

9 Mei 2025
Memilih Pasangan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

8 Mei 2025
Keheningan

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

8 Mei 2025
Separuh Mahar

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

7 Mei 2025
Aktivitas Digital

Menelaah Konsep Makruf dalam Aktivitas Digital

7 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version