Beberapa hari yang lalu saya membaca suatu post muslim mengaji yang judulnya “Kenapa Wanita Diharuskan Menjaga Diri di Socmed?”. Iya, sudah bisa ditebak bahwa argumen utamanya adalah wanita sumber fitnah.
Sebagai wanita, saya tentu saja geram membaca argument-argumen itu. Tetapi, teman saya yang lelaki pun tak terima karena wanita selalu dipojokkan. Dia bilang, “Aku gak setuju nih kalau cewek selalu dijadikan objek untuk menjaga diri”.
Menurutnya, laki-laki yang suka bergosip itu juga banyak. Laki-laki juga bisa menggoda karena mereka juga seksi. Harusnya manusia, baik laki-laki maupun perempuan harus bisa menjaga diri. Tidak hanya perempuan saja.
Seperti angin segar ya, kita sebagai perempuan mendengar komentar semacam ini. Pasti bagi lelaki yang kesadaran kemanusiaannya berada di level tertinggi, ini juga melegakan bagi mereka.
Pada unggahan itu ada pertannyaan yang menggelikan, “Kenapa kok gak boleh? Sedangkan cowok kok gak ketat-ketat banget sih”. Ya iyalah, kamu misoginis, Mas. Kamu sih enak bisa foto bergaya semaskulin mungkin, eksis di sana-sini, mencari pemakluman atas sikapmu. Bisanya cuma mendikte perempuan untuk begini-begitu. Kenapa gak mendikte diri sendiri aja?
Ada delapan argumentasi yang disampaikan yang gak ada satupun dari argumentasi itu yang dapat kuterima secara logis. Bahkan pada satu argumentnya saja, rasanya aku sudah bisa pasang muka “I’m done with you. Bye!”.
1. Wanita lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki
Tuhkan, pada poin ini saja saya sudah skeptis. Apa gak bisa cari informasi yang benar sebelum berargumen, minimal googling dulu, argumennya udah masuk hoaks loh. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018, sex ratio antara wanita dan laki-laki adalah 1:1. Dengan jumlah perempuan 152,7 juta dan laki-laki 153 juta. Justru lebih banyak sex ratio laki-laki. Pada sex ratio dunia pun perbandingannya adalah 1:1, yakni 100 wanita per 109 laki-laki. Lagi-lagi lebih banyak laki-laki.
Ujung-ujungnya argumen ini untuk justifikasi poligami. Katanya, “Jelas dong, kan cowok bisa menikahi 4 istri, kalau perempuan cuma bisa 1 cowok. Selain itu, fakta dunia begitu”. Halah, ini alasannya blunder loh. Inginku mengajarinya cara googling statistik sex ratio.
2. Wanita itu sumber fitnah
Dalam tulisan itu hanya mengutip hadits “Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi laki-laki selain fitnah (cobaan) terhadap perempuan” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740)
Teks hadits ini bisa menggunakan perspektif mubaadalah yang melihat laki-laki dan perempuan sebagai subjek yang sama dalam konsepsi fitnah. Keduanya sama-sama bisa menjadi korban dan sekaligus pelaku dalam fitnah. Dalam hadits tersebut, subjek yang diajak bicara adalah laki-laki, jika perempuan yang diajak bicara tentu saja yang menjadi fitnah adalah laki-laki.
Kita pasti pernah mendengar kisah tentang Zulaikha yang tergoda pada Nabi Yusuf. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an surah Yusuf ayat: 25-29. Khalifah Umar juga pernah mengisolasi seorang pemuda, yaitu Nasr bin Hajjaj yang membuat wanita tergila-gila karena ketampanannya. Sehingga dia harus diisolasi ke Basrah, kemudian dipindahkan ke Persia. Laki-laki juga sumber fitnah.
Padahal, setiap orang adalah fitnah bagi yang lain (QS. al-An’am: 53). Jadi, baik laki-laki ataupun perempuan harus sama-sama menjaga diri agar tidak melakukan hal-hal yang mudharat. Argumen ini sebenarnya adalah stigmasisasi, yaitu cap buruk pada perempuan.
3. Wanita gampang terkena ‘ain
Katanya, “Wanita sulit menjaga mulutnya, matanya selalu stand by, kadang juga suka mengomentari sesama cewek. Akhirnya bisa timbul rasa dengki, iri, sinis berlebihan. Bisa jatuh tiba-tiba”. Hellaw, emangnya cowok-cowok gak ada yang iri, dengki, sinis dan gossip? Skema berpikir seperti ini sungguh merendahkan perempuan. Emang perempuan gak ada kerjaan lain selain mengomentari sesama cewek?
Saya dan teman-teman perempuan di sekitar saya justru banyak diskusi untuk mengembangkan diri, justru belajar dari pada perempuan yang lainnya. Kami juga membicarakan hobi, pekerjaan, berbagi ilmu pengetahuan, saling memberi dukungan, saling melindungi dan saling membantu. Yang biasa kukomentari justru argumen-argumen ngawur macam unggahan Anda.
4. Wanita terbaik itu makin tersembunyi
Apakah ini maksudnya wanita yang tinggal di goa lebih baik dari pada yang tinggal di kota? Apakah mereka ingin kembali ke zaman prasejarah, pada zaman batu (mesolitikum)? Ini sih namanya marjinalisasi, peminggiran wanita.
Mereka ini orang-orang yang standar ganda, yang ingin semakin banyak wanita tersembunyi tapi jika butuh dokter pasti carinya dokter perempuan. Jika akan melahirkan, pasti carinya dokter perempuan atau bidan. Kalau semua perempuan dipinggirkan, siapa yang mengisi peran-peran penting dalam masyarakat yang selama ini banyak ditempati oleh perempuan?
Apakah semua jenis pekerjaan akan dikerjakan perempuan? Apakah penjual sayur semua laki-laki? Guru di sekolah dan guru ngaji semua laki-laki? Psikolog apakah harus semua laki-laki? Penjahit apakah harus semua laki-laki? Apakah petugas kebersihan toilet perempuan juga lelaki? Terus perempuan kerjanya ngapain? Ya, berburu dan bercocok tanam dong, kan ada di zaman megalitikum?
5. Foto wanita bisa dijadikan alat sihir
Emang foto laki-laki gak bisa dijadikan alat sihir? Laki-laki kebal sihir? Sihir sudah ada pada zaman dahulu kala, bahkan sebelum handphone diciptakan. Sudah ya, argumen ini sangat ra mashok dan buang-buang waktu untuk dibahas.
6. Wanita sholeha itu pemalu
“Malu kan bagian dari iman, kalau cowok malu itu bagus, apalagi kalau cewek pemalu lebih baik lagi”, jelasnya dalam tulisan. Kenapa sih harus mendikte perempuan lebih malu lebih baik dari pada laki-laki? Sebenarnya, kalian menginginkan para wanita memiliki self-esteem yang rendah ya?
Ulama-ulama kontemporer seperti Muhammad al-Gazhali, Abu Syuqqah, dan al-Qaradhawi berpendapat bahwa fatwa-fatwa pengekangan perempuan lebih banyak didasarkan pada cara berpikir sadd al-dzari’ah (penutup jalan) yang seringkali berlebihan.
Dengan pandangan seperti ini, logika yang dipakai hanya melihat pada akibat buruk yang ditimbulkan dari keberadaan perempuan di ranah sosial, sehingga harus dicegah, ditutup dan dilarang untuk mengurangi dampak buruk.
Pelarangan perempuan dengan logika sadd al-dzari’ah menempatkan perempuan sebagai pangkal permasalahan. Pengekangan dan pelarangan ini berasal dari asumsi kolektif bahwa wanita adalah sumber fitnah.
7. Perintah hijab untuk wanita
Berarti kalau sudah berhijab boleh eksis di media sosial kan? Gak perlu blur wajah atau menurunkan opacity foto selfie kan? Okay sip. Ayo update foto selfie sehari tiga kali.
8. Neraka isinya banyak wanita
Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku berbakti pertama kali?” Rasulullah menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’. Rasulullah menjawab, ‘Ibumu!’. Lalu orang tersebut bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’. Rasulullah menjawab, ‘Ibumu!’. Kemudian orang tersebut bertanya kembali. ‘Kemudian siapa lagi?’. Rasulullah menjawab, ‘Kemudian ayahmu’. (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Jika para Ibu-ibu (wanita) kebanyakan di neraka, mengapa Rasulullah begitu menghormati Ibu hingga disebutkan 3 kali?
Hadits tentang neraka yang banyak dihuni oleh wanita ini bisa saja digunakan sebagai legitimasi laki-laki untuk merendahkan perempuan. Al-Mubarakfury dalam kitabnya Tuhfathul Ahwadzi menjelaskan bahwa yang dimaksud pada hadits tersebut bukan berarti secara kuantitas neraka didominasi oleh wanita, melainkan hadits tersebut sebagai anjuran bagi para wanita agar menjaga agamanya sehingga dapat terhindar dari api neraka.
Rasulullah justru memuliakan wanita dan tidak bermaksud memarjinalkannya, sehingga memberikan kiat-kiat agar wanita tak terjerumus ke dalam neraka.
Semoga kita terhindar dari api neraka dan bisa menjadi wanita yang mulia, yang mampu memberikan banyak manfaat pada sekitar dengan eksistensi kita. Bersama-sama kita penuhi surga, baik laki-laki maupun perempuan. []