• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Sensitivitas AlQur’an terhadap Pemberian ASI

Badriyah Fayumi Badriyah Fayumi
19/08/2020
in Ayat Quran, Keluarga, Rujukan
0
Stop Baby Shaming

Stop Baby Shaming

191
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sebagai kalam Allah Sang Pencipta Manusia, Alquran senantiasa mengerti dan memahami manusia dengan beragam keadaan serta kecenderungannya. Pesan-pesan Alquran mengenai relasi suami-istri pun demikian. Jika hari ini kita sering bicara tentang sensitivitas gender, untaian kalimat dalam Alqur’an telah menunjukkan hal itu; memberikan norma yang sensitif gender tanpa subyektivitas sempit, yang mendorong manusia mencapai sebuah relasi yang adil, setara, serta berorientasi pada perlindungan seluruh anggota keluarga, terutama yang lemah.

Betapa dalam dan sensitifnya pemahaman Alquran terhadap relasi suami-istri antara lain tampak jelas dalam surat al-Baqarah ayat 233 yang artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang hendak menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi rizki dan pakaian kepada para ibu secara patut. Seseorang tidak dibebani selain menurut kadar kemampuannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya. Demikian pula para waris. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran secara patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Jika kita perhatikan setiap kalimat dalam ayat di atas, tampak jelas bahwa Alquran selalu menyampaikan norma ideal kepada sasaran yang tepat. Dengan cara ini, Alquran telah menjadi pemberi petunjuk bagaimana seharusnya pihak-pihak yang disebut melakukan apa yang semestinya dilakukan, sekaligus memberi peringatan secara tidak langsung agar pihak yang disebut tidak lari dari tanggung jawab; hal yang sering dilakukan manusia karena nafsunya.

Kepada Ibu

Perintah menyusui selama dua tahun penuh kepada ibu yang melahirkan adalah perintah universal dan visioner. Betapa tidak, hari ini saja kita saksikan kampanye ASI Eksklusif 6 Bulan tidak direspon dengan merata oleh para ibu. Banyak alasan para ibu tidak menyusui anaknya; pekerjaan, kesibukan, hingga kecantikan bentuk payudara.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Baca Juga:

Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Padahal manfaat pemberian ASI sudah sangat jelas diketahui: sebagai makanan bayi paling bergizi, untuk ketahanan tubuh bayi, merekatkan hubungan kasih ibu-anak, lebih ekonomis, lebih praktis, dan sekaligus bisa menghindarkan ibu dari kehamilan jika dilakukan dengan benar.

Perintah menyempurnakan pemberian ASI kepada para ibu ini menunjukkan sensitivitas Alquran dalam perlindungan anak yang tidak mungkin bisa meminta haknya. Maka, kepada para ibulah seruan ini ditujukan agar mereka lebih memikirkan kepentingan anaknya daripada menuruti hasrat pribadinya yang mungkin enggan memberikan ASI secara maksimal.

Kepada Ayah

Selanjutnya, ketika para ibu melakukan fungsi reproduksinya menyusui bayinya, kepada sang ayah diserukan kewajiban memberi nafkah dan kecukupan sandang kepada sang ibu secara ma’ruf (patut). Perintah ini lagi-lagi menunjukkan sensitivitas Alquran karena telah memotret dengan cermat kecenderungan para suami ketika istri melakukan fungsi reproduksinya. Konsentrasi waktu dan perhatian ibu kepada bayi seringkali “menyisihkan” keberadaan suami, bahkan perhatian ibu pada penampilannya sendiri.

Keadaan ini berpotensi membuat suami tidak lagi memberi perhatian maksimal kepada istri. Terkadang malah ada suami yang berselingkuh dengan alasan istrinya nifas atau tidak memperhatikan dirinya. Dengan perintah memberikan nafkah dan sandang secara patut kepada istri saat menjalani fungsi reproduksinya itu, Alquran mengerem kecenderungan negatif para suami yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri pada saat istri dan bayinya sedang dalam keadaan yang sangat membutuhkan dirinya.

Larangan Pembebanan

Norma ideal kembali ditekankan Alquran setelah ayah dan ibu diminta memberikan perhatian maksimal kepada bayinya sesuai porsi masing-masing. Norma yang berbunyi “Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya” secara tajam membidik tradisi yang membebankan pengasuhan anak hanya pada ibu.

Kecenderungan masyarakat patriarki di mana ayah hanya tahu beres dan urusan anak dibebankan semua kepada ibu secara tegas dilarang Alquran. Lagi-lagi, ini menunjukkan sensitivitas Alquran terhadap sesuatu yang dianggap biasa oleh sebagian besar manusia. Bagi Alquran, tradisi itu tidak boleh terjadi karena jelas memperlihatkan ketidakadilan.

Setelah melarang ketidakadilan yang biasa dialami para ibu, Alquran terus konsisten melarang ketidakadilan itu, baik terjadi pada ayah, dan juga kaum kerabat. Pengasuhan anak tidak boleh berjalan secara tidak adil. Ayah dan ibu mesti sama-sama memberi perhatian kepada anaknya. Tidak boleh ada eksploitasi kepada salah satu pihak. Tak hanya pada ibu atau ayah, eksploitasi juga tidak boleh terjadi pada kerabat yang lain. “Dan (tidak boleh) seorang ayah (menderita) karena anaknya. Demikian pula para waris.”

Norma ini sungguh memotret kenyataan yang biasa terjadi di depan mata kita saat ini. Kita sering mendengar seorang nenek tidak bisa beraktivitas, mengaji, bersosialisasi karena menjadi “MC” alias momong cucu karena ayah bunda sang bayi harus bekerja. Tidak ada yang melarang bayi diasuh nenek karena nenek adalah orang yang paling bisa dipercaya menyayangi dan memberi perhatian kepada sang buah hati.

Namun jika tugas itu kemudiam menjadikan sang nenek tersandera, dan kemudian meninggalkan kewajiban-kewajiban lainnya, bukankah itu eksploitasi yang sangat halus karena dilakukan atas nama kasih sayang kepada cucu? Rupanya fenomena ini pun tak luput dari pengamatan Alquran, hingga hal-hal yang dianggap biasa pun dicermati agar tak terjadi ketidakadilan atas nama apapun. Subhanallah.

Rela dan Musyawarah

Bagaimana jika kedua orang tua bersepakat melakukan penyapihan? Silakan, yang penting saling rela dan didasarkan atas musyawarah. Bahkan jika sang ibu mengalami kesulitan dalam penyusuan, demi kepentingan terbaik bagi anak, anak bisa disusui oleh perempuan lain.

Norma kerelaan dan musyawarah ayah dan ibu dalam ayat ini kembali menunjukan sensitivitas Alquran terhadap kegundahan para ibu yang karena kendala tertentu tak bisa menyusui anaknya. Alquran seolah tak mau membebankan rasa sedih itu hanya kepada ibu.

Ayah pun diajak terlibat dalam keputusan itu dengan musyawarah. Keterlibatan ayah ini penting, agar ibu tidak merasa sedih sendiri dan ayah ikut bertanggung jawab atas segala konsekuensi akibat penyapihan dini tersebut. Bagi bayi yang tidak mengonsumsi ASI, pemberian susu formula tentu memakan anggaran yang tidak sedikit bagi keluarga dengan pendapatan yang tidak tinggi.

Penyapihan dini juga bisa berakibat terjadinya kehamilan; keadaan yang berat bagi ibu dengan bayi mungilnya. Berjaga-jaga atas kemungkinan konsekuensi yang muncul akibat penyapihan dini inilah, dengan sensitifnya Alquran menekankan pentingnya musyawarah dan kesepakatan antara suami-istri demi kepentingan terbaik bagi anaknya dan keadilan untuk semuanya. Maha Benar, Maha Bijaksana dan Maha Adil Allah yang kalam-Nya sedemikian mengerti suara terdalam manusia. []

*)Tulisan yang sama pernah dimuat di Majalah Noor

Badriyah Fayumi

Badriyah Fayumi

Ketua Alimat/Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi

Terkait Posts

Kasus KDRT

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

1 April 2023
Resep Awet Muda Istri

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

31 Maret 2023
Mengasuh Anak Tugas Siapa

Mengasuh Anak Tugas Siapa?

29 Maret 2023
Kewajiban Orang Tua

Kewajiban Orang Tua Menjadi Teladan Ibadah bagi Anak

29 Maret 2023
Bapak Rumah Tangga

Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

28 Maret 2023
Sahabat bagi Anak

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

25 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerjaan rumah tangga suami istri

    Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist