• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Sepak Bola dan Hak Ragam Gender

Terlalu sayang untuk menilai sepak bola dari kesempurnaan bulat bolanya. Ada banyak sudut yang bisa dijangkau, termasuk suara kemanusiaan dan gender.

Miftahul Huda Miftahul Huda
07/12/2020
in Aktual, Publik
0
Sepak Bola

Sepak Bola

139
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bagi Tan Malaka, sepak bola adalah alat perjuangan, suaka konsolidasi sesama orang tertindas. Jika menengok mendiang Maradona, yang pernah bermain untuk Napoli dan Tim Nasional Argentina, sosoknya di luar lapangan adalah cerminan anti-imperialis. Kita bisa mengintip tato Che Guevara di lengan kanannya. Atau ketika ia mengenakan kemeja anti-George Bush, menemani Presiden Venezuela: Hugo Chavez.

Saya tidak akan mengajak merasakan iklim sepak bola Indonesia (bukan karena buruk), tapi ke Benua Biru: Eropa. Melihat sepak bola ke arah sudut yang lebih jauh, bukan terpaku pada si kulit bundar yang menggelinding di karpet hijau. Melainkan, sepak bola sebagai wahana yang bisa dinikmati siapa saja, tanpa melihat kelas, ras, dan gender. Oleh karenanya, ia mampu menjangkau ke luar lapangan, hingga menciptakan wacana alternatif menandingi wacana dominan yang diskriminatif.

Coba kita mendarat di tanah Inggris—konon sebagai negara di mana sepak bola berasal—di sana ada perhelatan sepak bola tingkat elit bernama Premiere League. Ketika menyorotkan mata ke bangku penonton, kita bisa melihat kalangan anak-anak sampai lansia dari semua gender sedang menikmati perpindahan bola dari kaki ke kaki. Atau di tribun suporter garis keras yang terus berdiri dan bernyanyi selama dua kali 45 menit, kadangkala mereka hanya fokus ke lapangan jika terjadi gol. Semua menikmati dengan cara masing-masing, menyisihkan akhir pekan untuk meredam stres.

Tapi kita juga perlu melirik kontribusi sepak bola sebagai sebuah struktur yang mendukung Hak Asasi Manusia. Ia bukan hanya mampu menggulirkan bola, tapi juga wacana. Salah satu contohnya adalah slogan No Room For Racism, untuk mendukung kampanye anti-rasis.

Lainnya adalah, setiap tahun Premiere League mengkampanyekan Stonewall’s Rainbow Laces Campaign atau penggunaan tali sepatu pelangi bagi seluruh pemain. Meski begitu, beberapa pemain memilih tidak menggunakannya—bukan karena tidak mendukung—karena tali sepatu memengaruhi permainan, misalkan saat melakukan free kick.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Kampanye tersebut berjalan sejak 2013 untuk melawan homophobia, biophobia, dan transphobia dalam olahraga—juga di dunia luas. Hal itu dilakukan untuk menjadikan sepak bola lebih inklusif, berhak dinikmati siapa saja melintasi semua gender dan orientasi seksual.

Bentuk lain untuk mendukung hak semua gender adalah, penggunaan ban kapten (armbands) berwarna pelangi. Jordan Henderson, kapten Liverpool, dalam kiriman instagramnya (5/11/2020) menyatakan, “Football is a game for everyone. No matter what. #RainbowLaces”.  Atau playmaker sekaligus kapten Manchaster City, Kevin De Bruyne, yang diunggah oleh akun instagram @premiereleague di tanggal yang sama, bisa menjadi contoh.

Ramai perebatan di kolom komentar akun Premiere League pada unggahan tersebut. Ada yang mendesak sepak bola untuk jangan ikut campur perpolitikan, atau sepak bola terlalu jauh keluar. Tapi mereka menyatakan, bahwa kampanye tersebut bukanlah gerakan politik, itu murni soal Hak Asasi Manusia. Sepak bola bisa dinikmati siapa saja, tanpa memandang ras dan gender.  Premiere League mendukung hak mereka, baik yang berada di dalam atau di luar sepak bola.

Terlihat dalam pertandingan 30 November sampai 5 Desember 2020, seluruh pertandingan Liga Primer menampilkan bendera lapangan (pitch flag), alas bola (ball plinth), papan jabat tangan dan papan pengganti (subtitutes board) bercorak bendera Rainbow Laces. Di luar lapangan, media sosial beberapa pemain dan klub Liga Primer terlibat dalam kampanye tersebut.

Saya cukup mengapresiasi keterlibatan dunia sepak bola dalam kampanye Hak Asasi Manusia, terkhusus untuk minoritas seksual dan gender. Sepak bola telah menggulirkan wacana serius untuk mengikis stereotipe gender, berusaha memberi contoh rangkulan bagi siapapun yang ada di dalam maupun di luar sepak bola.

Saya rasa, sepak bola juga berusaha mendorong cabang olahraga lainnya untuk turut serta bersikap inklusif. Minimal mengakui bahwa siapapun berhak berolahraga dengan aman, bahwa olahraga adalah wahana yang membuat orang tetap sehat—baik fisik ataupun mental. Hingga orang mengakui, bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan siapapun harus menghormati kehidupan orang lain.

Ada beberapa brand (sponsor) dalam sepak bola juga ikut dalam kampanye tersebut, seperti Adidas, Aon, Asos, Aviva, Barclays, eBay UK, Sky Sport dan Visa. Bran-bran tersebut dalam iklan mereka turut melibatkan kampanye keragaman gender. Hal tersebut adalah respon atas hasil penelitian badan amal Stonwall, yang menyatakan setegah dari transgender menyembunyikan identitas mereka di tempat kerja, dan satu dari karyawan transgender telah diserang secara fisik oleh rekan kerja atau pelanggan pada 2017.

Penelitian tersebut mendorong bran untuk mengevaluasi diri, apakah mereka sudah menghadirkan ekosistem yang aman bagi karyawan non-biner ketika melakukan rekruitmen. Misalkan membuat toilet netral gender, adalah salah satu terobosan membuat ekosistem aman.

Ini juga yang dilakukan dalam dunia sepak bola, Adidas dengan merekrut David Beckam dan penyanyi Liam Payne untuk kampanye “Prouder”. Mereka berinisiatif agar kampanye semakin meluas—meskipun saya melihat ada unsur kapitalisasi di sini, itu perdebatan lain.

“Ngapain nonton bola nggelinding?” kata teman saya suatu waktu. Saya menganggap ia hanya mengelilingi bola dan memastikan bahwa ia benar-benar bulat. Buang-buang waktu. Ia harus mencoba mengelilingi stadion, tribun penonton, gejolak luar lapangan, dan yang terpenting, kemanusiaan yang membalut si kulit bundar.[]

Tags: keadilankemanusiaanKesalinganKesetaraanolahragaPerdamaianrelasi gendersepak bola
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Mendokumentasikan Peran Ulama Perempuan

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

19 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version