Senin, 17 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Sibuk

Hilyatul Aulia Hilyatul Aulia
20 September 2020
in Pernak-pernik, Sastra
0
Istri Shalehah dan Suami Shaleh (Bagian Ketiga)
331
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sudah hampir satu tahun aku menikah dengan Tya, juniorku di kampus yang akhirnya menjadi pendamping dan pelabuhan terakhirku. Setelah menikah, kami memilih untuk tidak tinggal bersama orang tua. Kami ingin hidup mandiri, memulai kehidupan baru dari awal. Membangun segalanya bersama.

Aku dan Tya sama-sama bekerja. Tya yang sebelum menikah hanya sibuk mendampingi anak-anak sanggar seni melukis dan bermain musik, kini juga sibuk mengajar di sebuah yayasan pendidikan dekat rumah kami. Tya juga aktif menulis. Sejak kuliah dia aktif menulis di kolom mingguan sebuah surat kabar dan website yang telah membesarkan namanya. Jadilah, hari-harinya sangat padat. Tya baru pulang dari sanggar saat waktu menjelang petang. Namun jika belum selesai dengan proyek menulisnya, ia tak akan lantas istirahat begitu saja.

Aku sudah tidak asing dengan kesibukannya. Sebelum menikah pun dia sudah biasa sibuk. Sebetulnya kesibukanku dan kesibukan Tya hampir menyita waktu yang sama. Bahkan mungkin Tya lebih banyak, karena di akhir pekan dia tetap pergi ke sanggar. Baginya, melatih anak-anak melukis dan bermain musik adalah waktu refreshingnya.

Seperti hari ini. Minggu pagi, saat jam baru menunjukkan pukul delapan, Tya sudah rapi dengan menenteng ransel dan kunci motornya, siap meninggalkanku yang masih santai mengenakan kaos tidur sambil menikamati secangkir kopi.

“Kak, aku nitip cuci piring sama nyapu teras yah. Cucian udah aku jemur. Barangkali nanti gerimis tolong angkatin.”

“Iya sayang. Kamu pulang jam berapa?” Tanyaku sambil tetap tak beranjak dari koran harian yang sedang kubaca.

“Kayaknya sebelum dzuhur juga udah di rumah, soalnya hari ini cuma mau lihat hasil lukisan anak-anak, terus nonton gladi bersih pertunjukan akustik buat acara di alun-alun besok.

Tya tiba-tiba berlutut di hadapanku.

“Kak, make up-ku terlalu menor gak?” Tanyanya.

Aku meletakkan koran yang sedang kubaca demi melihat wajahnya. “Nggak, udah cantik kok.” Ucapku sambil iseng menarik ujung jilbabnya.”

“Ah kakak sih, berantakan lagi kan!”

Aku terkekeh melihat ekspresi kesalnya. Dia kembali berjalan ke arah cermin besar yang berada di salah satu sudut ruang tengah untuk merapikan jilbabnya. Aku mengikutinya, kemudian berdiri di belakangnya.

Setelah selesai, Tya berbalik badan. Jarak kami hanya satu jengkal. Dia kemudian meraih punggung tanganku lalu menciumnya. Setelah itu dia menyerahkan keningnya untuk kukecup. Begitulah rutinitas pagi kami sebelum kami sama-sama tenggelam dalam kesibukan yang membuat kami tak punya banyak waktu untuk bersama. Namun entah mengapa pagi itu aku sangat ingin memeluknya. Kuraih kedua pundaknya, lalu menenggelamkan kepalanya ke dalam dadaku.

“Kak, mandi geh. Bau tau!” Ucapnya sambil tertawa saat masih di dalam dekapanku. Ah, Tya, merusak momen saja.

“Nanti lah sekalian abis kerja bakti.”

Kami tertawa bersama, setela itu Tya beranjak ke halaman rumah lalu menyalakan sepeda motor. Aku melepas kepergiannya hingga ia menghilang di balik tikungan jalan. Setelah itu aku kembali ke dapur untuk merapikan meja makan.

Sekitar lima belas menit setelah itu, saat aku sedang mencuci piring tiba-tiba sebuah mobil berhenti di halaman rumah. Setelah kulihat, ternyata itu mobil mamah. Aku sedikit terkejut karena mamah tak mengabariku kalau dia akan ke rumah sepagi ini.

“Memang mamah harus bilang dulu yah kalau mau main ke rumah anaknya!” Mamah hanya menjawab begitu saat aku bertanya mengapa ia tiba-tiba berkunjung.

Setelah masuk, Mamah menyelidiki setiap sudut ruangan. Entah apa yang dia cari.

“Mana Tya?”

“Sudah pergi ke sanggar, Mah!”

“Sepagi ini?”

“Iya. Kalau hari minggu Tya ke sanggar pagi-pagi.”

“Kamu udah sarapan?”

“Sudah.”

Mamah kemudian berjalan menuju meja makan dan membuka tudung saji yang di dalamnya hanya ada sesangku nasi yang isinya tinggal setengah dan dua potong telor dadar. Kemudian mamah melirik ke arah tempat cuci piring, di sana tersisa dua cangkir bekas kopi yang belum sempat kucuci.

“Kamu kurusan loh, Gas.” Mamah mulai menyelidikku.

“Masa sih Mah, perasaan dari dulu segini saja!” Aku menanggapinya dengan santai.

Mamah lalu menyentuh permukaan meja makan yang sedikit lengket karena belum dilap.

“Tya bisa beresin rumah gak?”

“Bisa!”

“Yang beresin rumah biasanya siapa, kamu apa Tya?”

“Ya bareng-bareng Mah. Bagas sama Tya kan sama-sama sibuk. Jadi kita gak bisa ngandelin salah satu dari kita buat bersih-bersih rumah. Kalau pagi sebelum berangkat kerja kita bareng-bareng bersih-bersih dulu.”

“Pagi ini juga?”

“Iyah. Tapi tadi Tya buru-buru pergi, jadi gak sempat beresin meja makan.”

“Pantesan kamu kurusan, wong tiap pagi fitnes mulu sambil bersih-bersih rumah. Sarapannya juga cuma sama telor dadar!”

Aku mulai menangkap nada tidak enak dari ucapan Mamah.

“Coba kalau istrimu punya waktu banyak di rumah, kamu gak usah repot-repot seperti ini, fokus kerja saja, cari nafkah.”

Aku sudah bisa menebak arah pembicaraan Mamah.

Sejak awal, mamah memang meragukan pilihanku untuk menikah dengan Tya. Namun beberapa kali aku meyakinkan bahwa Tya adalah pilihan yang tepat untukku. Aku merasa sudah sangat mengenalnya, mengetahui bagaimana kesehariannya, mengenal sikap dan wataknya, latar belakang keluarganya, hingga pandangan-pandangan hidupnya yang sejalan dengan visi misi hidupku.

Tya memang berbeda dengan perempuan lain. Dia adalah sosok perempuan modern, sederhana, mandiri dan aktif. Dia tak begitu cantik, namun menurutku dia menarik. Dia memiliki kelebihan dan bakat yang membuatku sangat mengaguminya. Prestasinya pun sangat baik. Meski aktif di luar kampus, dia tak pernah menomerduakan pendidikannya. Dia perempuan yang mandiri. Sejak awal, dia membiayai kuliahnya dengan mengandalkan honor menulisnya di surat kabar dan website. Dia juga sangat pandai bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Berkat bakat dan kelebihannya tersebut, dia sering diundang untuk mengisi pelatihan-pelatihan dan seminar yang berkaitan dengan bidang yang digelutinya.

Menurut Mamah, karena aku sibuk bekerja, sebaiknya aku menikah dengan perempuan yang tidak memiliki aktivitas apapun di luar supaya bisa fokus mengurus rumah tangga. Namun menurutku, mengurus rumah tangga bukan hanya menjadi fokus istriku, namun juga menjadi tanggung jawabku. Karena itulah aku tak pernah enggan untuk membantu Tya membersihkan rumah mulai dari mencuci hingga memasak. Tya juga tak pernah enggan untuk memintaku mengerjakan pekerjaan rumah jika ia tak sempat mengerjakannya.

“Memang penghasilan kamu gak cukup yah, sampai-sampai Tya juga harus kerja. Setahu mamah sejak sebelum menikah juga kamu sudah mapan. Penghasilan kamu selalu cukup bahkan sampai bisa beli rumah sendiri.”

“Mah, Tya kerja bukan buat nyari uang, bukan karena kita kekurangan, bukan. Sejak dulu memang Tya suka kerja, suka beraktivitas di luar, suka menyalurkan hobinya di sanggar seni. Bukan buat nyari uang, tapi memang dia bermanfaat di sana.”

“Berarti dia cuma mikirin kesenangannya aja, sedangkan kewajibannya ngurusin rumah diabaikan. Sampai bekas sarapan pun harus kamu yang beresin!”

Suasana mulai terasa panas.

“Sekarang masih mending kamu belum punya anak. Lha nanti kalau kamu udah punya anak gimana? Mau kamu juga yang ngasuh sedangkan dia malah ngurusin anak orang di sanggar seninya itu?”

Dadaku sesak mendengar ucapan mamah. Sekuat mungkin aku menahan diri agar emosiku tidak terpancing oleh ucapan mamah.

“Ngobrolnya sambil duduk di depan yuk Mah. Nanti Bagas bikinin teh buat Mamah.”

Aku memapah Mamah sampai duduk di sofa ruang tamu. Untungnya ruang tamu sempat dibersihkan oleh Tya sebelum pergi ke sanggar. Kalau masih ada sedikit saja debu di atas meja, bisa-bisa mamah ngomel-ngomel lagi.

Aku menghidangkan secangkir teh dan beberapa stoples kue ke hadapan mamah.

“Cobain deh Mah, enak loh. Tya bikin sendiri.” Aku menyodorkan stoples berisi kue nastar, tapi Mamah seperti enggan untuk menyentuhnya.

“Mamah udah sarapan? Apa mau Bagas bikinin nasi goreng?”

“Gak usah, Mamah udah kenyang.” Mamah mengambil salah satu buku yang sengaja aku dan Tya simpan di rak bawah meja agar bisa dibaca oleh setiap tamu yang datang ke rumah.

“Aku tinggal ke belakang bentar yah Mah, belum mandi nih! Mamah santai aja dulu.”

Setelah selesai membereskan dapur dan mandi, aku kembali menemani Mamah mengobrol di ruang tamu. Saat aku datang, mamah terlihat sedang asyik membaca sebah novel yang ditulis oleh Tya, sedangkan stoples kue nastar di hadapannya tinggal separuh.

Aku dan Mamah melanjutkan perbincangan hingga tak terasa waktu sudah mulai beranjak siang. Mamah pun bersiap-siap untuk pulang.

“Sebentar lagi Tya juga pulang, Mah. Apa Mamah gak nunggu?”

“Nggak lah, Mamah kesini cuma mau nengok kamu saja kok.”

Aku mengantar Mamah sampai mamah masuk ke dalam mobil. Lalu tak beranjak hingga mobil itu menghilang di tikungan jalan. Beberapa saat sebelum itu, suara mesin motor tiba-tiba berhenti di belakangku, ternyata itu Tya.

“Itu mobil Mamah Kak?”

“Iyah. Kamu datang kapan? Kok tiba-tiba udah di sini aja?”

“Barusan. Kakak kok gak bilang kalau Mamah ke rumah. Aku kan bisa pulang dulu nemuin Mamah. Aku kangen Mamah loh, udah lama gak ketemu.” Tya mulai ngomel di depanku.

“Mamah juga dadakan kok ke sininya sayang, pulangnya juga buru-buru. Jadi gak sempat nunggu kamu pulang.” Ucapku menenangkannya sambil sedikit merapikan jilbabnya yang mulai berantakan. “Makan lagi yuk, aku lapar nih gara-gara beresin rumah dari pagi!” kurangkul pundaknya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. []

Tags: cerpenistriKesalinganmenikahsuami
Hilyatul Aulia

Hilyatul Aulia

Mahasantri Ma'had Aly Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon

Terkait Posts

10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat
Keluarga

Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

16 November 2025
Menikah
Personal

Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

6 November 2025
Maskulin Toksik
Personal

Maskulin Toksik: Menanam Kesetaraan Gender Melalui Budaya Dominan

4 November 2025
Fahmina
Personal

Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku

1 November 2025
Raisa dan Hamish Daud
Publik

Berkaca pada Cermin Retak; Kisah Raisa dan Hamish Daud

1 November 2025
Backburner
Personal

Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

29 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder
  • Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan
  • Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama
  • Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID