• Login
  • Register
Rabu, 16 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

SK DPRD Sebagai Jaminan Utang: Kehidupan Rakyat Ikut Tergadai

Menjauhkan diri dari utang adalah langkah bijak dalam memastikan bahwa kepentingan rakyat tetap prioritas, dan kehidupan publik tak tergadaikan

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
18/11/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Jaminan Utang

Jaminan Utang

959
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id – Siapa yang tak sedih sekaligus geram melihat para wakil rakyat menggadaikan SK pengangkatannya demi utang bank? Saya sangat jengkel! Karena tindakan ini, secara simbolik, menyeret kehidupan masyarakat ikut tergadai 5 tahun ke depan.

Oke, saya jelaskan pelan-pelan. Di beberapa wilayah Jawa Timur; Malang, Bangkalan dan — yang membuat hatiku tersayat — kota kelahiranku sendiri, Sampang. Sebagian anggota DPRD-nya menggadaikan SK pengangkatan untuk memperoleh pinjaman.

Sebagian melakukannya karena untuk menutupi biaya kampanye yang tinggi, sementara yang lain untuk mendanai bisnis pribadi.

Ketika Etika Terpisah dari Hukum

Menurut saya, apapun motifnya, pejabat publik seperti DPRD wa akhatuha sangat-sangat tidak etis berhutang, dan surat SK-nya menjadi jaminan. Terlepas utang produktif atau konsumtif.

Agaknya, sudah zamannya, sebagian pejabat publik tanpa beban melibas nilai-nilai etik. Selama tidak melanggar hukum, apa masalahnya menggadaikan SK pengangkatan? Menggambarkan situasi di mana hukum bercerai dengan etika laksana raga tanpa sukma.

Baca Juga:

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

Two State Solution: Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

KB dan Politik Negara

Indonesia Butuh Renaissance untuk Bangkit dari Stagnasi

Dan memang menjadikan SK DPRD sebagai jaminan utang tidak melanggar hukum formal negara. Secara hukum positif, tak ada aturan jelas yang melarang DPRD berutang dengan jaminan SK-nya.

Yang ironis dan membuat hati miris, seolah menjustifikasi moral,  hukum agama (Islam-fikih) turut melegalkan status akad gadai SK DPRD sebagai jaminan, yang di-ilhaq-kan (analogi) dengan akad “gadai secara bahasa” dalam term fikih. Apakah ini sejalan dengan amanah etis sebagai pejabat publik?

Idealnya, hukum tidak sekadar legalitas teknis, tapi juga perspektif etik. Pun Hukum Islam, jangan hanya membahas keabsahan status akad, yang SK DPRD sebagai marhun (agunan). Menyoroti tindakan pejabat publik yang berani menjadikan SK nya sebagai jaminan, lebih prinsip dan fundamen sebagai percakapan. Bila tidak, hukum Islam tak ubahnya bunga layu di tengah firdaus: taman eden.

Padahal dalam Islam, ada akad-akad yang sah secara hukum  legal-formal namun terlarang dari sisi etik-moral; seperti transaksi jual beli di waktu salat Jumat dan ihtikar, penimbunan.

Mengapa kita tidak mempertimbangkan pula larangan simbolis bagi pejabat publik agar tidak terjebak dalam utang yang bisa merusak integritas dan amanah mereka kepada rakyat? Maksud saya, tindakan DPRD yang menjadikan SK sebagai surat jaminan utang sangat tidak etis, atau dalam bahasa agama, sah akadnya tapi haram atau setidaknya makruhah syadidah tindakannya.

4 Alasan SK DPRD sebagai Jaminan Utang adalah Menggaidaikan Kehidupan Rakyat

4 alasan mengapa menjadikan SK-DPRD sebagai jaminan utang adalah menggadaikan kehidupan rakyat 5 tahun ke depan.

Pertama, pejabat publik itu harus –  sekurang-kurangnya punya  mindset – “selesai” dengan dirinya sendiri. Mereka wajib mewakafkan atau menghibahkan hidupnya untuk kepentingan publik selama 5 tahun ke depan. Oleh karenanya, sebagai konpensasi rakyat memasrahkan kepentingan politiknya selama 5 tahun ke depan kepada mereka yang mana SK-DPRD sebagai simbolik konkretnya.

Tegasnya, SK DPRD bukan sekadar kertas berharga; ia simbol kepercayaan masyarakat. Dengan menerima SK tersebut, seorang wakil rakyat telah menandatangani kontrak moral dengan publik untuk mengesampingkan kepentingan pribadi demi kehidupan rakyat.

Kedua,  ketika wakil rakyat menjadikan SK itu sebagai jaminan utang, kepentingan politik rakyat 5 tahun ke depan otomatis ikut tergadai. Artinya, masuk ke dalam risiko politik-finansial si pemegang amanah. Maka, dengan suara lantang saya katakan, “Menggadaian SK ini merupakan pengkhianatan simbolik terhadap rakyat.”

Alih-alih mengonsolidasi aspirasi rakyat, mereka saja belum selesai dengan kehidupannya sendiri. Dalam situasi seperti ini, kaidah “faqidusya’i layu’tihi” sangat relevan: mereka yang tak selesai dengan urusan pribadinya, tak akan bisa memberi pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

Dalam hadis Nabi, seorang yang punya tanggungan utang senantiasa gelisah siang dan malam, seyakin apa pun ia mampu membayarnya.

إِيَّاكُمْ وَالدَّيْنَ، فَإِنَّهُ هَمٌّ بِاللَّيْلِ وَمَذَلَّةٌ بِالنَّهَارِ

Artinya: “Hati-hatilah kalian dengan hutang, karena hutang itu akan menjadi beban di malam hari dan kehinaan di siang hari.” (HR. Al-Baihaqi).

Kegelisahan itu boleh jadi muncul lantaran gaji tiap bulan yang diterima tidak mereka nikmati, karena bank terus menanti. Di sisi lain, bisnis yang mereka jalankan masih penuh misteri antara untung dan rugi (kecuali menghalalkan segala cara), secanggih apapun mengalkulasi.

Implikasinya, Wakil Rakyat mungkin lebih banyak memikirkan cicilan daripada tugas publik, menurunkan motivasinya untuk bekerja dan berpotensi melupakan amanahnya kepada masyarakat. Lalu apa yang hendak rakyat harapkan dari wakil-wakil yang punya utang?

Utang sebagai Pintu Masuk Korupsi dan Rawan Terjebak Konflik Kepentingan

Ketiga, lebih sekadar persoalan etis, utang membuka celah bagi praktik korupsi yang jelas melanggar hukum. Karena utang sarat dengan problem kehidupan, jika sungkan mengatakan salah satu sumbernya.

Titi Anggraini, pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, memperingatkan bahwa praktik gadai SK berpotensi meningkatkan risiko korupsi. Sebab pejabat yang terjerat utang bisa terdorong melakukan apapun agar cepat bebas dari utang, dari mana saja uangnya. Dalam bahasa hadis Nabi, utang membuat orang muram bak tawanan baik saat hidup apa lagi mati sebagaimana konteks hadis.

 نَفْسُ المؤمنِ مُعَلَّقَةٌ بدَيْنِهِ حتى يُقْضَى عنهُ

“jiwa seorang mukmin itu tertawan dengan hutangnya sampai hutangnya lunas” (HR. Al-Tirmidzi).

Mengomentari hadis ini, Mulla Ali al-Qari (wafat 1014 H / 1606 M) dalam Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Masabih, (5/1959) mengatakan bahwa “tertawan” yaitu seseorang tidak akan mencapai tujuannya, seperti masuk surga atau memperoleh derajat yang tinggi, atau bergabung bersama para hamba Allah yang saleh.

Dalam konteks luas, seorang wakil rakyat yang berutang dan menggadaikan SK-nya tak akan bisa memperoleh tujuan ia menjadi wakil rakyat. Yakni mengayomi masyarakat miskin, membela hak-hak mereka.

Keempat,  situasi hidup yang utang membayangi, produk-produk kebijakan DPR (membentuk, mengubah, menyutujui UUD dan lainnya sebagai legislator) bisa dipengaruhi oleh konflik kepentingan, baik dengan pihak bank, perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan bank, atau bahkan partai politik yang menaungi. Hal ini tentu berdampak langsung pada keberpihakan kebijakan kepada rakyat, yang seharusnya menjadi prioritas utama wakil mereka.

Rasulullah SAW sering berdoa agar jauh dari utang, sebab beliau memahami utang adalah awal dari kejatuhan karakter seseorang: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.” Ketika ditanya mengapa, beliau menjawab, “Seseorang yang berutang akan mudah berdusta ketika berbicara dan mengingkari janji ketika berjanji” (HR. Muslim).

Menjaga Amanah, Menjauhi Utang yang Membebani

Akhirnya, kita berharap bahwa wakil-wakil rakyat DPR, DPRD, DPD dan lembaga lainnya tidak hanya terikat dengan aturan hukum positif, tetapi juga menjalankan fungsi tanggung jawab etis.

Dalam Islam, perlu menerapkan saddu al-Dzari’ah — dalil dari kebijakan preventif agar pejabat publik tidak menggadaikan SK-nya untuk menutup kemungkinan korupsi, berkonspirasi dengan bisnis narkoba, kongkalikong dengan situs judi online yang umumnya menjanjikan keuntungan yang menggiurkan — bagi pejabat publik, terlebih yang menjadikan SK sebagai jaminan utang tanpa rasa malu.

Karena menjauhkan diri dari utang adalah langkah bijak dalam memastikan bahwa kepentingan rakyat tetap prioritas, dan kehidupan publik tak tergadaikan. Sehingga benar-benar merepresentasikan kepentingan rakyat.

Tentu, negara wajib memastikan hak-hak anggota DPR terpenuhi mulai dari gaji dan tunjangan lainnya supaya mereka “selesai dengan dirinya sendiri”.

Setelah itu, negara  menjadi garda depan dalam mendorong lembaga untuk mengawasi DPR, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan  seluruh elemen lembaga pemerintah serta rakyat sipil. Tujuannya agar semua lembaga baik yang yudikatif, legislatif, eksikutif menjalankan tugas sebenar-benarnya berlandaskan legitimasi hukum yang etis. Jika tidak, apa gunanya kita bernegara? Falyataammal. []

 

 

 

 

Tags: DPRDPemiluPilkada 2024politikwakil rakyat
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Menikah

Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

15 Juli 2025
Kekerasan Berbasis Gender Online

Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO); Pentingnya Keberpihakan Pada Korban

15 Juli 2025
Krisis Ekologi

Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

14 Juli 2025
Merawat Bumi

Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

14 Juli 2025
Disabilitas Mental

Titik Temu Antara Fikih dan Disabilitas Mental

14 Juli 2025
Mas Pelayaran

Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

13 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Berbasis Gender Online

    Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO); Pentingnya Keberpihakan Pada Korban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Fondasi Pernikahan dengan Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkosaan: Kekerasan Seksual yang Merendahkan Martabat Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Kasus Perkosaan Terhadap Perempuan Masih Sering Terjadi?
  • Ketika Disiplin Menyelamatkan Impian
  • Perkosaan: Kekerasan Seksual yang Merendahkan Martabat Kemanusiaan
  • Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku
  • Merawat Fondasi Pernikahan dengan Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID