• Login
  • Register
Selasa, 8 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Skater Girl: Perempuan Agen Perubahan dan Upaya Membebaskan Diri

Film Skater girl menampilkan dua perempuan yang dapat memberi warna di sebuah desa yang menolak perubahan. Desa yang masih belum percaya bahwa perempuan juga makhluk yang berakal dan berjiwa. Yang berhak punya kuasa atas tubuh dan pikirannya.

Rena Asyari Rena Asyari
26/06/2021
in Film, Pernak-pernik
0
Perempuan

Perempuan

114
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Air mata kesedihan Prerna tumpah justru ketika puluhan orang sedang tertawa bahagia. Prerna, anak perempuan yang bahkan belum tamat sekolah tingkat menengah harus menghadapi pernikahan. Di hari pernikahan yang tak dikehendakinya, Prerna bergulat dengan batinnya. Haruskah Ia menyerah, atau melawan untuk membebaskan dirinya?

Prerna adalah tokoh utama dalam film Skater Girl yang sedang menjadi tayangan popular di Netflix. Mengambil tempat di desa Khempur, Udaipur. Sebuah desa di Rajasthan, negara bagian di barat laut India. Menjadi anak perempuan yang tinggal di desa Khempur adalah nasib yang kurang mujur. Kultur menempatkan posisinya lebih rendah daripada laki-laki.

Di Film ini nampak sekali bahwa anak perempuan tak berhak punya suara. Seolah, mereka hanyalah aset yang bisa meringankan pekerjaan rumah tangga, dan akan dinikahkan dengan jalan perjodohan. Bahkan kelak ketika menjadi ibu suaranya masih saja dibungkam.

Itu pula yang dialami oleh Prerna. Karena keterbatasan biaya, Prerna harus mengalah untuk tinggal sekolah dan memberikan kesempatan tersebut kepada adik laki-lakinya, Ankush. Meskipun pada akhirnya Prerna bisa bersekolah kembali dengan baju seragam hasil curian dan buku yang dipinjamkan temannya.

Namun, terkadang keterbatasan membuat seseorang menjadi kreatif. Prerna dan adiknya Ankush membuat papan roda sederhana dari kayu. Bermain papan roda menjadi salah satu dari sedikit sekali kebahagian mereka. Papan roda Prerna dan Ankush menarik perhatian Jessica. Perempuan yang berasal dari London.

Baca Juga:

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Awalnya, Jessica datang ke desa Khempur untuk melihat tempat masa kecil ayahnya. Desa yang jauh dari peradaban kota dan tidak tersentuh modernisasi telah membuatnya jatuh hati. Jessica segera mengabari Erick, temannya yang mahir bermain papan seluncur (Skateboard). Erick yang sedari awal memiliki ketertarikan akan eksotisme desa Khempur segera bergabung dan menemaninya.

Sejak kedatangan Erick dan skateboardnya, anak-anak di desa Khempur mempunyai kegiatan baru. Semua mencobai skateboard Erick, termasuk Prerna dan Ankush. Ada semangat baru yang menyala di mata Prerna, terlebih ketika Ia mulai mahir berseluncur. skateboard bukan hanya menjadi alat bermain Prerna. Di atas skateboard Prerna merasakan kebebasan. Tidak ada perintah dan aturan. Dia bisa bergerak sekehendaknya. Tak ada tangan lain yang mengendalikannya, kecuali dirinya. Ia merasa hidup.

Anak-anak yang bahagia bermain skateboard menimbulkan kemarahan warga. Mereka tak suka melihat anak-anak berseliweran memainkan skateboardnya di jalanan, pasar, dan gang-gang sempit. Desa Khempur tidak siap menerima perubahan. Mereka melarang anak-anak bermain skateboard dan Jessica dianggap membawa pengaruh buruk.

Tak kuasa melihat kesedihan anak-anak, Jessica dan Erick yang terlanjur jatuh cinta pada anak-anak berusaha menghadirkan skateboard park. Jessica tak ingin kecintaan dan kebahagiaan anak-anak patah karena tidak ada tempat bermain. Jessica berupaya mencari jalan keluar. Menghubungi politikus, pejabat pemerintah, menggalang dana untuk membangun skateboard park.

Membuat perubahan di suatu tempat yang taat dan teguh menjalankan tradisi tentu sulit. Jikalau ada, perubahan yang terjadi sangat pelan. Tetapi, biasanya perubahan besar justru diawali dari sesuatu yang kecil dan konsisten.  Usaha Jessica tak sia-sia, seorang perempuan dermawan yang biasa dipanggil ibu Ratu di desa Khempur memenuhi keinginannya.

“Orang menolak perubahan di sini, terutama jika perubahan itu dipimpin oleh wanita. Ada aturan tak tertulis untuk wanita di sini, yang sebagian sudah kau langar. Jika aku menolak permintaanmu hari ini, hidup akan terus berlanjut seperti ini. Namun jika kusetujui, mungkin esok akan lebih baik?”, ujarnya pada Jessica ketika dengan berani Jessica meminta sebagian lahan milik ibu Ratu untuk dijadikan skateboard park.

Skateboard park berhasil dibuat dan menjadi arena bermain skateboard terbesar di Rajashtan. Anak-anak, remaja dan masyarakat umum berdatangan memanfaatkan skateboard park. Tak terkecuali Ankush dan Prerna.

Namun, kebahagian Prerna di atas skateboard mengusik ayahnya. Ayah Prerna masih memegang kuat tradisi dan agama. Ia menganggap tak pantas perempuan bermain skateboard. Tanpa peduli dengan mimpi anak perempuannya, Ia mencarikan jodoh untuk Prena. Baginya, Prerna harus tumbuh menjadi perempuan pada umumnya di desa Khempur, yang patuh dan tak berhak punya keinginan. Bukan tumbuh menjadi perempuan papan seluncur (skatergirl).

Di hari penikahan yang bertepatan dengan perlombaan skateboard se-wilayah Rajashtan, Prerna meratapi nasibnya yang terlahir sebagai perempuan. Latihannya selama berbulan-bulan harus kandas. Prerna tahu, Ia hanya bahagia di atas skateboard. Dengan menanggung segala resiko, Prerna melarikan diri ke skateboard park. Tekadnya bulat, agar dapat bahagia untuk terakhir kalinya.

Prerna, harus tunduk pada nasibnya sebagai perempuan di desa Khempur. Namun, setidaknya Ia pernah melawan dan mencoba bahagia. Meluncur di skateboard, melayang dengan membawa seluruh angannya, tertawa lepas dan kembali menapak dengan jiwa yang penuh adalah upayanya untuk membebaskan diri.

Film Skater girl menampilkan dua perempuan yang dapat memberi warna di sebuah desa yang menolak perubahan. Desa yang masih belum percaya bahwa perempuan juga makhluk yang berakal dan berjiwa. Yang berhak punya kuasa atas tubuh dan pikirannya.

Film ini juga membuka mata bahwa desa Khempur bukanlah satu-satunya. Anak-anak perempuan seperti Prerna di banyak wilayah sedang menanti keajaiban. Berharap tangan-tangan hangat akan segera menolongnya keluar dari kungkungan kultur. Dan membawanya menjadi makhuk yang setara, yang berhak menjadi dirinya sendiri. []

Tags: Agen perubahanAnak PerempuanBudaya PatriarkiFilmperempuan
Rena Asyari

Rena Asyari

Dosen. Pengelola www.seratpena.com. Podcast dan youtube Seratpena.

Terkait Posts

Kemanusiaan sebagai

Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

8 Juli 2025
Kodrat Perempuan

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

8 Juli 2025
relasi laki-laki dan perempuan yang

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

8 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

8 Juli 2025
IBu

Kasih Sayang Seorang Ibu

7 Juli 2025
Kasih Sayang Orang Tua

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nikah Massal

    Menimbang Kebijakan Nikah Massal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia
  • Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak
  • Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan
  • Menimbang Kebijakan Nikah Massal

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID