• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Solidaritas Sosial untuk Hantu-hantu Perempuan

Adalah penggambaran wajar ketika hantu perempuan ingin menuntut balas. Ketidakadilan adalah tragedi yang perlu kita lawan

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
16/10/2023
in Tak Berkategori
0
Hantu Perempuan

Hantu Perempuan

857
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata hantu perempuan? Soal hal-hal yang berbau klenik kah? Sosok menyeramkan? Atau, perihal sesuatu yang tak masuk akal? Lebih dari semua itu, sebenarnya cerita hantu perempuan di Indonesia itu lekat dengan diskursus tragedi kekerasan dan ketidakadilan. Cerita-cerita perihal para korban kekerasan yang tidak mendapat keadilan yang kemudian menjadi sosok hantu penasaran yang menuntut balas.

Perkembangan Hantu Nusantara

Keadaan masyarakat turut memengaruhi perwujudan hantu. Misalnya, di Nusantara, sebelum hadirnya Islam, masyarakat masih belum mengenal pocong. Ya, asumsinya sederhana sih, sebab waktu itu belum ada budaya pemakaman orang berbalut kain kafan.

Kan aneh, kalau mayat yang dikremasi malah kita bayangkan gentayangan sambil minta tolong lepasin tali pocong dong. Baru setelah Islam menyebar di Nusantara, masyarakat mengenal budaya kafan, maka gambaran hantu gentayangan dalam wujud pocong pun muncul.

Begitu juga suster ngesot, hantu yang satu ini hadir ketika rumah sakit sudah ada di Nusantara. Ya, karena si hantu ini ngesotnya di rumah sakit, atau seminimalnya puskesmas-lah. Sebelum ada rumah sakit, proyeksi arwah perawat yang mati penasaran dan mengesot di tempat kerjanya itu belum ada. Yang ada waktu itu ya paling-paling wewe gombel, kunti, atau lainnya.

Semakin kemari penggambaran hantu dalam masyarakat kita juga makin modern. Hantu tidak lagi melulu soal sosok-sosok yang memakai pakaian putih. Bisa saja hantunya mengenakan pakaian kekinian. Hantu siswi berseragam batik, misalnya.

Baca Juga:

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Tana Barambon Ambip: Tradisi yang Mengancam Nyawa Ibu dan Bayi di Pedalaman Merauke

Hantu yang Menuntut Balas

Jadi keadaan atau kejadian dalam masyarakat turut memengaruhi penggambaran hantu. Dalam hal ini, saya bukan sedang ingin berdebat apa hantu beneran ada atau hanya hayalan orang-orang.

Saya hanya ingin bilang bahwa gambaran hantu itu tidak lepas dari keadaan masyarakat. Sehingga, ketika banyak hantu-hantu penasaran yang perempuan, si Mumun, si Manis, Suster Ngesot, Kunti, dan lainnya, artinya apa? Bisa jadi karena dalam realitas masyarakat kita banyak tragedi ketidakadilan yang menimpa perempuan.

Banyak perempuan yang kehilangan nyawa akibat tragedi ketidakadilan, atau frustasi akan hidup yang tidak memberi ruang aman dan nyaman. Semasa hidup mereka tak punya kuasa menuntut keadilan. Baru setelah mati, mereka punya kekuatan untuk menuntut balas.

Cerita suster ngesot, misalnya, adalah penggambaran tragedi pemerkosaan dan pembunuhan yang tidak memberi keadilan bagi korban. Sehingga, si korban menjelma hantu penasaran yang menuntut balas. Sebab, di tengah masyarakat yang minim keberpihakan kepada korban kekerasan, siapa yang bakal menegakkan keadilan baginya?

Dalam cerita-cerita hantu, umumnya, ketika hantu-hantu perempuan mendapat keadilan, maka mereka pun menjadi arwah yang tenang. Sebab, mereka hanya ingin menuntut balas.

Solidaritas Sosial Manusia dan Hantu Perempuan

Adalah penggambaran wajar ketika hantu perempuan ingin menuntut balas. Ketidakadilan adalah tragedi yang perlu kita lawan. Hantu-hantu perempuan merupakan penggambaran komitmen atas ideologi perlawanan ini. Meski mereka sudah meninggal, namun perjuangan untuk mendapat keadilan tetap berlanjut. Mereka terus menuntut keadilan.

Saya jadi ingat dengan teori relasi sosial, anggap saja ini sosiologi hantu, perihal solidaritas dalam kehidupan yang berdampingan ini.

Dalam pandangan solidaritas Durkheim, perbedaan-perbedaan dalam masyarakat seharusnya menyatukan kita berdasar pembagian kerja sesuai kapasitas masing-masing. Maka, dalam hal sosiologi hantu untuk peradaban berkeadilan, adalah penggambaran sepatutnya untuk golongan manusia membantu golongan hantu perempuan dalam perjuangan untuk keadilan.

Caranya bagaimana? Caranya tentu tidak seperti dalam perfilman hantu, di mana pembalasan dendam dengan menjahati orang-orang. Bukan begitu. Melainkan, dengan cara mewujudkan peradaban berkeadilan yang tidak menindas pihak manapun. Peradaban berkeadilan yang memberi ruang aman dan nyaman bagi semua.

Dalam masyarakat yang tidak menindas pihak manapun itu, tidak berlebihan untuk kita menggambarkan hantu-hantu perempuan menjadi tenang. Sebab, mereka melihat keadaan yang memberi perempuan ruang aman dari tragedi kekerasan dan ketidakadilan. []

 

 

Tags: BudayaCerita Rakyathantu perempuanNusantaraTradisi
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID