• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Stigma Khitan Perempuan

Siti Jubaidah Siti Jubaidah
29/10/2019
in Personal
0
stigma khitan perempuan
9
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Khitan atau sunat biasanya dilakukan oleh laki-laki yang bertujuan untuk menjaga kebersihan kelamin sehingga dapat terhindar dari radang saluran kencing, infeksi, atau penyakit kelamin lainnya. Namun, di beberapa negara seperti Asia, Timur Tengah dan Afrika khitan dipraktikkan juga oleh perempuan.

Ulama fiqh berbeda pendapat mengenai hukum khitan perempuan, ada yang mengatakan wajib, sunah serta makrumah (kehormatan bagi perempuan). Sedangkan menurut fatwa MUI khitan perempuan adalah makrumah, berbeda dengan fatwa ulama Mesir yang melarang khitan perempuan. Namun, secara medis, khitan perempuan tidak mendatangkan keuntungan apa pun.

Praktik khitan perempuan didasarkan pada petunjuk Nabi Muhammad Saw. yang menekankan prinsip: (i) sedikit saja; (ii) tidak berlebihan; dan (iii) tidak menimbulkan bahaya. Dalam keterangan hadisnya, Rasulullah Saw. hanya memperbolehkan pemotongan itu dilakukan dengan syarat tidak berlebihan, sehingga tidak menyebabkan bahaya, seperti mengurangi fungsi seksual dan dampak fisikis lainnya (Jurnal Al-Burhan: 2011).

Sedangkan menurut WHO, khitan pada perempuan terbagi dalam empat tipe, yakni:

Tipe 1: Clitoridectomy yakni pemotongan klitoris atau kulit yang menutupi klitoris (kulup).

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • P2GP dalam Kacamata Nawal El-Sa’adawi
  • Perempuan dalam Keluarga Gus Dur Tidak Dikhitan
  • Khitan Perempuan: Pandangan Ulama Timur Tengah & Refleksi Tenaga Medis
  • OIAA-Cairo: Mengharamkan Khitan Perempuan Sesuai Syari’ah Islam

Baca Juga:

P2GP dalam Kacamata Nawal El-Sa’adawi

Perempuan dalam Keluarga Gus Dur Tidak Dikhitan

Khitan Perempuan: Pandangan Ulama Timur Tengah & Refleksi Tenaga Medis

OIAA-Cairo: Mengharamkan Khitan Perempuan Sesuai Syari’ah Islam

Tipe 2: Excision atau eksisi, yaitu pemotongan klitoris disertai pemotongan sebagian atau seluruh bibir kecil alat kelamin perempuan (labia minora), dengan atau tanpa pemotongan sebagian atau seluruh labia majora.

Tipe 3: Infibulasi, yaitu pemotongan bagian atau seluruh alat kelamin perempuan luar disertai penjahitan/penyempitan lubang vagina, dengan atau tanpa pemotongan klitoris.

Tipe 4: Semua macam prosedur lain yang dilakukan pada kelamin perempuan untuk tujuan non-medis, termasuk penusukkan, perlubangan, pengirisan, dan penggoresan terhadap klitoris.

Di Indonesia, stigma khitan perempuan dilandaskan oleh adat istiadat yang masih berlaku dan ajaran agama tertentu. Dikutip dari IDN Times, sunat pada perempuan dianggap sebagai sebuah tradisi untuk membersihkan seorang perempuan dengan cara menghilangkan bagian tubuh yang dianggap tidak bersih sehingga membuatnya cantik dan layak. Bahkan, tradisi ini dianggap untuk mempersiapkan perempuan sehingga menjadikannya pantas untuk dinikahi.

Masih dari IDN Times, pemotongan beberapa bagian atau seluruh bagian alat genital pada perempuan ini juga dianggap bisa menekan libido seks. Bahkan di Bima, perempuan yang tidak disunat disamakan dengan pelacur dan dianggap binal. Mengacu terhadap kepercayaan masyarakat, tentunya ritual sunat perempuan adalah bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Berbeda dengan khitan pada laki-laki yang berfungsi untuk membersihkan alat kelamin, khitan perempuan lebih ditekankan pada stigma masyarakat terhadap tubuh perempuan yang dianggap kotor, tidak layak, bahkan dikatakan binal dan pelacur jika belum khitan.

Anggapan bahwa libido perempuan tinggi sehingga salah satu cara menguranginya dengan melakukan khitan semakin menambah deretan stigmatisasi terhadap perempuan. Padahal banyak perempuan yang tidak khitan dan mereka mampu menjaga hasrat seksualnya, tidak binal.

Dalam tradisi patriarki, perempuan dianggap sebagai makhluk yang buruk, tidak penting, suaranya enggan untuk didengarkan sehingga laki-laki atau masyarkat bebas melakukan apa pun walau tanpa izin dan persetujuan dari perempuan bahkan terhadap tubuhnya sekalipun.

Jika khitan perempuan menimbulkan bahaya maka perlu ada perlindungan, terutama terhadap hak reproduksi perempuan. Sehingga perempuan bebas untuk menikmati dan mengatur kehidupan seksual dan reproduksinya dengan perasaan aman dan nyaman. Karena tubuh dan hidup perempuan ditentukan oleh mereka sendiri, bukan orang lain.[]

Tags: edukasi khitan perempuanKesehatan RepoduksiKhitan Perempuan
Siti Jubaidah

Siti Jubaidah

Siti Jubaidah, mahasiswa S1 Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Pernah mondok di PonPes Aisyah Kempek Cirebon.

Terkait Posts

Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Food Waste

Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

30 Maret 2023
Perempuan Haid Mendapat Pahala

Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

29 Maret 2023
Pengasuhan Anak

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

28 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist