“Laki-laki kok mau aja disuruh masak”
“Laki-laki kok mau aja disuruh ngurus anak”
“Laki-laki kok bersih-bersih rumah sih”
“Laki-laki kok mau aja disuruh ini dan itu sama istri”
“Suami-suami takut istri ya?”
Mubadalah.id – Pernyataan-pernyataan di atas adalah sedikit dari banyaknya pernyataan yang sering terlontarkan kepada kaum laki-laki yang mencoba untuk berbagi peran rumah tangga di ranah domestik.
Ketika anak laki-laki mencoba membantu pekerjaan-pekerjaan rumah bersama saudara perempuannya, maka orang-orang akan menganggapnya sebagai anak laki-laki yang sudah menyalahi kodratnya sebagai laki-laki. Di mana semestinya adalah terlayani oleh saudara perempuannya.
Begitupun ketika laki-laki yang berstatus suami. Ketika ia mulai ikut dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah seperti; memasak. mencuci, bersih-bersih rumah, mengurus anak dan lain-lain, maka ia akan mendapat label sebagai suami-suami yang takut istri. Kata lain, sebagai suami yang tidak punya harga diri dan kehornatan karena mau saja menjadi pesuruh istri dan lain-lain.
Tak hanya sampai di situ, para istri yang membiarkan suaminya mengerjakan hal-hal di ranah domestik pun tak akan luput dari tudingan miring masyarakat. Mereka menganggapnya sebagai istri durhaka, tidak hormat pada suami dan sebagainya.
Menilik Ragam Pengalaman
Beberapa waktu lalu, salah satu teman perempuan saya bercerita tentang suaminya yang ia mintai tolong untuk membantu mengangkatkan jemuran di rumah. Karena memang kondisi sang istri juga sedang sibuk di dapur. Karena cuaca yang sudah mau hujan dan masakannya yang juga sedang tidak bisa ia tinggal. Akhirnya dia meminta tolong suaminya mengangkat jemuran tersebut.
Sebagai seorang suami yang mengerti kondisi istrinya, ia langsung bergegas mengangkat jemuran tersebut. Namun, keluarga sang suami yang melihat anak laki-lakinya melakukan pekerjaan itu langsung menegur sang istri. Mereka mengatakan bahwa selama ini anaknya dibesarkan dengan serba terhormat dan tidak pernah direndahkan seperti yang mereka lihat hari itu.
Keluarga suaminya beranggapan bahwa dengan tindakan si istri yang meminta suaminya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti itu, sama saja istrinya tidak mengerti bagaimana perannya sebagai istri. Menganggap istri telah merendahkan kedudukan anak laki-lakinya yang notebennya adalah orang yang disegani oleh para santrinya dan lain-lain.
Tak hanya sampai di situ, di lain cerita, saya sendiri pernah mengalami hal serupa. Di mana ketika adik laki-laki saya membantu menyapu halaman rumah kami, ia pun mereka anggap sebagai laki-laki yang sudah berubah haluan. Lalu ditertawakan oleh teman-temannya karena melakukan pekerjaan perempuan.
Bahkan tetangga sayapun menganggap saya sebagai kakak perempuan yang telah merendahkan harkat dan martabat adik laki-lakinya. Yakni dengan membiarkan ia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dalam standar masyarakat adalah kodrat perempuan.
Laki-laki dan Perempuan Bisa Berbagi Peran di Ruang Domestik
Tentu hal ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan bagi kita, ketika laki-laki dan perempuan berbagi peran dalam hal-hal domestik. Bukannya kita berikan apresiasi sebagai bentuk sebuah kesadaran, melainkan mendapatkan stigma-stigma negatif yang menyudutkan laki-laki maupun perempuan.
Anggapan serta pola pikir masyarakat yang belum final tentang makna kodrat antara laki-laki dan perempuan semakin menormalisasi ketidakhadiran kaum laki-laki dalam ranah domestik. Hal itu semakin memupuk persepsi yang mengatakan bahwa laki-laki adalah makhluk yang superior. Sedangkan perempuan adalah makhluk yang inferior.
Padahal pekerjaan-pekerjaan domestik adalah sesuatu hal yang bisa kita pelajari oleh semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Bicara tentang pekerjaan-pekerjaan domestik pada hakikatnya ialah bicara skill. Di mana skill itu bisa kita pelajari bersama, antara kaum laki-laki juga perempuan dalam berbagai peran dalam rumah tangga juga yang lainnya.
Ketika laki-laki mampu berbagi peran dalam ranah-ranah domestik, berarti ia sudah memiliki kesadaran diri tentang relasi yang sehat dan penuh kesalingan dalam sebuah rumah tangga. Karena ia sedang tidak direndahkan, melainkan sedang memberikan edukasi kepada banyak pihak bahwa itu sudah semestinya ia lakukan sejak dulu. Karena rumah tangga adalah tentang dua aktor yang saling ada dalam ragam kondisi untuk saling memberdayakan satu sama lain.
Mengubah Pola Pikir
Mari, mulai dari sekarang kita mengubah pola pikir kita tentang banyak hal. Salah satunya adalah tentang keikutsertaan laki-laki dalam ranah-ranah privat yang selama ini hanya kita anggap sebagai kodrat dan pekerjaan perempuan semata.
Urusan domestik bukanlah kodrat perempuan. Melainkan kerendahan hati perempuan dalam rumah tangga tentang berbagai peran. Begitupun kepada masyarakat kita, jangan lagi menganggap tabu jika laki-laki melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Dia bukan sedang kita rendahkan, melainkan sedang menginvestasikan kesadarannya tentang kehadirannya dalam relasi keluarga dan rumah tangga yang sesungguhnya. []