• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Stop Menormalisasi Ketidakhadiran Laki-laki dalam Ranah Domestik

Pola pikir masyarakat yang belum final tentang makna kodrat laki-laki dan perempuan, semakin menormalisasi ketidakhadiran kaum laki-laki dalam ranah domestik

Nuraini Chaniago Nuraini Chaniago
08/02/2024
in Personal
0
Ranah Domestik

Ranah Domestik

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Laki-laki kok mau aja disuruh masak”

“Laki-laki kok mau  aja disuruh ngurus anak”

“Laki-laki kok bersih-bersih rumah sih”

“Laki-laki kok mau aja disuruh ini dan itu sama istri”

“Suami-suami takut istri ya?”

Mubadalah.id – Pernyataan-pernyataan di atas adalah sedikit dari banyaknya pernyataan yang sering terlontarkan kepada kaum laki-laki yang mencoba untuk berbagi peran rumah tangga di ranah domestik.

Ketika anak laki-laki mencoba membantu pekerjaan-pekerjaan rumah bersama saudara perempuannya, maka orang-orang akan menganggapnya sebagai anak laki-laki yang sudah menyalahi kodratnya sebagai laki-laki. Di mana semestinya adalah terlayani oleh saudara perempuannya.

Begitupun ketika laki-laki yang berstatus suami. Ketika ia mulai ikut dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah seperti; memasak. mencuci, bersih-bersih rumah, mengurus anak dan lain-lain, maka ia akan mendapat label sebagai suami-suami yang takut istri. Kata lain, sebagai suami yang tidak punya harga diri dan kehornatan karena mau saja menjadi pesuruh istri dan lain-lain.

Tak hanya sampai di situ, para  istri yang membiarkan suaminya  mengerjakan hal-hal di ranah domestik pun tak akan luput dari tudingan miring masyarakat. Mereka  menganggapnya sebagai istri durhaka, tidak hormat pada suami dan sebagainya.

Menilik Ragam Pengalaman

Beberapa waktu lalu, salah satu teman perempuan saya bercerita tentang suaminya yang ia mintai tolong untuk membantu mengangkatkan jemuran di rumah. Karena memang kondisi sang istri juga sedang sibuk di dapur. Karena cuaca yang sudah mau hujan dan masakannya yang juga sedang tidak bisa ia tinggal. Akhirnya dia meminta tolong suaminya mengangkat jemuran tersebut.

Baca Juga:

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Sebagai seorang suami yang mengerti kondisi istrinya, ia langsung bergegas mengangkat jemuran tersebut. Namun, keluarga sang suami yang melihat anak laki-lakinya melakukan pekerjaan itu langsung menegur sang istri. Mereka mengatakan bahwa selama ini anaknya dibesarkan dengan serba terhormat dan tidak pernah direndahkan seperti yang mereka lihat hari itu.

Keluarga suaminya beranggapan bahwa dengan tindakan si istri yang meminta suaminya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti itu, sama saja istrinya tidak mengerti bagaimana perannya sebagai istri. Menganggap istri telah  merendahkan kedudukan anak laki-lakinya yang notebennya adalah orang yang disegani oleh para santrinya dan lain-lain.

Tak hanya sampai di situ, di lain cerita, saya sendiri pernah mengalami hal serupa. Di mana ketika adik laki-laki saya membantu menyapu halaman rumah kami, ia pun mereka anggap sebagai laki-laki yang sudah berubah haluan. Lalu ditertawakan oleh teman-temannya karena melakukan pekerjaan perempuan.

Bahkan tetangga sayapun menganggap saya sebagai kakak perempuan yang telah merendahkan harkat dan martabat adik laki-lakinya. Yakni dengan membiarkan ia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dalam standar masyarakat adalah kodrat perempuan.

Laki-laki dan Perempuan Bisa Berbagi Peran di Ruang Domestik

Tentu hal ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan bagi kita, ketika laki-laki dan perempuan berbagi peran dalam hal-hal domestik. Bukannya kita berikan apresiasi sebagai bentuk sebuah kesadaran, melainkan mendapatkan stigma-stigma negatif yang menyudutkan laki-laki maupun perempuan.

Anggapan serta pola pikir masyarakat yang belum final tentang makna kodrat antara laki-laki dan perempuan semakin menormalisasi ketidakhadiran kaum laki-laki dalam ranah domestik. Hal itu semakin memupuk persepsi yang mengatakan bahwa laki-laki adalah makhluk yang superior. Sedangkan perempuan adalah makhluk yang inferior.

Padahal pekerjaan-pekerjaan domestik adalah sesuatu hal yang bisa kita pelajari oleh semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Bicara tentang pekerjaan-pekerjaan domestik pada hakikatnya ialah bicara skill. Di mana skill itu bisa kita pelajari bersama, antara kaum laki-laki juga perempuan dalam berbagai peran dalam rumah tangga juga yang lainnya.

Ketika laki-laki mampu berbagi peran dalam ranah-ranah domestik, berarti ia sudah memiliki kesadaran diri tentang relasi yang sehat dan penuh kesalingan dalam sebuah rumah tangga. Karena ia sedang tidak direndahkan, melainkan sedang memberikan edukasi kepada banyak pihak bahwa itu sudah semestinya ia lakukan sejak dulu. Karena rumah tangga adalah tentang dua aktor yang saling ada dalam ragam kondisi untuk saling memberdayakan satu sama lain.

Mengubah Pola Pikir

Mari, mulai dari sekarang kita mengubah pola pikir kita tentang banyak hal. Salah satunya adalah tentang keikutsertaan laki-laki dalam ranah-ranah privat yang selama ini hanya kita anggap sebagai kodrat dan pekerjaan perempuan semata.

Urusan domestik bukanlah kodrat perempuan. Melainkan kerendahan hati perempuan dalam rumah tangga tentang berbagai peran. Begitupun kepada masyarakat kita, jangan lagi menganggap tabu jika laki-laki melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Dia bukan sedang kita rendahkan, melainkan sedang menginvestasikan kesadarannya tentang kehadirannya dalam relasi keluarga dan rumah tangga yang sesungguhnya. []

Tags: GenderkeadilanKesetaraanRanah DomestikRelasi
Nuraini Chaniago

Nuraini Chaniago

Writer/Duta Damai Sumatera Barat

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara
  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID