Mubadalah.id – Ramadan adalah bulan yang tepat bagi para suami untuk merenung. Tentang sejauh mana kualitas akhlaknya kepada diri dan rumah tangganya. Apakah sudah menjadi suami dan ayah yang baik atau malah sebaliknya? Upaya ini tidak lain agar jalinan rumah tangga istri dan suami semakin kuat. Suami yang ramah istri akan membuat istri semakin nyaman dan bahagia bersamanya.
Sepanjang Ramadan ini, sudah berapa kali saya mendapatkan cerita demi cerita pilu betapa masih banyak suami yang gemar marah kepada istrinya. Puasa, ternyata belum mampu menahan dirinya dari gejolak nafsu. Seorang suami yang belum mampu mengendalikan emosi dan marahnya. Kekerasan demi kekerasan masih sering dialami istri berupa kata-kata kotor dan pemukulan.
Tidak dapat dihindari kasus KdRT dan perceraian semakin melonjak tinggi. Gara-gara suami yang selalu sewenang-wenang, merasa paling berkuasa atas istrinya. Inilah bukti bahwa pernikahan merupakan perjanjian yang sangat berat. Bahwa pernikahan dan menjalin rumah tangga memerlukan kematangan mental.
Kita membutuhkan suami yang ramah. Suami yang mampu memuliakan perempuan yang menjadi istrinya. Kita mesti memahami bahwa sebelum maupun setelah menikah, perempuan tetap mulia dan mesti dimuliakan. Tak ada ketentuan mutlak bahwa laki-laki/suami akan selalu lebih mulia daripada perempuan/istrinya.
Tidak ada istri yang sempurna sebagaimana suami. Karena itulah dua insan berbeda jenis kelamin dan karakter dipersatukan dalam akad pernikahan. Bukan untuk menonjolkan masing-masing kekurangan, bukan untuk mengunggulkan masing-masing kelebihan. Kekurangan istri dilengkapi suami dan begitupun sebaliknya.
Yang namanya rumah tangga pastilah rumit karena akan menemukan banyak masalah. Sebab kalau sederhana namanya rumah makan Padang. Hehe. Istri dan suami harus siap menghadapi semuanya. Jangan cepat-cepat menyalahkan. Kedepankan musyawarah dan sikap saling pengertian.
Sudahlah, mari, saya mengajak kepada diri saya sendiri dan kepada khususnya para laki-laki yang sudah menjadi suami agar kita menjadi orang yang rendah hati. Suami yang mau mengalah bukan karena kalah tetapi karena itu bukti cinta selamanya kepada istri. Suami yang tidak gengsi membantu istri mengerjakan urusan rumah tangga.
Stop KdRT. Sudah saatnya suami berubah menjadi suami yang maunya tidak hanya dilayani. Suami yang mampu memimpin keluarganya dengan prinsip kesalingan dan berbagi peran. Karena suami memahami betul bahwa keduanya saling membutuhkan. Kalau menjalin rumah tangga hanya mengandalkan emosi dan amarah mana mungkin kualitasnya akan sakinah mawaddah wa rahmah?