• Login
  • Register
Jumat, 9 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Tahapan Pemberian ASI di Balik Kisah Maulid Nabi

Secara tradisi, penduduk di perkotaan jazirah Arab yang memiliki bayi pada umumnya akan menitipkan anak mereka pada perempuan-perempuan yang menyusui di pedesaan. Pertimbangannya adalah alasan kesehatan dan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh kembang bayi secara maksimal

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
11/10/2022
in Keluarga
0
Pemberian ASI

Pemberian ASI

376
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada satuan tahun Hijriyah, saat ini kita semua telah memasuki bulan Rabiul Awal. Bulan dimana manusia agung dilahirkan dengan status yatim dari rahim seorang Ibu bernama Siti Aminah. Tulisan ini tidak akan menuliskan tentang bagaimana hukum memperingati kelahiran sosok mulia ini. Karena jawabannya masing-masing dari kita telah memiliki dan meyakininya.

Tulisan ini hanya ingin mengajak pembaca untuk melihat fenomena lain dari peristiwa kelahiran Nabi Muhammad Saw. Di mana hal itu sangat dekat dengan kita semua, terutama kaum ibu. Yakni fenomena perihal bagaiamana tahapan pemberian ASI (air susu ibu) kepada sang bayi.

Sudah menjadi pengetahuan khalayak umum dan tertulis di berbagai kitab sirah nabawiyah, bahwasanya setelah dilahirkan dan disusui oleh ibunya. Ada juga pendapat yang mengatakan tidak pernah sang ibu susui. Kanjeng Nabi juga disusukan kepada orang lain, yakni Tsuwaibah yang merupakan mantan budak dari Abu Lahab, dan Halimah bintu Abu Dzu’aib yang berasal dari pedalaman Bani Sa’ad.

Daftar Isi

    • Tradisi Arab
  • Baca Juga:
  • Poligami Tidak Semata Tradisi Islam
  • Jika Tidak Bisa Haji, Undanglah Tuhan Ke Dalam Hatimu
  • Islam Adalah Agama Kemanusiaan
  • Membaca Muqaddimah Kitab Al Busyro; Sayyidah Khadijah adalah Teladan Perempuan Kita
    • Tahapan Pemberian ASI
    • Pertama, menyusui bayi secara langsung oleh ibu bayi
    • Kedua, disusukan kepada ibu menyusui yang lain
    • Ketiga, memberikan susu pengganti ASI

Tradisi Arab

Secara tradisi, penduduk di perkotaan jazirah Arab yang memiliki bayi pada umumnya akan menitipkan anak mereka pada perempuan-perempuan yang menyusui di pedesaan. Pertimbangannya adalah alasan kesehatan dan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh kembang bayi secara maksimal.

Ringkasnya, ada kondisi di mana kondisi tersebut menjadi pertimbangan orang tua yang memiliki bayi untuk tidak menyusukan langsung sang anak. Seperti yang para ibu di kota Makkah lakukan, termasuk ibunda Nabi Muhammad Saw. Kondisi ini sesungguhnya juga terjadi di setiap masa, termasuk saat ini.

Baca Juga:

Poligami Tidak Semata Tradisi Islam

Jika Tidak Bisa Haji, Undanglah Tuhan Ke Dalam Hatimu

Islam Adalah Agama Kemanusiaan

Membaca Muqaddimah Kitab Al Busyro; Sayyidah Khadijah adalah Teladan Perempuan Kita

Namun, pemahaman akan tahapan pemberian ASI beserta pertimbangan yang orang tua bayi lakukan tidak diketahui orang lain. Sehingga menimbulkan stigma-stigma negatif yang kerap menyudutkan posisi sang ibu. Padahal Nabi sendiri tidak selalu mendapatkan ASI langsung dari ibunya lho!

Tahapan Pemberian ASI

Setidaknya ada dua hal yang harus kita garisbawahi dalam isu ini. Pertama, bagaimana orang tua dapat memberikan ASI sebagai makanan terbaik bagi sang bayi. Dan kedua, dengan mempertimbangkan kondisi dan usaha yang telah kedua orang tua maksimalkan.

Semua orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Namun tidak sedikit kondisi yang membuat mereka tidak dapat melakukan apa yang dilakukan oleh orang kebanyakan. Oleh karena itu, cukup fokus pada kehidupan kita masing-masing. Kemudian hargai apa yang menjadi pilihan orang lain pula dalam membesarkan dan membersamai anak-anak yang mereka miliki.

Sebagaimana tahapan menyusui yang terdapat pada kisah kelahiran Kanjeng Nabi dan tertera pula pada Alquran, berikut tahapan-tahapan menyusui yang dapat para orang tua lakukan:

Pertama, menyusui bayi secara langsung oleh ibu bayi

Ini adalah tingkatan pertama dalam hal memberikan ASI kepada bayi. Sebagaimana dr. Tan Shot Yen sampaikan, bahwasanya setiap ibu yang melahirkan bayi, ia disertai pula oleh Tuhan anugerah untuk dapat menyusui. Dengan catatan ia mampu menyusui dengan baik dan mendapat dukungan untuk dapat melakukan hal tersebut.

Bagaimanapun, jumlah hormon oksitosin yang berfungsi untuk mensekresi air susu dapat terpengaruhi oleh kondisi sang ibu yang bahagia, nyaman, dan cukup istirahat. Hal ini senada dengan QS. Albaqarah ayat 233 yang artinya:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.”

Suami di sini adalah representasi dari orang-orang yang berada di sekitar sang ibu, jadi siapapun yang bersentuhan langsung dengan sang ibu, hendaknya memberikan dukungan yang baik selama proses menyusui, baik secara perkataan maupun tidakan. Karena bagaimanapun, nasib sang anak dalam menerima ASI yang sang ibu berikan tergantung dari bagaimana orang-orang sekitar memperlakukan sang ibu.

Kedua, disusukan kepada ibu menyusui yang lain

Menyusukan anak secara langsung adalah tahapan yang utama, namun tidak semua ibu dapat melakukannya sebagaimana yang ia harapkan. Ada ibu yang meninggal setelah melahirkan sang bayi. Ada ibu yang memiliki riwayat kesehatan tertentu yang tidak memungkinkan baginya untuk menyusui sang anak.

Selain itu, ada ibu yang tidak mendapatkan support system yang baik. Sehingga ASI-nya tidak dapat keluar dan mencukupi kebutuhan sang anak. Lalu ada ibu yang harus terpisah dengan sang anak karena harus bekerja di tempat yang jauh, dan lain sebagainya.

Jika telah demikian, maka bayi tetap bisa kita berikan ASI sebagai kebutuhannya dengan cara menyusukannya kepada ibu menyusui yang lain. Sebagaimana yang Kanjeng Nabi alami, tidak masalah jika kita juga menyusukan anak-anak kita pada perempuan lainnya yang sedang menyusui. Hal ini juga terdapat dalam Alquran pada surah yang sama (Albaqarah ayat 223):

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Redaksi kalimat pada ayat ini adalah kelanjutan dari redaksi pada pemaparan sebelumnya. Dengan kata lain, Alquran memperkenankan jika orang tua tidak mampu memberikan ASI langsung dari diri sendiri. Maka boleh menyusukan anaknya pada orang lain. Hingga perlu para orang tua perhatikan adalah untuk mencari alternatif ASI dari orang lain yang mungkin kita berikan pada anak jika hal-hal yang tidak terhindari terjadi.

Di era saat ini, sudah tersedia jasa layanan donor ASI yang dapat menyalurkan kebutuhan para orang tua yang membutuhkan. Bahkan keberadaan Posyandu yang salah satu fungsi teknisnya mengontrol kesehatan para ibu hamil juga dapat menjadi relasi yang baik bagi para ibu. Tujuannya untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan mendapatkan para pendonor dari komunitas tersebut.

Ketiga, memberikan susu pengganti ASI

Tahapan pemberian ASI yang ketiga ini adalah jalan terakhir. Yakni jika tahapan pertama dan kedua tidak dapat kita realisasikan. Sebelum bertemu dengan Kanjeng Nabi, Halimah yang memiliki dua balita tidak memiliki ASI yang mencukupi di payudaranya. Karena kondisi ekonomi yang membuat air ASI-nya tidak lancar keluar.

Bahkan kambing yang menjadi sumber susu lainnya (ada yang mengatakan keledai) pun tidak menghasilkan air susu. Ini adalah isyarat, bahwa jika ada kondisi darurat dan indikasi medis tertentu maka diperbolehkan mengganti ASI dengan serupanya, seperti susu sapi, susu kambing, atau yang telah diformulasikan oleh para pakar.

Jika Alquran saja menolerir para Ibu yang tidak mampu memberikan ASI secara langsung, lantas mengapa kita memberikan stigma-stigma yang memperburuk keadaannya. Kita semua memiliki kondisi dan jalan hidup yang tak sama, tugas kita bukanlah menghakiminya dengan standar kita, melainkan menghargai dan tidak mencampuri keputusan yang mereka pilih. Semangat meng-ASI-I buat para Ibu semua, bagaiamanapun caranya. []

 

 

Tags: ASIGiziIbuislamMaulid NabisejarahStunting
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Kawin Anak

Dilema Hukum Dalam Kawin Anak

8 Juni 2023
Nafkah Anak

Meminta Negara Menagih Nafkah Anak Paska Perceraian

8 Juni 2023
Perempuan Daftar Haji

Perempuan Daftar Haji Karena Mampu atau Dikehendaki Suami?

8 Juni 2023
Anak Laki-laki Bermain Boneka

Apa Salahnya Anak Laki-laki Bermain Boneka?

7 Juni 2023
Hadis Pengasuhan Anak

Pemaknaan Hadis Pengasuhan Anak Yang Ibunya Menikah Lagi

6 Juni 2023
Ketimpangan Relasi Suami Istri

Pandangan Jamal al-Banna terhadap Ketimpangan Relasi Suami Istri

6 Juni 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Makna Bismillah

    Membaca Makna Bismillah Ala Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Poligami Tidak Semata Tradisi Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kurban: Simbol Perjuangan Manusia Mewujudkan Solidaritas Sosial-Ekonomi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren Menjadi Sumber Pembelajaran Pluralisme dan Multikulturalisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan yang tak Ingin Menyerah pada Takdir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Reformasi Al-Qur’an Dalam Merespon Praktik Poligami
  • Inara Rusli Melepas Cadar demi Pekerjaan Part II
  • Al-Qur’an Turun untuk Mengkritik Praktik Poligami
  • Perempuan yang tak Ingin Menyerah pada Takdir
  • Poligami Tidak Semata Tradisi Islam

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist