• Login
  • Register
Sabtu, 25 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Tahun Baru Sang Wali

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
31/12/2019
in Featured
0
tahun wali
97
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tiada terbit matahari melainkan mengucapkan salam padaku. Pada setiap datang tahun selalu memberi salam padaku, dan menginformasikan segala kejadian atau peristiwa yang akan terjadi pada tahun itu. Pada setiap datang bulan senantiasa memberi salam padaku dan menceritakan peristiwa apapun yang akan terjadi pada bulan itu.

Demikian pula setiap datang minggu dan hari, minggu dan hari itu memberi salam padaku dan memberitahukan peristiwa yang akan terjadi pada minggu dan hari itu. Demi Dzat Kemuliaan Tuhan, orang-orang yang akan mendapatkan kecelakaan dan kebahagiaan semuanya itu diajukan padaku.” Dikutip dari Manqabah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dari kitab Bahjatul Asror.

***

Kutipan di atas menandakan, bahwa waktu adalah makhluk (dalam Film Alice in Wonderland: Into The Looking Glass digambarkan bahwa waktu adalah makhluk yang wujud, siapa pun tidak dapat mengulang waktu untuk memperbaiki keadaan, dan kematian itu ialah sesuatu yang telah ada ketentuan waktunya).

Waktu, makhluk yang dapat menyampaikan peristiwa apa saja yang akan terjadi kepada mereka yang diizinkan oleh-Nya.  Terbitnya matahari adalah pergantian waktu, munculnya rembulan pula menunjukkan bergantinya sang waktu. Sejatinya, matahari dan rembulan adalah keselarasan alam untuk menampakkan keagungan-Nya, walaupun dalam runtutan sejarahnya terkadang mereka dipuja.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

Baca Juga:

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

Gus Abu Hayyilah Al-Hamzawi, guru ilmu Falaq (ilmu Astronomi) penulis selama sekolah di Al-Ghozaliyah Jombang, pernah menyampaikan, bahwasanya perhitungan waktu menjadi satuan hari, minggu, bulan, tahun dan selanjutnya hingga yang digunakan manusia saat ini telah melalui proses yang sangat panjang. Jauh ketika pada zaman Nabi Ibrahim kecil, ia kerap mempertanyakan hakikat Tuhan, yang pada saat itu masyarakat menyembah bintang-bintang, seperti Matahari, Bulan, Mars, Merkurius, Jupiter, Venus, dan Saturnus.

Bintang-bintang tersebut dianggap Tuhan karena berpengaruh pada musim-musim yang terjadi.  Namun, hari dan satuan waktu lainnya belum dinamakan, bahkan lamanya satu hari sama dengan satu tahun. Karena jumlah sesembahan mereka ada tujuh, maka jumlah hari untuk penyembahan juga ada tujuh, seperti hari pertama adalah hari menyembah Matahari, dalam bahasa Portugisnya adalah Domingo, dan kemudian dialih bahasakan menjadi Minggu. Demikian juga pada hari lainnya.

Penanggalan Masehi juga dilakukan oleh bangsa Romawi kuno sejak ±700 SM, sistem yang digunakan adalah Luner (bulan). Penanggalan ini juga berproses dari jumlah bulan yang awalnya hanya 10 menjadi dua belas. Para ilmuwan astronomi pada masa itu pun tidak luput dari hukuman mati ataupun dipenjara, karena penemuan mereka tidak didukung oleh penguasa dan dianggap tidak sesuai dengan agama yang mereka anut.

Adapun dalam sejarah peradaban Islam, penamaan hari-hari tersebut dimulai pada zaman khalifah Umar bin Khattab dengan versi Arabic, dengan hanya Allah-lah Tuhan yang wajib disembah.

Itu adalah sedikit cerita di masa lampau, di masa abad ini, di kampung Godebag Tasikmalaya, pada tanggal 01 Januari 1915 lahirlah seorang Wali dengan berbagai kemuliaan, yakni Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom).

Beliau adalah sosok guru yang sangat menghargai waktu. Mengapa penulis mengatakan demikian, karena sebagai seseorang yang diikuti teladannya, beliau menyusun agenda amaliah ibadah harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan untuk para muridnya berikut detail waktu pelaksanaannya.

Terlalu panjang jika menjelaskan semuanya dalam tulisan maksimal 900 karakter ini, penulis hanya ingin memaknai hari kelahirannya saja yang selalu diperingati setiap malam pergantian tahun dengan sistem Gregorian, yakni tanggal 01 Januari setiap tahunnya (bukan pada tanggal 15 Safar).

Tentunya ada pesan yang ingin disampaikan Abah Anom dalam hal ini, dan bagi penulis, ini adalah salah satu bentuk karomah atau kemuliaannya untuk menjaga para muridnya dari segala bentuk permasalahan zaman.

Semua ikhwan jamaah TQN Pon.Pes Suryalaya dimana pun berada, pada malam pergantian tahun memiliki tradisi Tasyakur bi al-ni’mah atas hari kelahiran sang guru mursyid (sepeninggal Abah Anom, tradisi ini masih dilestarikan hingga sekarang).

Sesuai namanya, acara ini merupakan bentuk rasa syukur atas keberkahan dan kenikmatan dari bertambahnya usia. Sesuai namanya pula, acara ini disusun dengan rangkaian acara yang sarat akan makna. Acara intinya adalah pembacaan Tawasul atau Tahlil dan ditutup doa. Dengan kata lain, setiap para hadirin yang hadir diajak untuk senantiasa mengingat Yang Esa.

Acara dilanjutkan dengan pembacaan salawat Barzanji dan hiburan Islami oleh para santri di atas pentas yang telah disediakan. Dengan kata lain, Abah Anom mengajak para hadirin yang hadir untuk tidak lupa bersalawat kepada sabab diciptakannya alam ini, yakni Nabi Muhammad Saw.

Acara berlangsung khidmah dan meriah, tidak lupa Abah Anom juga menyediakan hidangan yang beraneka ragam, para putra, putri, dan khadim-khadim beliau juga dengan ramah melayani para hadirin yang hadir dan membantu menyajikan hidangan.

(Semasa Abah Anom jumeneng, istri beserta anak cucu kemudian menyanyikan lagu “Selamat Ulang Tahun” dan dilanjutkan dengan tiup lilin oleh beliau).

Tentunya hidangan ini bukanlah hidangan yang sembarangan, hidangan ini adalah hidangan yang telah didoakan bersama-sama oleh semua yang hadir.

Sebagaimana hasil penelitian Masaru Emoto, air dapat mendengar dan molekulnya dapat berubah bentuk menjadi kristal yang indah jika diucapkan kata-kata yang baik, demikian pula pada hidangan-hidangan ini, inilah yang menyebabkan segala sajian selalu habis, karena para jamaah yang hadir ingin mendapatkan keberkahan dari makanan dan minuman yang mereka nikmati.

Dari hal ini secara tidak langsung para tamu diajarkan untuk saling berbagi, diajarkan untuk perduli kepada mereka yang kelaparan, dan diajarkan untuk saling mengasihi.

Dari rangkaian acara peringatan kelahiran Abah Anom yang bertepatan dengan tahun baru ini, penulis dapat melihat bahwa beliau menyediakan semua kebutuhan dasar manusia, sebagaimana teori Abraham Maslow, yakni kebutuhan fisiologis, rasa aman, kasih sayang, penghargaan, dan aktualisasi diri. Sungguh sosok wali yang kamil lagi mukammil.

Ringkasnya, ada dua hal yang ingin disampaikan dalam tulisan ini: pertama, apapun satuan waktunya, setiap individu haruslah tetap memperhatikan bagaimana menjaga hubungan dan relasi yang baik kepada Tuhan YME, memperhatikan bagaimana dapat bermanfaat dan saling mengasihi terhadap sesama, dan memperhatikan bagaiamana bersikap adil kepada diri sendiri tentunya;

Kedua, apapun satuan tahun barunya, Muharam-kah, Masehi-kah, Imlek-kah, Nawruz-kah, Songkran-kah, jika diisi dengan hal-hal yang bertentangan dengan agama maupun norma, tentunya tidak diperkenankan, maka hendaknya setiap individu memperhatikan bagaimana cara yang baik untuk mengisi waktu-waktu tersebut agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi diri sendiri dan orang lain, sebagaimana sumpah Allah Swt. atas waktu dalam kalam-kalamnya. Wallah A’lam bi al-Shawwaab.[]

Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Belenggu Patriarki dalam Narasi Kepahlawanan Tiga Srikandi Aceh

Belenggu Patriarki dalam Narasi Kepahlawanan Tiga Srikandi Aceh

20 Desember 2022
Gus Dur Menurut Mba Alissa

Gus Dur Menurut Mba Alissa

12 Desember 2022
Mengenal Sosok Nabi Muhammad SAW

Mengenal Sosok Nabi Muhammad SAW

19 November 2022
gagasan HAM

Gagasan HAM dan Demokrasi Ala KH. Husein Muhammad

16 November 2022
Mengenal KUPI

Mari Kita Mengenal KUPI

25 Oktober 2022
Kiprah Santri Perempuan dalam Sejarah Indonesia

Kiprah Santri Perempuan dalam Sejarah Indonesia

20 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist