• Login
  • Register
Jumat, 22 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Tentang Childfree Sebagai Hak Seksualitas

Dengan adanya trend childfree ini,  banyak yang beranggapan bahwa hal itu menyimpang dari agama dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat

Iftita Iftita
14/06/2023
in Keluarga
0
Tentang Childfree

Tentang Childfree

776
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Membicarakan tentang childfree tidak terlepas dari pro dan kontra. Mengingat bahwa masyarakat mengharuskan seseorang yang telah memasuki usia dewasa untuk menikah, dan  memiliki anak. Keadaan ini terpengaruhi oleh budaya yang lekat dengan masyarakat. Di mana kita  mengidealkan bahwa  tujuan berlangsungnya perkawinan adalah untuk memiliki keturunan.

Sedangkan childfree merupakan  kondisi  di mana sepasang suami istri memutuskan tidak memiliki anak dengan alasan yang berdasar. Seperti alasan finansial, pendidikan, ataupun hal-hal yang meliputi pengalaman khas perempuan.

Pasangan yang memutuskan untuk childfree, tidak akan berusaha untuk hamil secara alami ataupun berencana mengadopsi anak. Pasangan suami istri mengambil keputusan secara sadar untuk tidak memiliki anak dengan berbagai alasan. Tidak mengherankan jika terdapat pasangan suami istri yang telah menikah belum memiliki seorang anak, akan mendapatkan tekanan yang luar biasa dari lingkungan.

Dengan adanya trend childfree ini,  banyak yang beranggapan bahwa hal itu menyimpang dari agama dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Dalam hak-hak sebagai manusia, terdapat hak perempuan atas tubuhnya. Yakni perempuan sebagai pemilik rahim berhak memilih atas apa yang terjadi untuk tubuhnya. Pangkal persoalan tubuh perempuan selalu terletak siapa sebenarnya pemilik tubuh perempuan.

Ingat, berbicara hak kesehatan reproduksi berarti memberikan kewenangan dan hak kepada perempuan untuk menentukan pilihan serta fungsi reproduksinya. Apapun yang setiap manusia lakukan, temasuk mereka yang memiliki keputusan untuk childfree

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kurangnya Sensitivitas APH dalam Penanganan Kasus KDRT
  • Fenomena Fatherless Country dalam Kacamata Islam
  • Selingkuh (tidak) Indah: Catatan Film Burning Body
  • Mengembalikan Posisi Ibu Rumah Tangga yang Termarjinalkan
    • Alasan Childfree
    • Hak Setiap Manusia Untuk Memilih
    • Hambatan kultural atau budaya
    • Hambatan struktural

Baca Juga:

Kurangnya Sensitivitas APH dalam Penanganan Kasus KDRT

Fenomena Fatherless Country dalam Kacamata Islam

Selingkuh (tidak) Indah: Catatan Film Burning Body

Mengembalikan Posisi Ibu Rumah Tangga yang Termarjinalkan

Alasan Childfree

Kondisi yang tidak memungkinkan membuat perempuan tidak berani untuk memiliki seorang anak. Salah satunya adalah pernah mengalami keguguran yang membuat ia takut jika ia hamil, atau anaknya akan meninggal. Ataupun dalam kondisi tertentu, perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang memiliki trauma karena takut Ketika memiliki anak, maka anaknya akan mengalami hal yang sama.

Adapun menurut Dr. Tri Rejeki Andayani, Psikolog Sosial dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, mengatakan bahwa terdapat  beberapa faktor mengapa childfree dilakukan. Seperti: keinginan untuk fokus berkarir, dan kondisi finansial yang ia rasa belum mumpuni.

Lalu ketidaksiapan mengemban tanggung jawab menjadi orang tua, informasi atau wawasan seputar pernikahan dan membentuk keluarga yang simpang-siur. Selain itu trauma masa kecil. Apapun yang perempuan rasakan tentang memilih childfree itu adalah valid.

Setuju ataupun tidak seseorang terhadap keputusan orang lain dalam mengambil keputusan untuk childfree, yang perlu kita tanamkan dalam pikiran seharusnya adalah mampu menghargai apapun yang orang lain pilih. Sebab keputusan yang telah seseorang ambil, dia yang paling paham atas konsekuensinya.

Selain itu, keputusan tidak memiliki anak atau childfree diatur dalam hak-hak seksual yang dimiliki oleh manusia  sebagaimana program IPPF canangkan. IPPF sendiri hadir sejak 1991, di mana ia merupakan  perkumpulan  bernama International Planned Parenthood Federation (IPPF). Yakni Perkumpulan yang berhasil  mengeluarkan deklarasi tentang hak klien yang terpenuhi berkaitan dengan masalah reproduksi.

Hak Setiap Manusia Untuk Memilih

Hak-hak seksual yang menyangkut memilih ya atau tidak menikah, mencari dan merencanakan berkeluarga, hak untuk memutuskan bagaimana, dan kapan mempunyai anak. Semua orang memiliki hak untuk memilih apakah akan menikah atau tidak.

Apakah akan mencari pasangan, merencanakan berkeluarga dan berumah tangga atau tidak. Lalu kapan akan memiliki anak dan memutuskan jumlah anak dan merencanakan jarak kelahiran anak secara bebas dan bertanggung jawab. Dalam lingkungan di mana hukum dan kebijakan menghargai perbedaan/keanekaragaman bentuk keluarga termasuk mereka yang tidak dapat terdefinisikan oleh perkawinan atau teori.

Hak-hak seksual menjadi bagian dari seksualitas yang ditunjukkan untuk kemerdekaan manusia. Sudah seharusnya kita memahami itu di dalam masyarakat. Tetapi dalam penyampaian tentang hak-hak seksualitas kepada masyarakat, tentu saja terdapat hambatan-hambatan yang membuat konsep hak-hak seksualitas yang seharusnya setiap manusia miliki tidak tersampaikan tepat sasaran.

Hal ini didukung dengan argumentasi  Koai Husein Muhammad,  Siti Musdah Mulia dan Kiai Marzuki Wahid, dalam buku yang berjudul Fiqh Seksualitas. Yakni tentang tiga hambatan penyampaian hak-hak seksual, antara lain; pertama, hambatan kultural atau budaya. Kedua, hambatan struktural, dan ketiga hambatan interpretasi ajaran agama.

Hambatan kultural atau budaya

Budaya patriarki yang kuat di masyarakat menyebabkan perempuan kita pandang sebagai manusia kelas kedua setelah laki-laki. Akibat dari pandangan itu, perempuan masih menjadi obyek seksual. Selain itu, paradigma perempuan sebagai  sebagai obyek seksual, karena itu di dalamnya terdapat relasi seksualitas perempuan yang selalu kita posisikan sebagai pihak yang pasif dan lebih banyak menerima.

Hal ini membuat stigma terhadap perempuan ketika ia memutuskan tidak memiliki anak, ataupun belum diberikan keturunan, akan kita pandang sebagai perempuan tidak sempurna.

Hambatan struktural

Hambatan struktural sendiri berupa kebijakan publik dan undang-undang yang diskriminatif, khususnya terhadap perempuan, serrta kelompok rentan lainnya. []

 

Tags: Hak Kesehatan Reproduksi PerempuanHak SeksualitasistrikeluargasuamiTentang Childfree
Iftita

Iftita

Terkait Posts

Fenomena Fatherless Country

Fenomena Fatherless Country dalam Kacamata Islam

15 September 2023
Ibu Rumah Tangga

Mengembalikan Posisi Ibu Rumah Tangga yang Termarjinalkan

12 September 2023
Ibu Madrasah Pertama

Ibu Madrasah Pertama Anak-anaknya, Benarkah Islam Berkata Demikian?

8 September 2023
Kesalehan Suami Istri

Narasi Kesalehan Suami Istri dalam Al-Qur’an

7 September 2023
Anak Mengalami Kekerasan Seksual

Bagaimana Sikap Orang Tua Ketika Anak Mengalami Kekerasan Seksual?

4 September 2023
Pengetahuan Seks

4 Hal yang Harus Diajarkan tentang Pengetahuan Seks Usia Anak

3 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bidadari Surga

    Perempuan Bukan Bidadari Surga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Muhammad Saw Banyak Perempuan yang Ikut Jihad Bela Negara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Mubadalah dalam Hadis Jihad Perempuan di Dalam Rumah Tangga 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membaca Arah RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Part I
  • Makna Mubadalah dalam Hadis Jihad Perempuan di Dalam Rumah Tangga 
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Etika Sufi Ibn Arabi (2): Mendekati Tuhan dengan Merawat Alam

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist