• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Ubur-ubur Ikan Lele, Ini Tren Apaan Sih Le?

Kita bisa mengajak masyarakat untuk menolak dan tidak ikut-ikutan mem-viralkan apa-apa yang tidak edukatif dan bermanfaat.

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
15/02/2025
in Pernak-pernik
0
Ubur-ubur Ikan

Ubur-ubur Ikan

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id- Demam pantun “ubur-ubur ikan lele” yang saat ini viral tidak hanya menyasar masyarakat dengan kelas tertentu saja. Pantun yang viral tersebut seakan menjadi pemersatu bangsa dengan selera humor yang sama.

Tren berucap dengan pantun tersebut tidak hanya terjadi pada salah satu kalangan saja, namun sudah menjalar ke berbagai kelas masyarakat. Mulai dari masyarakat kelas bawah, menengah, hingga kelas atas.

Dunia akademisi maupun praktisi juga tak luput dari FOMO pantun “ubur-ubur ikan lele”. Bahkan seorang profesor yang telah mendapat pengukuhan guru besar pun, tidak luput dari FOMO ini.

Viralnya pantun “ubur-ubur ikan lele”, pada sisi yang lain juga menjadi keprihatinan. Paradigma masyarakat yang suka dengan hal-hal FOMO menunjukkan betapa media sangat memberikan pengaruh besar bagi peradaban manusia.

Dari Mana Awal Mula Pantun Ubur-ubur Ikan Lele?

Mengutip dari Detikjateng. com, pantun “Ubur-ubur ikan lele” sebenarnya adalah lagu yang dibawakan oleh musisi Indonesia Ecko Show. Lagu ini ternyata sudah rilis jauh sebelum pantun tersebut viral.

Baca Juga:

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

Lagu dengan lebih dari 2,8 juta tayangan tersebut rilis pada tanggal 16 September 2018 serta meraup lebih dari 37 ribu like dari pengguna YouTube.

Berisikan curhatan seorang rapper, lagu “Ubur-ubur Ikan Lele” merupakan gambaran atas situasi yang ia dan kebanyakan orang rasakan saat membangun karier sebagai penyanyi. Meskipun telah berusaha keras untuk menciptakan karya yang baik, namun faktanya masyarakat malah lebih menerima karya yang aneh, receh dan “tidak jelas”.

Mulai Viralnya Pantun Ubur-ubur Ikan Lele

Masyarakat lebih tertarik dengan tontonan yang menampilkan kebodohan, joget-joget konyol ataupun hal-hal absurd lainya. Lirik lagu ini juga menyentil situasi viral saat ini yang kerap kali membuat orang-orang mudah mendapatkan ketenaran.

Lagu tersebut menjadi semakin viral setelah lirik “ubur-ubur ikan lele” terucap oleh seorang laki-laki yang kala itu sedang terkena tilang oleh Polisi lalu lintas. Dalam unggahan akun X terlihat seorang Polisi yang serius menulis surat tilang, sedangkan laki-laki tersebut dengan ekspresi santainya berpantun “ubur-ubur ikan lele, kena tilang le”.

Akhiran “le” tersebut yang pada akhirnya menjadi viral. Banyak masyarakat menirukan akhiran “le” setelah menyisipkan ungkapan perasaan  atau situasi yang mereka rasakan. Misalnya “ubur-ubur ikan lele, waktunya belajar relasi mubadalah le”.

Bagaimana Mengubah Budaya Kekonyolan Semacam Ini Di Indonesia?

Sentilan-sentilan dalam lirik lagu tersebut seharusnya menjadikan masyarakat semakin berpikiran logis. Masyarakat harusnya semakin bijak dalam memberikan penilaian terhadap hasil karya yang ada. Karya anak bangsa yang bermuatan positif harusnya mendapatkan apresiasi yang tinggi, misalnya konten-konten edukasi atau yang berdampak positif bagi sosial.

Konten-konten seperti ini yang seharusnya banyak mendapatkan like dan subscribe dan bukan konten-konten receh yang akan membawa kemunduran peradaban.

Jika kita mau peka terhadap apa yang saat ini terjadi dan melakukan perbandingan dengan negara lain dalam memanfaatkan teknologi, kita bisa melihat bagaimana Tiongkok yang memproduksi Tiktok menggunakan media sosial dan aplikasi tersebut.

Penulis mengutip isi konten Podcast unggahan Pijarlife. Dalam podcastnya, Pemerintah Tiongkok telah mem-filter tayangan-tayangan yang layak menjadi konsumsi masyarakat. Pemerintah hanya menampilkan tayangan edukasi yang bertujuan untuk membangun peradaban maju bagi masyarakatnya. Lantas bagaimana dengan Indonesia?

Saat ini masyarakat harusnya sudah semakin bijak. Masyarakat harus mulai menyadari jika kemunduran peradaban bisa terjadi karena mundurnya pendidikan. Bangsa kita akan tertinggal jauh dari bangsa-bangsa maju lainnya jika setiap hari kita mengonsumsi konten-konten yang absurd saja.

Masyarakat harus menyadari bahwa mereka memiliki peran yang besar untuk juga membangun peradaban bangsa. Rasanya percuma jika pemerintah berusaha mengendalikan ini semua dengan membatasi dan memblokir konten-konten absurd, namun masyarakat tetap saja memproduksi dan bahkan mendemo kebijakan tersebut.

Kreatifitas dan kebebasan content creator yang menciptakan konten-konten positif tentu perlu apresiasi yang tinggi, sedangkan kita yang berkedudukan sebagai penikmat karya harusnya bijak untuk menilai.

Kita bisa mengajak masyarakat untuk menolak dan tidak ikut-ikutan mem-viralkan apa-apa yang tidak edukatif dan bermanfaat. Begitu pula pemerintah yang bertugas untuk memberikan kontrol. Semua hanya bisa teratasi jika kita bekerjasama. []

Tags: kontenmedia sosialPantunTrenUbur-ubur Ikan Leleviral
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Seksualitas

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

9 Juli 2025
Tubuh Perempuan

Mengebiri Tubuh Perempuan

9 Juli 2025
Pengalaman Biologis Perempuan

Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

9 Juli 2025
Perjanjian Pernikahan

Perjanjian Pernikahan

8 Juli 2025
Kemanusiaan sebagai

Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

8 Juli 2025
Kodrat Perempuan

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

8 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Tradisional

    Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengebiri Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID