• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Zainab ats-Tsaqafiyah ra: Perempuan yang Menjadi Kepala Keluarga

Perempuan bekerja adalah Islami. Perempuan menjadi kepala keluarga, dengan bertanggung-jawab mencari dan menafkahi, adalah juga syar’i

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
17/09/2022
in Figur
0
Zainab Ats-Tsaqafiyah

Kepala Keluarga

831
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Zainab ats-Tsaqafiyah ra, istri Sahabat besar ahli tafsir, Abdullah bin Mas’ud ra, yang bekerja dan menafkahi seluruh anggota keluarga, suami dan anak-anaknya. Dalam kalimat hadits Sahih Bukhari (no. 1489) dengan jelas disebutkan: “Zainab yang memberi nafkah kepada suaminya dan anak-anaknya.” Dalam hadits tersebut, Zainab ra bertandang ke rumah Rasulullah Saw ingin menanyakan: apakah yang dia lakukan direstui dan memperoleh pahala kebaikan dalam Islam?

Menjadi kepala keluarga adalah soal tanggung-jawab terhadap seluruh anggota keluarga, bukan soal hak keistimewaan yang diperoleh dan dituntut dari mereka. Salah satu yang sering dibicarakan dalam hal ini adalah tanggung-jawab untuk mencari dan memberikan nafkah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan keluarga. Dengan makna demikian, sesungguhnya, sudah ada preseden pada masa Nabi Muhammad Saw lewat kisah Zainab Ats-Tsaqafiyah, dimana perempuan menjadi kepala keluarga.

Ternyata, ketika sampai di rumah Rasulullah Saw, ada satu orang lagi perempuan, yang juga melakukan hal yang sama, memberi nafkah pada keluarga, dan ingin menanyakan hal yang sama, sebagaimana Zainab ats-Tsaqafiyah ra. Dan dengan tegas Rasulullah Saw merestui mereka, dan bahkan menegaskan bahwa perbuatan tersebut memperoleh dua kebaikan. Kebaikan bersedekah dan kebaikan karena bertanggung-jawab terhadap keluarga.

Pelajaran dari Kisah Zainab ats-Tsaqafiyah Perempuan Bekerja

Musnad Ahmad bin Hanbal (no. hadits: 16334) juga meriwayatkan kisah serupa, tentang perempuan yang biasa bekerja membuat sesuatu, menjualnya ke pasar, dan hasilnya dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan jelas, dalam hadits ini disebutkan: untuk menafkahi suaminya dan anak-anaknya. Nabi Muhammad Saw, dalam hal ini, juga mengapresiasi perempuan tersebut, memandangnya sebagai orang yang baik, bertanggung-jawab, dan memperoleh pahala kebaikan dalam Islam.

Hal demikian karena tanggung-jawab terhadap keluarga, seperti mencari dan memberi nafkah, adalah sesuatu yang baik dan diapresiasi Islam seperti yang ditegaskan dalam berbagai hadits Nabi Muhammad Saw (misalnya Sahih Bukhari, no. hadits: 55 dan 56). Apresiasi tersebut ditujukan untuk siapapun yang melakukan hal tersebut, baik laki-laki maupun perempuan. Sebagai orang tua, ayah dan atau ibu, sebagai saudara, atau sebagai anggota masyarakat, atau sebagai institusi sosial, seperti lembaga zakat, atau institusi pemerintah.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Karena yang utama dalam hal ini adalah memenuhi kebutuhan anggota keluarga, pangan, sandang, papan, atau yang lainnya. Kerja-kerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah baik, mulia, dan diapresiasi Islam. Perempuan pada masa Nabi Saw, telah ikut bertandang mengambil peran ini. Sehingga tidak ada alasan agama, sama sekali, untuk melarang, menyalahkan, atau merendahkan perempuan yang bekerja menafkahi keluarga. Sebaliknya, Nabi Saw justru memuji dan mengapresiasi.

Mereka yang melarang dan merendahkan perempuan yang berprofesi tertentu untuk memenuhi kebutuhan keluarga adalah tidak mengindahkan teladan dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Memang, Islam menuntut laki-laki untuk bertanggung-jawab terlebih dahulu, dibanding perempuan, dalam hal mencari dan menafkahi keluarga. Karena secara sosial, mereka lebih mampu, mudah, dan terbuka pada berbagai pekerjaan. Di sisi lain, secara biologis, tidak akan mengalami beban reproduksi, hamil dan melahirkan, akibat ikatan pernikahan.

Namun, tidak berarti, Islam lalu melarang, menyalahkan, merendahkan para perempuan yang secara faktual ikut bertanggung jawab mencari dan memenuhi kebutuhan keluarga. Tidak sama sekali. Karena berbagai ayat dan hadits tentang kebaikan tanggung-jawab pada keluarga, termasuk mencari nafkah untuk keluarga, adalah bersifat umum menyapa laki-laki dan perempuan.

Apalagi ditambah berbagai preseden pada masa Nabi Saw, yaitu para perempuan yang bekerja mencari nafkah keluarga. Artinya, perempuan bekerja adalah Islami. Perempuan menjadi kepala keluarga, dengan bertanggung-jawab mencari dan menafkahi, adalah juga syar’i. Wallahu a’lam. []

Tags: islamKisah Nabiperempuan kepala keluargasejarahZainab ats-Tsaqafiyah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

Jejak Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

1 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version