• Login
  • Register
Minggu, 11 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

5 Prinsip Kehidupan Narasi Gurunda

Kesederhanaan yang harus selalu dijaga, karena kemewahan selalu membawa kita pada kelalaian

Karimah Iffia Rahman Karimah Iffia Rahman
10/12/2020
in Buku, Figur
0
136
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Aku titipkan beberapa hal kepada anak-anak: Pertama, masjid kecil di salah satu sudut kota yang menjadi rumah kedua bagi kami. Kedua, kesederhanaan yang harus selalu dijaga, karena kemewahan selalu membawa kita pada kelalaian. Ketiga, lanjutkan perjuangan Ayah untuk selalu mengabdi pada agama dan bangsa ini. Terakhir, cita-cita Ayah saat tua adalah mengurus pondok, mengajar ngaji anak-anak, dan makan bersama mereka.” Begitulah kiranya blurb pada buku Narasi Gurunda.

Buku yang ditulis oleh Jihan Mawaddah dan dicetak oleh Wadah Baca Masyarakat Sanggar Caraka pada Desember 2019 lalu dan kini telah melalui proses pencetakan yang kedua (ISBN: 978-623-92548-1-0). Buku ini bergenre fiksi yang kisahnya diambil dari kisah nyata perjalanan seorang lelaki yang memulai hidupnya dari titik nadir namun ia mengatasi segala kegetiran hidupnya dengan senjata orang mukmin, yaitu dengan usaha, doa, dan bersabar.

Alasan saya memutuskan untuk membaca buku ini lantaran karena buku ini ditulis oleh sang penulis atas dasar kecintaan pada ayahnya. Ya, kisah hidup lelaki yang ia tulis dalam buku ini adalah kisah perjuangan ayahnya sejak usia dini hingga lanjut usia. Penulis sesungguhnya sedang menuliskan biografi sang ayah. Tetapi ia kemas menjadi sebuah novel dengan 160 halaman yang sangat indah dan rangkaian kata sederhana namun menuntun pada pembaca sebuah cerita yang alurnya menarik untuk terus dibaca hingga selesai.

Melalui buku ini, penulis mengajak pembaca untuk kembali ke masa lalu dan menyaksikan kehidupan yang telah dilalui oleh KH. Ahmad Taufiq Kusuma seorang ayah bagi putra-putrinya, suami yang sholih bagi istrinya, guru, pemimpin, abdi negara dan tokoh besar di Kota Malang yang saat ini masih aktif menjadi pembina, badan pengurus harian di sebuah universitas, wakil ketua MUI Kota Malang, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Malang, dan seorang mudir dari sebuah pondok pesantren.

Ada banyak prinsip kehidupan yang ia amalkan dalam kehidupannya yang patut dicontoh oleh siapapun. Pertama untuk tidak meninggalkan salat malam dan membaca al-Qur’an. Amalan ini ia dapat dari kedua orang tuanya, Mbah Abdullah dan juga KH. Achyat Halimi guru mengajinya di Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin. Amalan ini selalu diamalkan sejak Taufik kecil hingga saat ini karena baginya inilah kunci kesuksesan hidup.

Baca Juga:

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Aurat dalam Islam

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Kedua berbakti kepada orang tua, keluarga, dan sesama. Sejak kecil, Taufik selalu diajarkan untuk berbakti meski kehidupannya tentu tidaklah mudah untuk ia lalui. Namun justru kehidupan yang penuh lika liku inilah yang kemudian membentuknya menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih beradab yang ditunjukannya melalui jiwa sosialnya yang selalu ingin memberi pada yang membutuhkan.

Bahkan kebaktian dan kebaikannya ia berikan pada siapapun tanpa melihat apakah orang tersebut adalah orang yang dekat dengannya ataupun orang yang membencinya. Sikap inilah yang kemudian secara otomatis digugu dan ditiru oleh anak-anaknya karena Taufik dan istrinya dinilai sukses menjadi teladan oleh seluruh putra putrinya.

Ketiga selalu berprinsip untuk bermental pemimpin dan memberikan yang terbaik dalam hidup. Buya Hamka pernah berkata bahwa hidup akan sekedar menjadi sebuah kehidupan apabila tidak dilandasi dengan kebermanfaatan sebagai hakikat manusia dan tugasnya di bumi. Oleh sebab itu, Taufik selain memberikan kebermanfaatan untuk sesamanya, Taufik pun berprinsip lebih baik menjadi kepala ayam daripada menjadi buntut sapi.

Keempat membangun bahtera pernikahan dengan ridho dan relasi kesalingan. Sejak awal berniat untuk menikah, Taufik selalu berhati-hati. Ia meminta ridho, nasihat, dan doa kepada orang tuanya ketika hendak menikah. Begitu pula ketika akan menikahi istrinya, meski ia tahu ada lelaki lain yang diharapkan oleh orang tua Sri untuk menjadi suaminya, tetapi Taufik tidak pantang menyerah dan tetap mencari ridho melalui restu dari calon mertuanya.

Karena ia yakin bahwa pernikahan yang dilandasi oleh sebuah keikhlasan dan keridhoan akan menuntun pernikahan tersebut pada kehidupan yang penuh cinta, ketenangan, dan keberkahan. Taufik bahkan selalu setia menemani dan menjadi suami siaga ketika istrinya hamil, melahirkan, dan menyusui. Ia tidak malu jika harus bergantian menjaga buah hati, menggantikan popok, dan selalu berusaha memberikan nutrisi yang terbaik untuk keluarganya.

Terakhir adalah prinsip bahwa pendidikan adalah sebuah investasi yang mampu merubah hidup seseorang. Meski di sekeliling Taufik ada saudara dan temannya yang memilih bekerja dan tidak melanjutkan pendidikan, namun sejak usia dini Taufik sudah yakin bahwa kelak dengan ilmu ia mampu menjadi seseorang yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Ia tidak pernah lelah sekalipun harus menimba ilmu dan juga membiayai dana pendidikannya secara mandiri.

Masih ada banyak prinsip kehidupan yang patut diteladani dari sosok Taufik pada kisah Narasi Gurunda ini, tetapi akan lebih baik jika kalian membaca dan menemukanannya disetiap halaman novel Narasi Gurunda. Resensi ini ditulis sebagai salam ta’dzim untuk KH. Ahmad Taufik Kusuma yang kisah hidupnya telah menginspirasi siapapun yang membaca Narasi Gurunda. []

Tags: Buku BiografiislamKisah InspiratifpendidikanPondok PesantrenResensi Novel
Karimah Iffia Rahman

Karimah Iffia Rahman

Alumni Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan Kebijakan Publik SGPP Indonesia. Karya pertamanya yang dibukukan ada pada antologi Menyongsong Society 5.0 dan telah menulis lebih dari 5 buku antologi. Founder Ibuku Content Creator (ICC) dan menulis di Iffiarahman.com. Terbuka untuk menerima kerja sama dan korespondensi melalui [email protected].

Terkait Posts

Neng Dara Affiah

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

10 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

Jejak Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

1 Mei 2025
Nyai Nur Rofiah

Nyai Nur Rofiah: Keadilan Hakiki di Tengah Luka Sosial Perempuan

30 April 2025
Jamilah binti Abdullah

Jamilah binti Abdullah: Kisah Perempuan yang Mendampingi Dua Syuhada

27 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bekerja adalah

    Bekerja adalah Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak
  • Bekerja adalah Ibadah
  • Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis
  • Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version