• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Kartini mampu bicara tentang hak-hak kaum perempuan dan emansipasi karena politik Etis telah mengenali perjuangannya.

Lies Marcoes Natsir Lies Marcoes Natsir
10/05/2025
in Personal
0
Membaca Kartini

Membaca Kartini

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Semalam saya ikut diskusi dengan kalangan muda yang dihelat oleh HatiPena yang dipandu Anick HT dengan nara sumber Prof. Nina Nurmila. Saya bukan ahli sejarah, tapi saya pembaca sejarah. Mungkin saya terpengaruh Ismed Natsir, suami saya, pelahap sejarah sosial kritis aliran ‘Pak Ong”.

Membaca Kartini saya pahami dalam keterbatasan bacaan saya sebagai aktivis perempuan. Siapapun yang sadar akan pendidikan perempuan niscara berhutang budi padanya. Mau mengakui atau tidak Kartini adalah pahlawan Pendidikan kaum perempuan.

Satu hal yang menurut saya penting dalam membaca Kartini dan semalam kurang cukup waktu untuk mendiskusikannya adalah membaca Kartini dalam konteks!

Dia berkirim surat dengan teman dan sahabatnya di Belanda. Yakni ketika Pemerintah Jajahan Belanda habis-habisan dikritik oleh kalangan terpelajar dan partai haluan sosialis. Di mana mereka menilai penjajahan itu jahat, kejam, hanya mau menghisap darah rakyat jajahannya demi kekayaan dan kejayaanya sendiri. Ratu Wilhelmina kemudian mendengar kritik itu. Terjadi perubahan, semacam reformasi dalam politik jajahan yang memperhatikan politik etis.

Adalah van Deventer, kita sapa Coen (1857-1915), seorang terpelajar dengan latar belakang pengacara yang merasa sangat malu atas tindakan jahat tak manusiawi di wilayah jajahan di Hindia Belanda. Dia kemudian terkenal sebagai juru bicara politik Etis (balas budi). Dia pun menulis surat kepada pemerintah Belanda tentang nasib kaum jajahannya. Meskipun dia sendiri menikmatinya berkat keahilannya sebagai pengacara para pengusaha.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Dia melakukan riset yang jujur. Karena ia menyaksikan sendiri bagaimana orang bisa dalam waktu hanya 10 tahun sebagai pengusaha swasta perkebunan dan minyak menjadi tambang emas dengan menghisap habis-habisan tenaga buruh.

Melihat Konteks Politik

Dalam konteks politik inilah Kartini di”lahir”kan . Dia menjadi kambing hitam sebagai bukti bahwa feodalisme menjadi penyebab ketertindasan perempuan dan bukan kejahatan politik jajahan. Van Deventer menyanggah itu. Penderitaan kaum Hindia Belanda adalah karena politik jajahan yang jahat dan korup. Mereka membiarkan rakyat jelata tetap bodoh dan miskin.

Deventer kemudian mengajukan tiga gagasan untuk politik Etis. Perbaikan irigasi dan sistem pertaian, edukasi diperluas termasuk bagi kaum perempuan dan transmigrasi atau emigrasi. Dan dalam konteks inilah Kartini menjadi penting.

Namun dasar politik jajahan yang tetap berpikir untuk menghisap jajahannya. Seluluh perubahan ini dimanfaatkan untuk memperkaya diri mereka sendiri. Jalan-jalan kereta yang terbangun mereka manfaatkan sebesar-besarnya untuk mengangkut hasil perkebunan-perkebunan di Jawa dan Sumatera. Yakni dengan memanfaatkan tenaga murah kaum inlader “kaum kowe kowe itu.

Irigasi yang mereka bangun hanya berguna untuk keuntungan sendiri. Politik jajahan membiarkan berlakunya politik “kasta atau kelas” atas nama aturan feodal Jawa dan feodalisme lainnya. Itu dimanfaatkan sebagai hambatan yang tak dapat teratasi. Padahal mereka menikmati feodalisme itu dengan tetap memelihara jongos dan baboe-baboe serta kaum budak.

Politik Etis

Abdul Moeis, dalam tulisan Ismed untuk Prisma berkisah betapa bencinya dia kepada ayahnya. Seorang Laras (Lareh) yang mempertontonkan berapa anak-anak sang Lareh itu patuh padanya. Apapun yang dia perintahkan untuk sekadar membuktikan kepatuhan kepada Penjajah.

Moeis yang baru habis mandi dengan celana putih karena kedatangan tamu diminta oleh ayahnya untuk duduk di atas telepong/tai kebo. Sang Penjajah itu tertawa terpingkal-pingkal! Moeis begitu marah. Betapa jajahan telah membuat ayahnya dan orang-orang yang menjadi pangreh tunduk patuh bongkokan pada para penguasa Belanda itu hingga kehilangan kemanusiaannya!

Membaca Kartini tanpa konteks politik menurut saya hanya membuat kita terheran-heran, karena seperti melihat Kartini jatuh dari kayangan. Sesuatu yang seolah-olah lahir sekonyong-konyong. Kartini mampu bicara tentang hak-hak kaum perempuan dan emansipasi karena politik Etis telah mengenali perjuangannya.

Namun politik Etis telah tertelikung oleh mereka yang meyakini bahwa feodalisme dapat mengamankan pergerakan kaum perempuan. Dan mereka menikmatinya karena mereka bisa memelihara gundik gundik, kaum kowe-kowe, baboe-baboe , nyai-nyai tanpa harus menimbang dan memenuhi haknya sebagai manusia! []

Tags: BelandaFeodalismeIndonesiaMembaca KartiniMerebut TafsirPolitik Etissejarah
Lies Marcoes Natsir

Lies Marcoes Natsir

Peneliti senior pada Kreasi Prasasti Perdamaian. Bisa dihubungi melalui [email protected]

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version