• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Hal-hal yang Perlu Dicatat Jika Ingin Pernikahan Bahagia

Berdasarkan prinsip-prinsip pernikahan di atas oleh Bu Nyai Yulianti kembali menegaskan dan meringkas antara lain taaruf, khitbah, perjanjian pernikahan, taqlid talak dan akad.

Ainul Luthfia Al Firda Ainul Luthfia Al Firda
21/04/2021
in Keluarga
0
Pernikahan

Pernikahan

225
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mengutip perkataan Kiai Faqih dalam pembukaan ngaji Manba’ussa’adah menjelaskan bahwa pernikahan menjadi bagian dari kebahagian dan oleh sebab itu sebagi insan kita wajib mempersiapkannya sebaik mungkin. Pada pertemuan ke empat ini kajian Manba’ussa’adah menjelaskan secara eksplisit tentang bekal serta persiapan pernikahan.

Pernikahan perlu diartikan sebagai media kebahagiaan yang bernilai pahala jika dilakukan dengan kerelaan antar pasangan. Bu Nyai Yulianti menegaskan bahwasanya dalam pernikahan bukanlah praktik transaksi antara tiga laki-laki di meja akad. Perspektif beliau ini mencoba menegaskan bahwa wacana pernikahan itu harus menghadirkan ridho bi ridho antara perempuan, laki-laki dan keluarga kedua mempelai.

Di dalam kitab Manba’ussa’adah membagi prinsip pernikahan menjadi 5 poin, adapun point pertama menjelaskan bahwa pernikahan harus bermuara pada kemaslahatan. Hal ini terkandung dalam Quran Surah An-Nur ayat 32- 33 tentang perintah untuk menikahkan pemuda-pemudi yang masih bujang, namun dalam ayat ini juga menegaskan jika belum mampu untuk menikah dianjurkan untuk menjaga kesuciannya hingga ia mampu.

Kedua, pernikahan seperti dua mata sisi uang. Dalam kitab ini Kiai Faqih juga mewanti-wanti bahwa pernikahan bisa jadi maslahah bisa juga menimbulkan mafsadat. Oleh sebab itu perlu digaris bawahi perlakuan dalam pernikahan haruslah maslahah contohnya kesenangan hasrat biologis yang dilakukan dengan ma’ruf yaitu ridho dan iklhas.

Pada point ini tentang hubungan seksual itu seperti halnya makanan dimana semua makhluk itu membutuhkannya. Oleh sebab itu dalam berhubungan biologis atau hubungan seksual harus dilakukan dengan makruf yakni ikhlas dan ridho. Adapun pernikahan juga dapat menimbulkan mafsadat yang apabila pernikahan ini dilandaskan atas kontrol tubuh pasangan, mendzolimi pasangan, eksploitasi pasangan dan membatasi ruang gerak pasangan secara tidak wajar.

Baca Juga:

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Perjanjian Pernikahan

Ketiga, Muqoddimah Pernikahan. Dalam memulai pernikahan sebaiknya dilandasi atas moralitas taqwa yang diwujudkan dengan rasa takut kepada Allah. Selain itu dalam mencari pasangan sebaiknya mencari yang sekufu’ yaitu dilihat berdasarkan bebet, bibit, bobot. Sekufu’ menurut Bu Nyai Yulianti adalah perspektif yang sama, misalnya pemahaman mendasar atas konsep keluarga dimana adanya keterikatan pemahaman yang sama, tidak mendominasi, tidak mendiskriminasi, dan saling memanusiakan.

Pentingnya sekufu’ dalam pernikahan ini mempermudah pasangan untuk menapaki bahtera keluarga dan akan sulit jika tidak memilki perspektif yang sama, ketimpangan perspektif dan memiliki pemahaman yang kaku dan tidak menjadikan pasangan sebagai manusia.

Keempat, Ridho dan Ikhlas. Mengapa pernikahan itu harus dilandasi ridho dan ikhlas? Pernikahan sendiri merupakan perjalanan yang panjang dan pasangan suami istri sama-sama berangkat pada hal baru, artinya pasangan suami istri ini hanya mengetahui hanya sebatas kepribadian pasangan, oleh sebab itu penting untuk diterapkan sebelum berlangsungnya akad seorang pasangan suami istri harus ditanya apakah mereka sama-sama ikhlas dan ridho untuk menikah, hal ini juga berlaku bagi keluarga mempelai. Pernikahan yang baik ialah pernikahan yang tidak dilandasi atas paksaan dan intimidasi melainkan dilandasi atas kerelaan kedua belah pihak.

Kelima, mubadalah. Di dalam kitab ini banyak menjelaskan bahwa prinsip bermuamalah itu harus berasaskan pada sifat-sifat mubadalah. Contoh singkatnya ialah memberikan apresiasi atas pencapaian pasangan, anak dan anggota keluarga lainnya. Pentingnya memberikan apresiasi kepada satu sama lain dapat menumbuhkan cinta pada pasangan dan keluarga setiap harinya. Memberikan pujian dan evaluasi setiap harinya pada pasangan atau keluarga dapat memberi kemajuan pada pencapaiannya keluarga.

Berdasarkan prinsip-prinsip pernikahan di atas oleh Bu Nyai Yulianti kembali menegaskan dan meringkas antara lain taaruf, khitbah, perjanjian pernikahan, taqlid talak dan akad. Tujuan pernikahan bukan satu-satunya tentang biologis melainkan kesempurnaan pernikahan dalam Islam ialah sakinah mawadah wa rohmah.  Ta’aruf dalam pernikahan berbicara tentang keluarga salah satunya pola pengasuhan anak, pendidikan, kesehatan  yang mana hal-hal seperti ini perlu dibahas sebelum pernikahan dalam keadaan sadar. Karena, hal-hal tersebut kemungkinan besar akan terjadi pasca pernikahan.

Kemudian perihal khitbah, pada point khitbah ini berbicara lebih intens tentang persoalan kesehatan reproduksi seperti persoalan keturunan. Reproduksi di sini tidak hanya berbicara masalah hamil, melahirkan dan menyusui melainkan berbicara tentang kesehatan reproduksi secara luas yang mencakup masalah fisik, sosial, agama dan budaya.

Selanjutnya masalah perjanjian pernikahan dimana kesepakatan bersama tentang tidak adanya poligami dan tidak selingkuh dan tidak adanya kekerasan dalam rumah tangga. Apabila perjanjian ini dilanggar maka  boleh adanya talaq yang disetujui oleh keputusan hakim. Kemudian, akad, di dalam akad perlu dihadirkan seorang mempelai perempuan agar tidak terjadi transaksi antara laki-laki dengan laki-laki sebab pernikahan bukan semata-mata transaksi bisnis. Akad dalam Fiqh perlu menghadirkan perempuan sebagai subjek yang mandiri sehingga janji pernikahannya perlu disaksikan oleh dirinya.

Berdasarkan penjelasan singkat di atas perlu digaris bawahi bahwa pernikahan adalah proses panjang. Oleh sebab itu hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan pernikahan perlu disiapkan dengan adanya persamaan perspektif, pandangan pernikahan bukan hanya tentang masalah biologis melainkan lingkup yang besar dan luas, pernikahan harus dilandaskan atas sikap-sikap ketaatan pada Allah. Terimakasih. []

Tags: Fiqih KeluargaKelas Intensif RamadanMubadalahperkawinanpernikahanRelasi
Ainul Luthfia Al Firda

Ainul Luthfia Al Firda

Ainul Luthfia Al Firda Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Focus pada kajian-kajian agama dan sosial

Terkait Posts

Relasi Imam-Makmum

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

9 Juli 2025
Jiwa Inklusif

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

8 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID