Mubadalahnews.com,- Kegiatan Majelis Mubadalah ke-23 dilaksanakan di kampus STKIP PGRI Sumenep Jawa Timur, Sabtu (13/4). Majelis Mubadalah bertajuk tafsir progresif untuk keadilan gender dalam Islam itu mendapatkan respon luar biasa dari peserta.
Majelis Mubadalah ke-23 tersebut menghadirkan penulis buku Qira’ah Mubadalah, Faqihuddin Abdul Kadir dan Dosen STKIP PGRI Sumenep sekaligus Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep, Mohammad Suhaidi, M.Th.I. Sementara untuk moderatornya dari Kaprodi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumenep, Rusmiyati, M.Pd.
Dosen STKIP PGRI Sumenep, Suhaidi mengaku bangga dengan terbitnya buku Qira’ah Mubadalah. Karena ia sendiri intens mengkaji tentang relasi lelaki dan perempuan, baik konteks personal maupun sosial.
“Islam diturunkan di muka bumi sebagai rahmat bagi laki-laki dan perempuan, dan buku ini mendialogkan nasib laki-laki dan perempuan,” kata Suhaidi.
Sementara itu, penulis buku, Faqih menjelaskan, shalawat keadilan itu telah dibuat sejak 11 tahun yang lalu, dan telah menjadi inspirasi terbitnya buku Qiraah Mubadalah. Sedangkan makna dari mubadalah sendiri adalah kesalingan, yang artinya cara pandang terhadap diri dan orang lain.
“Keadilan di dunia tidak disebut adil jika tidak adil bagi lelaki dan perempuan. Kemaslahatan dan kebahagiaan tidak disebut maslahat dan bahagia jika tidak membahagiakan dan memberi maslahat bagi lelaki dan perempuan,” terangnya.
Untuk memudahkan memahami buku Qira’ah Mubadalah setebal 416 halaman itu, kata Faqih, makna shalawat keadilan merupakan intisari dari buku tersebut. Yakni bagaimana merubah cara pandang terhadap orang lain, atau sesuatu yang lain. Sehingga bisa menjadi dasar untuk mempelajari mubadalah.
“Maka penting sekali meyakini bahwa lelaki dan perempuan itu manusia yang diciptakan dari unsur yang sama. Perempuan ada untuk melayani lelaki, lelaki ada untuk melayani umat. Lalu perempuan dapat apa. Zonk, nggak dapat apa-apa,” tanya dia.
Jadi kalau perempuan melayani suami, kata Faqih, dari mana perempuan bisa mendapatkan kebahagiaan. Masa dari mesin cuci, televisi, atau mencari dari benda lainnya. “Kan kalau begitu tidak mubadalah, dan tidak ada kesalingan antar suami istri. Lalu bagaimana seharusnya,” ucapnya.
Faqih menjawab bahwa jika ada perempuan ada untuk lelaki, maka lelaki pun harus hadir bagi perempuan, karena keduanya adalah manusia. “Sehingga ketika ada satu orang yang merendahkan orang lainnya, maka sesungguhnya ia sedang merendahkan dirinya sendiri,” pungkasnya. (ZAHRA)