Mubadalah.Id– Hubungan anak dengan orang tua adalah hubungan orang yang melahirkan dengan yang dilahirkan, hubungan orang yang merawat dengan yang dirawat, hubungan orang yang mendidik dengan yang dididik, dan hubungan yang lebih tua dengan yang lebih muda. Lantas bagaimana hubungan antara orang tua dan anak?
Dalam bagaimana hubungan antara orang tua dan anak? Kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Hak dan kewajiban ibarat dua sisi dari koin mata uang, berbeda tapi tak bisa dipisahkan. Berikut adalah 3 konsep dasar hak dan kewajiban antara orang tua dan anak:
Pertama, kewajiban orang tua adalah menyayangi anaknya, sementara haknya adalah memperoleh penghormatan dari anaknya. Sebaliknya, kewajiban anak adalah menghormati orang tuanya, dan haknya adalah memperoleh kasih sayang dari orang tuanya.
Salah satu bentuk penghormatan anak terhadap orang tua adalah mentaati perintah-perintahnya sejauh tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah. Sementara kedua orang tua sebagai pihak yang lebih tua harus menunjukkan kasih sayangnya kepada anak sebagai pihak yang lebih muda.
Kedua, mendahulukan pelaksanaan kewajiban ketimbang memperoleh hak. Hak dan kewajiban itu bersifat timbal balik, resiprokal. Oleh karenanya, kedua belah pihak mestinya tidak saling menunggu, malah harus proaktif melaksanakan kewajiban agar memperoleh hak.
Orang tua sudah semestinya menyayangi anaknya dengan segala perilaku, tutur kata, termasuk dalam memerintahkan anaknya. Suatu perintah harus dilandasi kasih sayang, bukan amarah dan kebencian, sehingga cenderung bersifat eksploitatif. Begitu juga anak, seharusnya ia menghormati dan memuliakan orang tuanya dengan ketulus-ikhlasan, bukan keterpaksaan.
Ketiga, perintah orang tua yang harus ditaati adalah perintah yang tidak menyengsarakan atau mencederai hak-hak kemanusiaan anak. Jika si anak merasa disengsarakan dengan perintah tersebut, maka ia berhak untuk menolak. Misalnya, dalam kasus pernikahan yang menyebabkan perselisihan antara anak dan orang tua.
Orang tua memaksa si anak menikah dengan calon pilihan mereka, sementara si anak tidak bersedia atau sudah memiliki calon pendamping hidupnya sendiri. Sekalipun orang tua terus memaksa, anak tidak diwajibkan untuk mengikuti kemauan orang tua.
Lebih-lebih lagi, jika orang tua melakukan pemaksaan terhadap anak yang jelas-jelas mencederai kemanusiaan si anak, seperti menjual anak kepada pihak lain untuk dipekerjakan secara tidak manusiawi, dipekerjakan di daerah rawan dan berbahaya, atau dijadikan pelacur.
Demikianlah, kasih sayang dan penghormatan harus dilakukan secara timbal balik. Barangkali, anak durhaka tidak akan pernah ada, jika anak sejak kecil selalu hidup dalam kasih sayang.
Orang tua durhaka juga tidak akan pernah ada, jika sejak masa kecilnya selalu memperoleh kasih sayang, dan selalu memperoleh penghormatan dan kemuliaan dari anak-anaknya. Keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan penghormatan satu sama lain adalah keluarga bahagia yang digambarkan al-Qur’ân dalam Surat ar-Rûm, yakni keluarga yang sakînah, mawaddah, dan rahmah. [NR]
Sumber: Fiqh Anti Trafiking (Fahmina Institute, 2006)