• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Bagaimana Sikap Orang Tua Jika Anak Menjadi Korban Bullying?

Sebelum memberikan reaksi, sebagai seorang ibu saya mencari informasi apakah yang menimpa anak saya termasuk tindakan bullying ataukah bukan

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
01/03/2023
in Keluarga
0
Korban Bullying

Korban Bullying

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa hari yang lalu, saya cukup merasa emosi, dan sakit hati ketika mendengar curhatan anak laki-laki saya yang berusia 6,5 tahun menjadi korban bullying. Di usianya yang masih sangat belia, ia menyatakan ketidaknyamanan atas komentar orang-orang disekelilingnya. Kebetulan, ia memiliki postur tubuh yang kurus tinggi. Sehingga sering mendapat komentar atas postur tubuhnya yang kurus tersebut.

Sebenarnya hal itu bukan pertama kali ia dengar, apalagi saya selaku ibunya. Komentar lebih pedas yang tertuju ke saya sebagai ibunya juga sering terlontar dari berbagai pihak. Tentang ibu yang tidak mengurus anak karena sibuk bekerja, tentang ibu yang tidak mengatur pola makan anak, tentang ibu yang lebih peduli pada diri sendiri, dan masih banyak lagi. Disampaikan dengan nada menghakimi maupun bercanda, toh nyatanya komentar tersebut tetap saja menyakitkan bagi yang mendengar, tapi tidak dengan yang berbicara.

Namun rasa sakit kali ini berbeda, karena anak sudah menyampaikan perasaannya. Ia mengaku sedih dan ingin punya badan gemuk. Padahal ia memiliki nafsu makan yang bagus, dan termasuk anak yang tidak pemilih makanan. Dia merasa bersalah, karena sering mendengar ibunya juga sering disalahkan. Bagi sebagian orang, mungkin reaksi saya terlihat berlebihan. Tapi bagi saya, ketika anak sudah mengungkapkan perasaannya artinya ia benar-benar merasa terganggu. Lantas apa yang harus orang tua lakukan ketika anak menjadi korban bullying?

Pahami Dulu Apakah itu Bullying atau Bukan?

Sebelum memberikan reaksi, sebagai seorang ibu saya mencari informasi apakah yang menimpa anak saya termasuk tindakan bullying ataukah bukan. Berdasarkan informasi dari UNICEF, bullying adalah sebuah pola perilaku bukan kejadian yang berulang. Pola perilaku yang dilakukan oleh mereka yang memiliki relasi kuasa baik dari segi usia, maupun posisi. Sedangkan korbannya terdiri dari berbagai kelompok salah satunya anak-anak dengan penampilan atau ukuran tubuh yang berbeda.

Maka untuk memastikan apakah itu bullying atau bukan, saya gali informasi siapa pihak yang sering melontarkan komentar tersebut pada anak. Saya gali pula, perkataan apa yang paling teringat dan paling menyakitkan. Ternyata benar, komentar tersebut lahir dari sebuah pola perilaku dari mereka yang memiliki relasi kuasa. Dan yang paling menyakitkan baginya adalah ketika komentar tersebut terkaitkan dengan posisiku sebagai ibunya. Ia merasa bahwa ibu yang ia kenal, tidak seperti ibu yang mereka sangkakan. Namun ia tidak punya kekuatan untuk melawan.

Baca Juga:

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Ketika Patung Molly Malone Pun Jadi Korban Pelecehan

Lantas Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua?

Ada banyak hal yang harus segera orang tua lakukan ketika mengetahui anak kita menjadi korban bullying.

Pertama, mendengarkan curhatan anak dan tidak menghakimi. Ketika anak memutuskan untuk bercerita, artinya ia sudah berada di titik jenuh. Maka yang harus kita lakukan pertama kali adalah mendengarkan ceritanya hingga selesai. Tidak memaksa anak menyebutkan nama pelaku jika ia tidak nyaman. Tidak pula memotong dan mencari-cari kesalahan. Ketika anak selesai mengungkapkan perasaannya, kuatkan anak dengan menyampaikan bahwa ia tidak bersalah. Menjadi kurus bukan kesalahannya. Pun jika ibunya orang lain menyalahkannya juga bukan karena kesalahannya sebagai anak.

Kedua, membangun kepercayaan diri anak. Karena mengetahui posisi anak sedang tidak nyaman dan tidak menyukai fisiknya yang kurus, maka yang kita lakukan adalah membangun kepercayaan diri anak. Saya dan suami selaku orang tua terus menyampaikan kepada anak bahwa pola makannya saat ini sudah bagus. Adapun menjadi gemuk atau tidak itu karena berbagai faktor.

Kami sampaikan juga bahwa nutrisi dari makanan bisa tersalurkan ke tubuh seutuhnya dan jadi lemak kemudian menjadikan tubuh anak gemuk. Namun ada juga nutrisi yang terserap oleh otak, sehingga anak bisa lebih cerdas namun mungkin saja tubuhnya kurus. Sehingga kurus maupun gemuk badan seseorang, harus tetap mencintai tubuhnya. Ketika kita mencintai tubuh, maka akan banyak energi positif dan bisa mempermudah aktifitas sehari-hari.

Ketiga, menjadi support system anak. Kami selaku orang tua memang membiasakan untuk selalu mengajak anak berbicara termasuk melibatkannya dalam pengambilan keputusan. Maka meskipun masih usia anak, namun ia sudah mengenal bagaimana bernegosiasi. Misal ketika orang tua harus bekerja keluar kota untuk beberapa hari, ia akan menyampaikan apa keinginannya setelah orang tua kembali bekerja dari luar kota.

Seperti meminta mengunjungi lokasi tertentu, membeli mainan, baju atau keperluan sekolah yang ia suka. Tentunya tidak semua kita turuti, namun akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan.

Diwaspadai dan Segera Menemukan Solusi

Karena sudah terbiasa mengungkapkan perasaan, maka ketika anak mengalami bullying dan merasa tidak nyaman ia tidak sungkan menyampaikan kepada orang tua. Orang tua tidak harus menanggapi dengan reaktif misalkan dengan mendatangi satu persatu pihak yang mengomentari. Atau secara membabibuta melampiaskan amarah dan memaki di sosial media. Karena itu tidak akan memutus rantai bullying dan akan menimbulkan kekerasan lanjutan.

Yang perlu kita lakukan adalah meyakinkan anak bahwa orang tuanya akan selalu berada di sisinya ketika ia merasa tidak nyaman. Orang tua akan berada di pihaknya dan tidak akan mempermalukannya. Sebagai support system, orang tua juga memberi tahu langkah apa yang harus ia lakukan ketika ada orang yang berkomentar dengan ujaran serupa.

Bullying memiliki dua dampak besar yaitu dampak jangka panjang dan jangka pendek. Jika orang tua menganggap dampak bullying akan selesai seiring dengan perkembagan usia, maka itu salah besar. Bisa jadi anak akan terlihat baik-baik saja namun rapuh secara mental dan psikologis. Maka sebagai orang tua, harus bisa mengambil sikap (dengan cara dewasa tentunya) jika melihat tanda-tanda anak menjadi korban bullying. []

 

 

 

 

 

Tags: anakbullyingkeluargakorbanParenting Islami
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID