Mubadalah.id – Hingga saat ini, belum ada definisi mutlak untuk menggambarkan Child Grooming. Penjelasannya terus berkembang dan bervariasi menyesuaikan penggunaan istilah tersebut dalam hal serupa. Bahkan, sekarang Child Grooming termasuk tindakan kriminal karena merugikan orang lain. Dalam LM Psikologi UGM, Child Grooming dinilai sebagai proses yang seseorang lakukan untuk mempersiapkan anak, remaja, dan lingkungan tertentu. Hingga kemudian terjadi tindak pelecehan terhadap orang tersebut.
Child Grooming bersifat kompleks karena di dalamnya terdapat aktivitas pelaku untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan hubungan emosional terhadap anak atau remaja sehingga dapat memanipulasi, mengeksploitasi, dan melecehkan mereka.
Pelaku Child Grooming sangat mahir dalam melancarkan kejahatannya untuk memenuhi hasrat seksualnya. Awalnya, pelaku akan mengidentifikasi dan menargetkan korban yang ia incar. Kemudian mencari tahu ketertarikan dan kelemahan target. Setelah informasi terkumpul, pelaku akan mencari celah agar bisa menjalin komunikasi dengan target. Baik melalui media sosial atau terlibat dalam komunitasnya secara langsung. Selanjutnya pelaku akan memanipulasi target dengan memenuhi kebutuhan emosi dan fisiknya.
Memang, Child Grooming bisa dilakukan terhadap siapa saja. Namun, seringnya Child Grooming menyasar pada anak dan perempuan yang ia anggap lemah sehingga akan mudah baginya memanipulasi dan mengeksploitasi. Maksudnya anak dalam pernyataan tersebut adalah sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan”.
Penyalahgunaan Teknologi Digital
Ada penyalahgunaan Kemajuan teknologi para predator seksual untuk melancarkan usahanya dalam memenuhi penyimpangan seksual. Pada dasarnya, hubungan seksual menjadi tujuan akhir dari setiap pelaku. Media sosial sangat efektif untuk menggring korban masuk ke dalam perangkapnya. Tidak sedikit pelaku yang mengaku seumuran dengan korban dan menghiasi profilnya dengan identitas yang sangat naif. Namun, ada juga beberapa korban yang secara sadar bahwa ia sedang menjalin komunikasi dengan orang dewasa.
Kasus online grooming yang tercatat dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2021 adalah sebanyak 307 kasus. Akhir-akhir ini penggunaan fitur chat dalam game online para pelaku manfaatkan untuk berkenalan dengan korban. Mereka tahu, bahwa game online ini penggunanya dominan anak-ana. Maka fakta ini, seakan menjadi ladang baginya mencari target seksual. Korban akan ia ajak chattingan bahkan video call.
Ironisnya, dalam aktivitas video call tersebut pelaku meminta korban melakukan aktivitas seksual yang kemudian ia rekam dan menjadi alat untuk mengancam korban agar mau mengikuti keinginan pelaku. Seperti berhubungan seksual secara berulang.
Biasanya, tindakan Child Grooming akan bersifat tertutup sehingga memaksa korban untuk merahasiakannya dari orang tua maupun keluarga. Banyak sekali tipu muslihat pelaku untuk memanipulasi korban. Berawal dari pemberian pujian sehingga korban merasa dicintai yang berlanjut mengiming-imingi korban dengan sesuatu yang ia sukai Semua itu terpola untuk mengarahkan korban pada rasa takut kehilangan dan bersedia melakukan apapun untuk membalas kebaikan pelaku.
Pentingnya Edukasi Seks bagi Anak
Tindakan Child Grooming dapat terjadi dalam lingkungan orang yang baru korban kenal, status pacaran, bahkan keluarga. Karena memang Child Grooming tidak terbatas oleh status apapun. Bahkan hubungan keluarga yang seharusnya memberikan rasa aman justru menjadi kesempatan dalam kesempitan bagi pelaku. Pelecehan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga disebut dengan incest yang biasanya korban diancam untuk bungkam.
Sangat mengerikan jika melihat dan mendengar berita tentang pelecehan seksual yang berseliweran di media sosial. Oleh karena itu, penting bagi keluarga khususnya orang tua memberikan pendidikan seksual terhadap anak-anaknya. Dalam masyarakat, pendidikan seksual ini anggapannya masih tabu untuk kita bahas. Akibatnya, anak tidak paham bahwa yang terjadi pada dirinya terdapat indikasi kekerasan seksual.
Anak perempuan harus kita beri pemahaman untuk menjaga diri dan melarang siapapun untuk berlaku tidak senonoh terhadap otoritas tubuhnya. Anak laki-laki pun memiliki keharusan untuk kita didik bagaimana cara mengendalikan hawa nafsunya, dan mampu menghormati orang lain sebagai manusia.
Maka sangat tidak kita benarkan untuk melihat orang lain lebih rendah darinya, sehingga ia bebas melakukan apa saja yang ia inginkan terhadap orang yang dianggapnya lemah tersebut. Banyak sekali edukasi seksual yang bisa kita ajarkan kepada anak dan masyarakat secara luas. Di sinilah pentingnya membekali diri dengan ilmu sebelum menjadi orang tua. []