• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Keseimbangan Laki-laki dan Perempuan dalam Pandangan Imam Nawawi

Laki-laki dan perempuan pada ayat ini tergambarkan sebagai makhluk yang seimbang dalam konteks keduanya berpotensi untuk salah, juga berpotensi untuk benar

Wiwin SA Rohmawati Wiwin SA Rohmawati
29/04/2023
in Personal
0
Keseimbangan Laki-laki dan Perempuan

Keseimbangan Laki-laki dan Perempuan

722
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya. Yakni, mengenai kajian terhadap Surat Al Baqarah ayat 35-36 yang ada di dalam Kitab Tafsir Marah Labid karya Muhammad Nawawi Albantani. Kajian ini diampu oleh Ahmad Rafiq, Ph.D di acara Ngaji Kitab di Mardliyyah Islamic Center, UGM.

Pada ayat sebelumnya (ayat 31-34) Imam Nawawi menjelaskan bahwa dari sisi kuantitas, betapa sangat kecilnya kedudukan manusia di hadapan makhluk lain di alam semesta ini. Jika manusia menyadari posisinya, maka tidak ada alasan dan sangat tidak layak bersikap dan berprilaku takabbur.

Selanjutnya, Allah menyebut posisi Adam sebagai manusia yang mendapat karuniai pasangan. Di mana Allah memberikan batasan kepada mereka. Batasan tersebut, menurut Rafiq yang justru berfungsi untuk menjaga kemuliaan manusia itu sendiri.

Di dalam surat al-Baqarah ayat 35-36 Allah berfirman: “Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”

Lalu keduanya syaitan gelincirkan dari surga itu, dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”.

Baca Juga:

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Prasangka Pada Ayat yang Dianggap Misoginis

Menurut Rafiq, ayat-ayat di atas sangat jarang tersentuh oleh para pegiat isu perempuan. Karena ayat-ayat tersebut terlanjur kita prasangkai sebagai ayat yang misoginis. Di mana sering mufassir kita gunakan untuk melegitimasi bahwa Hawa-lah yang menjadi penyebab Adam terusir dari surga. Misalnya, Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini mengutip sebagian cerita Israiliyat (kisah-kisah yang merujuk pada ingatan-ingatan orang Bani Israil).

Di mana ia mengisahkan bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam. Lalu yang Iblis goda itu adalah Hawa. Karena nafsunya lebih tinggi dari Adam, maka Hawa tergoda dan kemudian Hawa membujuk Adam untuk memakan buah khuldi yang terlarang itu.

Model penafsiran misoginis yang berdasar pada kisah-kisah Israiliyat seperti yang terjadi pada ayat di atas kerap kali memojokkan perempuan. Perempuan dianggap sebagai sumber masalah. Jadi kalau laki-laki tergoda, maka perempuanlah yang pasti menggodanya.

Sebagaimana Adam yang tergoda oleh Hawa. Padahal realitasnya tidak jarang laki-laki yang menggoda perempuan. Penafsiran seperti itu sangat bias gender, misoginis, dan menempatkan perempuan pada posisi yang salah. Hal tersebut memunculkan keyakinan bahwa penyebab utama dari problem kemanusiaan itu adalah perempuan. Adam terusir dari surga karena godaan Hawa.

Bahwa yang selalu tersoroti adalah Hawa sebagai perempuan yang kemudian menggoda Adam yang seorang laki-laki. Perempuan sejak awal kita anggap sudah berdosa sehingga ia pantas untuk kita hukum dengan berbagai stigma yang menempel kepadanya. Stigma-stigma tersebut semakin mendapatkan legitimasinya dengan sebuah hadits yang populer. Di mana sebagian besar penduduk neraka kelak adalah perempuan. Perempuan kita pandang sebagai sumber fitnah, sehingga wajar ia menjadi penduduk neraka terbanyak.

Penafsiran Imam Nawawi

Imam Nawawi menafsirkan kedua ayat ini secara berbeda. Ia konsisten mengikuti struktur ayat ini. Di mana semuanya menggunakan dhamir mutsanna (mengacu pada keduanya yaitu Adam dan Hawa). Mulai dari bunyi ayat di awal “Wakulna ya adamuskun anta wa zaujukal jannah, wa kula minha,” sampai pada lafadz “fa azallahuma asysyaitan” Di mana maknanya menggelincirkan keduanya. Dengan demikian, godaan itu datang kepada keduanya, dan keduanya sama-sama tergoda. Hingga  kemudian keduanya tergelincirkan secara bersama.

Laki-laki dan perempuan pada ayat ini tergambarkan sebagai makhluk yang seimbang dalam konteks keduanya berpotensi untuk salah, juga berpotensi untuk benar. Untuk memperkuat argumentasinya, Imam Nawawi mencuplik Surat Al-A’raf [07] ayat 20 yang artinya “Mengapa Tuhan kalian itu melarang kalian berdua untuk memakan buah ini, itu agar supaya kalian tidak berubah menjadi malaikat.”

Inilah bentuk godaan syaitan yang tertuju kepada Adam dan Hawa. Di sini Imam Nawawi tidak menggunakan riwayat Israiliyat yang relatif menyudutkan perempuan seperti contoh di awal.

Keseimbangan laki-laki dan perempuan, sebagaimana posisi Adam dan Hawa tersebut berlanjut sampai mereka tinggal di bumi, yang tersirat dalam bagian akhir ayat ke 36, “dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”

Mereka berdua mendapatkan mandat dari Allah sebagai khalifah. Dalam hal ini Imam Nawawi memberi tekanan pada kedzaliman dan kesalahan yang manusia lakukan. Bukan pada masalah gendernya. Dengan demikian, tafsir yang populer dan cenderung misoginis itu terbantahkan oleh tafsir ini. (17, habis). []

*) Artikel yang sama telah terbit di Times Indonesia, pada 18 April 2023 dengan “Keseimbangan Laki-laki dan Perempuan Menurut ImamNawawi” 

Tags: Imam NawawiKeseimbanganKitab Tafsir Marah Labidlaki-lakiperempuan
Wiwin SA Rohmawati

Wiwin SA Rohmawati

Direktur Direktorat Gender Equality and Social Inclusion, UNU Yogyakarta.

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ancaman Intoleransi

    Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bekerja itu Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Malu Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID