• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengenal Fikih Perempuan Modern Asghar Ali Engineer

Pemikiran Asghar Ali Engineer mengenai fikih perempuan modern dapat terbilang berbeda dengan ajaran fikih klasik yang tekstualis.

M. Daviq Nuruzzuhal M. Daviq Nuruzzuhal
23/09/2023
in Personal
0
Fikih Perempuan Modern

Fikih Perempuan Modern

985
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dominasi fikih perempuan bernuasa patriarki terhadap fikih perempuan modern yang ada di masyarakat turut mewarnai langgengnya penderitaan perempuan. Parahnya lagi, ekspansi kapitalis yang kian menggurita merekrut tenaga kerja perempuan, membuat perempuan menengah ke bawah terpaksa bekerja dan mengurus keluarga.

Stigma second sex bagi perempuan masih berlaku hingga saat ini. Terutama masyarakat pedesaan dengan basis budaya feodal serta pemahaman fikih perempuan yang masih bersifat tekstual. Beban ganda (double burden) perempuan seperti pemandangan normal bagi masyarakat tradisional. Bukan hanya lingkungan si perempuan saja yang patriarkal, tetapi si perempuan sendiri juga menganggap lumrah dan turut melestarikan budaya tersebut.

Yakni dengan dalih taat suami dan jaminan surga. Atas dasar inilah Ashgar Ali Engineer, pemikir keagamaan India menafsirkan ulang dalam fikih perempuan modern melalui nash-nash tentang perempuan berdasar kebudayaan kontemporer.

Sekilas tentang Asghar Ali Engineer

Asghar Ali Engineer lahir di India pada 10 Maret 1940. Suasana pada masa kelahirannya diwarnai ketegangan sosio-politik India. Salah satunya adanya perebutan kursi kekuasaan antara kelompok muslim dan kelompok Hindu sebagai akibat keberhasilan penjajah Inggris melakukan fragmentasi antar kelompok agama.

Adanya rasa saling curiga antar dan kesalahpahaman kelompok agama juga semakin melebarkan jurang pemisah antara mereka untuk mencapai perdamaian. Perseteruan ini kemudian memunculkan pecahnya India menjadi dua bagian.  Berdiri negara bernama Pakistan yang Islam pada 14 Agustus 1941 kemudian India yang Hindu pada 14 Agustus 1947.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan

Dengan realitas sosial yang demikian pada masa hidupnya, Asghar Ali begitu lantang dalam menyuarakan dan menyoroti realitas penindasan dan kezaliman pada masa itu. Salah satu karya monumentalnya adalah pemikiran “Islam dan Teologi Pembebasan”.

Ia merupakan tokoh yang produktif, terbukti dari puluhan buku dalam berbagai tema yang berkaitan dengan masyarakat muslim yang ia terbitkan. Salah satu karyanya adalah The Quran, Women and Modern Society yaitu pemikiran tentang perempuan.

Fikih Perempuan Modern Asghar Ali Engineer

Pemikirannya mengenai fikih perempuan modern dapat terbilang berbeda dengan ajaran fikih klasik yang tekstualis. Contohnya tafsiran landasan fikih klasik yang sering dipakai bahwa laki-laki lebih superior ketimbang perempuan pada (Q.S. al-Baqarah [2]: 228)

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ…..

Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Q.S. al-Baqarah [2]: 228)

Menurut Asghar Ali dalam buku Tafsir perempuan: Wacana perjumpaan Al-Quran, perempuan dan kebudayaan kontemporer terjemahan dari buku The Quran, Women and Modern Society. Ayat tersebut seakan bertentangan antara kesetaraan laki-laki dan perempuan dan kelebihan yang diberikan Allah pada laki-laki.

Tetapi, ia menambahi bahwa penafsiran pada ayat ini perlu kehati-hatian. Memang terlihat kontradiksi, tetapi bila melihatnya dari konteks sosial, maka kontradiksi ini akan menggambarkan realitas sosial yang terjadi. Asghar Ali juga mengaitkan ayat ini dengan (Q.S an-Nisaa’ [4]: 34).

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ  ۗفَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰه

Artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)… (Q.S an-Nisaa’ [4]: 34).

Respon atas Realitas Sosial yang Berubah

Pada masa Arab kala itu perempuan harapannya tidak mencari nafkah dan memelihara keluarga. Karena laki-lakilah yang mengemban tugas dan kewajiban nafkah. Oleh sebab itu, tingkat superioritas Allah berikan pada laki-laki sebagai bentuk kebijaksanaanNya. Lain halnya dengan masa sekarang, ketika sebagian besar perempuan telah memasuki dunia kerja.

Dengan ini dapat kita pahami bahwa ketika realitas sosial berubah, hukum pun akan ikut berubah pula. Termasuk fikih perempuan yang dirumuskan ulama terdahulu, dapat sewaktu-waktu berubah tergantung kondisi zamannya. Maka ketika perempuan sudah mulai bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga, maka tidak akan ada yang melarang perempuan akan mendapatkan status yang sama dengan laki-laki, bahkan satu tingkat di atasnya.

Meskipun demikian, tidak mudah mewujudkan adanya kesetaraan dan keadilan di masa budaya kontemporer. Sebab perlu adanya upaya lebih dalam mengamalkan gagasan ini. Terutama adanya cengkraman patriarki yang tertancap pada berbagai sektor kehidupan.

Pemikiran Asghar Ali mengenai fikih perempuan modern bukan pada contoh di atas saja. Pembahasan ini hanyalah sebuah perkenalan singkat terkait pemikiran Asghar Ali mengenai perempuan. Berkaca dari Asghar Ali Engineer, dapat kita renungkan bahwa segala macam bentuk doktrin yang menawarkan ketidakadilan, haruslah kita pikir kembali dengan menyesuaikan realitas yang sedang terjadi. []

Tags: Asghar Ali EngineerCendekiawan MuslimFikih KontemporerFikih PerempuanislamMerebut Tafsir
M. Daviq Nuruzzuhal

M. Daviq Nuruzzuhal

Mahasiswa jurusan ilmu falak UIN Walisongo Semarang yang menekuni Islamic Studies dan isu kesetaraan. Allumni MA NU TBS dan Ponpes Raudlatul Muta'allimin Jagalan 62 Kudus

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version