Mubadalah.id- Bukan Secangkir kopi Siti Raham untuk Hamka. Bukan sembarang secangkir kopi biasa. Dan inilah dedikasi sederhana bermakna tinggi seorang perempuan pejuang. Selanjutnya dedikasi tinggi itu dari seorang perempuan yang dituangkan ke cangkir dalam bentuk kopi.
Demikianlah Perjalanan Buya Hamka seorang tokoh Muhammadiyah dan ulama besar bangsa ini. Perjalanan yang panjang tak luput dari hangatnya secangkir kopi yang selalu menemani.
Yup. Secangkir kopi itu selalu tersodorkan oleh seorang perempuan yang bernama Siti Raham. Dan Ia merupakan seorang istri dari abdul karim atau biasa kita menyebutnya Buya Hamka.
Kisah hidup pernikahan Buya Hamka dan Siti Raham
Yang menikahi Siti Raham dalam usia muda, tepat pada 5 April 1929. Dan ini bukanlah hal yang mudah bagi keduanya untuk mengemban amanah di usianya yang masih muda. Siti Raham, ia gambaran seorang perempuan sederhana. Bagaimana tidak? Salingers perlu tau dalam mengarungi lautan pernikahan dengan Buya Hamka penuh dengan suasana kesederhanaan.
Selanjutnya Buya Hamka menuturkan dalam buku pribadi dan martabat Buya Hamka (1981) yang direkam oleh Rusydi “kami hidup dalam suasana miskin. Sehingga sembahyang saja terpaksa bergantian, karena di rumahnya hanya ada sehelai kain sarung. Akan tetapi ummi kalian memang seorang yang setia. Dia tidak minta apa-apa di luar kemampuan ayah”.
Meskipun begitu kehidupan Buya Hamka memang tak selalu indah. Tapi ia yang selalu menguatkan Buya Hamka. Yaitu Siti Raham melalui secangkir kopi untuk buya hamka.
Selanjutnya suntikan hebat melalui kata-kata dari Siti Raham mampu memberikan kekuatan pada Buya Hamka. Yang mampu menjadikan ia lebih siap menghadapi realita yang ada. “Tak perlu angku menceramahi mereka. Cukuplah perilaku angku menjadi teladan bagi mereka. Seperti aku meneladani angku”. Dan Ia ungkapkan kata-kata yang menandakan betapa peka dirinya terhadap keadaan suaminya.
Ia menguatkan Buya Hamka dengan bersuara. “Tak ada gunanya Angku Haji termenung seperti ini berlarut-larut. Jangan dengarkan kata orang yang tengah marah. Sebelum kita jadi gila memikirkan hal itu, sebaiknya mari kita bawa anak-anak” Kehormatan suaminya diatas kehormatan dirinya.
Dan Siti Raham memastikan pakaian yang Buya Hamka kenakan bersih dan tidak sembarangan. Karena ia tau persis Hamka bukan miliknya saja tetapi telah menjadi milik masyarakat. “Kain Angku Haji jangan dijual, biar kain saya saja. Karena angku haji sering keluar rumah. Oleh karena itu di luar jangan Angku Haji kelihatan sebagai fakir yang miskin” katanya Manis sekali dan tak ternilai harganya.
Keistimewaan Siti Raham
Dan memang benar sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah perempuan salehah. Tegar, kuat, hebat, seorang pejuang, berkepribadian bijak dan selalu menjaga kehormatan sebagai seorang perempuan dari tokoh besar. Semua itu ada pada Siti Raham. Di samping laki-laki hebat, terdapat seorang perempuan yang siap menjadi penguat. Dan kalimat itu sangat tepat untuk kita tujukan kepada istri Buya Hamka.
Dalam hal ini memiliki keistimewaan yang banyak oleh Siti Raham. Orang-orang akan mengira perempuan yang hanya memberikan secangkir kopi yang hangat, tak mempunyai pengaruh penting. Sosok di belakang layar yang perannya sering diremehkan dan diapresiasi. Padahal ialah yang hadir di pusat kesadaran suami. Yang menjadi pengendali lewat secangkir kopi.
Teori mubadalah dan kehidupan Siti Raham
Dengan kecerdasan dan ketaatan yang ia miliki. Lewat pengorbanan yang mengalir melalui relung ketaatan bersama Buya Hamka. Berkorban satu kata yang harus ada pada laki-laki atau perempuan ketika memutuskan untuk menjadi seorang pejuang. Dan Siti Raham melakukan ini.
Demikian ini tidak menutup kemungkinan dengan kecerdasan dan wawasan yang ia miliki. Ia bisa saja memilih untuk menjadi apa saja yang dia mau. Dan pilihannya jatuh menjadi istri pejuang dan Raham berhasil menjadi pemimpin nurani di hati seorang tokoh dan ulama besar.
Dengan hal itu kehidupan Siti Raham dan Buya Hamka bukti praktik dari teori mubadalah. Setiap proses kehidupannya terdapat tanashur (saling tolong menolong), ta’adhud (saling menopang), tarahum (saling menyayangi).
Dan keduanya sukses menjadi Khalifah fil ard. Buya Hamka menjadi ulama besar dan Raham menjadi pemimpin rumah tangga sukses. Dan mereka berdua tunduk hanya kepada Allah. Lewat dari secangkir kopi Siti Raham, bukti dari betapa besar perjuangan dan ketegaran Siti Raham. Ia perempuan yang hakikatnya menjadikan Buya Hamka sebagai manusia besar. []