Salah satu hal yang menarik saat tinggal di Turki adalah kartu-kartu ucapan Idul Adha yang disertai gambar kambing dengan aneka pose. Ada juga yang dihias pita, di make up, dan lain-lain. Kambing-kambing yang dihias cantik ini mengingatkan pada tradisi sesembahan dalam sejarah manusia.
Sekilas membaca sejarah, tradisi sesembahan hewan sudah terjadi sejak masa Nabi Adam As. Dalam al-Maidah ayat 27 diceritakan bahwa dua anak Nabi Adam As yaitu Habil dan Kabil memberikan sesembahan hewan pada Allah. Namun, sesembahan Habil diterima, sedangkan Kabil ditolak hingga ia ingin membunuh Habil. Lalu ditegaskan bahwa Allah hanya menerima sesembahan dari orang yang bertaqwa.
Tradisi sesembahan berupa hewan ini lambat laun berubah menjadi manusia. Mereka persembahkan antara lain gadis-gadis cantik untuk para dewa. Kisah yang cukup mengerikan adalah tradisi Mesir Kuno yang mempersembahan gadis-gadis cantik dengan cara dilempar ke Sungai Nil.
Islam mengembalikan tradisi sesembahan dengan hewan. Namun al-Hajj ayat 37 yang artinya “Daging-daging onta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayahNya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” Ayat ini menegaskan kembali bahwa bukan banyaknya darah dan daging yang menentukan kualitas sesembahan, melainkan taqwa.
Perubahan yang terjadi pada tradisi sesembahan atau qurban (upaya mendekatkan diri) dalam sejarah manusia ini sangat menarik: dari hewan, lalu manusia (penyesatan dari ajaran agama), lalu hewan kembali dengan parameter kualitas qurban yang sama dengan yang awal yaitu taqwa.
Taqwa yang menjadi parameter qurban sejak zaman Nabi Adam As, Nabi Ibrahim As, Nabi Muhammad Saw hingga kini juga adalah satu-satunya parameter kualitas manusia (al-Hujurat ayat 13), yang artinya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Sehingga taqwa bukanlah hubungan baik antara kita dengan Allah semata, melainkan hubungan baik dengan Allah yang melahirkan hubungan baik dengan sesama hambanya.
Karenanya salah satu indikator taqwa adalah bersikap adil, terutama pada orang atau kelompok masyarakat yang kita benci (al-Maidah ayat 8). Tentu saja termasuk adil pada perempuan karena cara pandang/ideologi misoginis. Jadi indikator diterima tidaknya qurban kita adalah sikap adil, terutama pada kelompok yang rentan menerima sikap tidak adil, termasuk perempuan! Ittaqullaaha fin nisaa’i (Bertaqwalah kalian pada Allah dalam memperlakukan perempuan), wasiat yang disampaikan Nabi Saw dalam khutbah Haji Wada’). []