Mubadalah.id – Hadits, sebagai perkataan dan perbuatan Nabi Saw. (qawlun wa fi’lun), juga perkataan dan perbuatan para sahabat pada masa kehidupan Nabi Saw. (taqrirun). Maupun sebagai teks-teks yang terhimpun dalam berbagai kitab-kitab hadits yang begitu banyak (al-mushannafit al-haditsityyah), adalah sumber inspirasi dalam merumuskan hak-hak dasar anak dalam Islam.
Istilah anak dalam kajian ini adalah mereka yang belum menginjak usia dewasa dan mulai dari saat berada di dalam kandungan. Sementara, insiprasi dimaksud bisa berarti dua arah.
Pertama, secara internal kepada umat Muslim kontemporer yang aktif merumuskan hak-hak anak secara ekslusif tentang hal-hal yang bersifat ritual-kultural.
Kedua, secara eksternal untuk terlibat dalam dialog konstruktif dan kerjasama global bagi pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak dengan berbagai badan-badan dunia.
Kajian ini melihat pembahasan hak-hak anak dalam Islam yang berbasis hadits ternyata lebih berorientasi kepada pentingnya kegiatan-kegiatan ritual.
Doa untuk Anak
Diawali dengan panjang lebar membahas tentang pernikahan yang sah dari calon kedua orang tua sang anak yang dianggap sebagai subjek hak. Termasuk membacakan doa-doa untuk bayi saat masih di kandungan.
Juga mengadzankan saat bayi lahir di telinganya, memberi sesepan kurma ke mulutnya, sedekah dari timbangan rambutnya, memberi nama anak yang baik yang biasanya seputar nama-nama berbahasa Arab, selamatan dan akikah.
Dalam tahapan itu terdapat ajaran yaitu bagaimana cara menangani bayi laki-laki dan perempuan. Dan itu sedikit banyak menjadi pangkal suborinasi kepada anak perempuan kelak setelah mereka dewasa.
Tahapan selanjutnya, hadits juga menjelaskan tentang cara mendidik anak untuk bisa mengaji dan shalat, terutama mulai usia tujuh tahun.
Dalam kajian tradisional mengenai hak anak yang juga kemudian kita tafsir ulang dalam pendekatan kontemporer. Seperti aspek-aspek ekslusif-ritual ini dianggap sebagai hak anak yang lebih penting dan karenanya menjadi lebih populer.
Namun pada aspek pembahasannya hal itu seringkali mengabaikan hal-hal yang lebih mendasar seperti hak anak. Seperti hak untuk hidup secara bermartabat, memperoleh kasih sayang yang cukup, terlindungi dari segala bentuk kekerasan. Bahkan memiliki kehidupan sosial yang kondusif untuk tumbuh kembangnya secara baik, dan memperoleh pendidikan dasar yang memadai. []