Mubadalah.id – Imam Ibnu Jarir al-Thabari, guru para ahli tafsir, dalam kitab Jami’ al-Bayan fiy Ta’wil Ayyi al-Qur’an, menyatakan bahwa Adam diusir dari surga gara-gara Hawa. Karena itu, Tuhan menjatuhkan hukuman kepada Hawa dengan menjadikannya menstruasi setiap bulan, bodoh, dan sakit ketika melahirkan.
Pendirian ini juga mengambil legitimasi dari hadits Nabi yang sahih tentang kekurangan agama dan akal perempuan. Nabi mengatakan: “Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya kecuali kalian (perempuan)”.
Kekurangan akal perempuan menurut hadits tersebut disebabkan karena kesaksiannya separuh kesaksian laki-laki. Kekurangan perempuan dalam agama adalah karena menstruasinya yang terjadi setiap bulan mengharuskan dia tidak shalat.
Pernyataan Nabi ini oleh para ulama dipandang sebagai kodrat semua perempuan. Ini sesungguhnya berbeda dengan bahasa al-Qur’an sendiri. Al-Qur’an tidak mengemukakan mengenai hal ini dalam bahasa yang normatif, yakni melekat pada semua laki-laki, melainkan relatif.
Ungkapan yang al-Qur’an gunakan adalah ‘sebagian atas sebagian’. Sebagian yang al-Qur’an maksud di sini bisa berarti keadaan umum, pada umumnya atau mainstream.
Saya kira kita tidak dapat menolak suatu kenyataan adanya sejumlah perempuan yang memiliki keunggulan intelektual dan kemampuan ekonomi dan menafkahi keluarga. Antara lain para istri Nabi, seperti Siti Khadijah dan Siti Aisyah, untuk menyebut beberapa saja.
Al-Qur’an sendiri tidak pernah menyebutkan bahwa keunggulan atau keistimewaan seseorang dari sisi jenis kelamin atau dari sisi latar belakang kultural atau lainnya.
Al-Qur’an surat al-Hujurat, ayat 13 secara jelas menegaskan bahwa kelebihan atau keistimewaan seseorang hanya berdasarkan atas keunggulan takwanya.
Terma ketakwaan dalam Islam menurut saya menunjuk pada sikap untuk mengapresiasi secara konsisten norma-norma ketuhanan dan norma-norma kemanusiaan, pada aktivitasnya dalam ibadah personal dan ibadah sosial.
Pencapaian ketakwaan ini bisa perempuan dan laki-laki miliki dan raih bersama. Oleh sebab itu, tidak shalatnya perempuan dalam masa menstruasi tidak mengurangi kualitas ketakwaan dan potensi pribadinya. []