• Login
  • Register
Jumat, 9 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Dari Disabilitas Emosional hingga Kritik Sosial dalam ‘Seberapa Candu Cinta itu’

Novel ini mengkritik bagaimana kita sebagai masyarakat sosial cenderung tidak adil dalam hal kepedulian.

anis.fadia anis.fadia
19/03/2025
in Buku
0
Disabilitas Emosional

Disabilitas Emosional

993
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa hari lalu, saya menamatkan novel ‘Seberapa Candu Cinta itu’ karya Eko Triono. Saya tergugah hingga halaman terakhir novel. Cerita dalam novel ini melesat dari praduga saya  yang  akan menceritakan kisah tragis perjalanan cinta seseorang seperti halnya kisah Zainuddin dan Hayati, Romeo dan Juliet, ataupun kisah fenomenal lainnya.

Kendati kisah cinta tokoh utama dalam novel terbilang nelangsa, namun novel ini fokus pada proses penyembuhan diri orang-orang yang mengalami depresi atau dalam isu disabilitas dapat kita masukkan dalam kategori disabilitas emosional dan menyoroti bagaimana respons kita yang kurang adil dan setara terhadap penyandang disabilitas.

Tokoh Utama dan Obat-obatan Terlarang

Terdapat tiga tokoh inti dalam novel ini yang tidak disebutkan namanya hingga akhir. Namun, tokoh-tokoh tersebut memiliki karakter yang kuat dan orisinil. Tiga tokoh ini terlibat cinta segitig. A – tokoh utama laki-laki – menyukai seorang perempuan, B.

Naas, B merupakan pacar sahabatnya sendiri, C. sementara C masih gagal move on dari mantannya yang sudah meninggal, D. Sebuah kisah cinta yang terbilang klasik. Tokoh-tokoh ini terjalin dalam hubungan yang rumit secara emosional atau dapat kita sebut memiliki orang-orang sinting yang memiliki masalah dan titik  rendahnya sendiri.

Dalam titik rendah itu, mereka memilih menggunakan obat-obatan terlarang atau nyabu sebagai pelarian. Konflik memuncak ketika A dan C diberangus aparat kepolisian dan menghadapi kehidupan yang berbeda setelahnya. B, di sisi lain, melarikan diri pada saat penangkapan  itu.

Baca Juga:

Nyai Nur Rofiah: Keadilan Hakiki di Tengah Luka Sosial Perempuan

SNBT 2025: Ajang Pembuktian bagi Kawan Difabel

Keadilan Hakiki Mengingatkan Kondisi Khas Perempuan

Bagaimana Paradigma Maqâshid Syariah Cum Mubadalah terhadap Hak Difabel?

Ketiganya memilih jalan berbeda untuk ‘sembuh’ dan kembali bangkit menjalani kehidupan normal tanpa obat-obatan. A menjalani rehabilitasi, B menepi dari kehidupan dan tinggal di ‘Kampung Batin’. C menjalani pengobatan mandiri dibantu keluarganya.

Putus asa terhadap realitas, kesepian yang mencekam, perasaan sakit dan terabaikan barangkali terdengar sederhana bagi orang-orang yang tidak mengalaminya. Namun bagi yang sedang menjalaninya, mungkin hari-hari berjalan seperti neraka. Mungkin saja.

Kritik Sosial

Penulis novel ini menyoroti keterlibatan sosial dalam menambah tekanan emosional bagi orang-orang yang rapuh secara mental dan psikologis atau penyandang disabilitas emosional. Tokoh utama A, dalam sebuah dialog menyatakan bahwa tekanan lingkungan menjadi salah satu faktor yang melatarinya.

“…Dia dibunuh oleh kebencian orang di sekitarnya, yang membuat pikirannya tertekan. Aku hampir saja mengalami waktu keluar dari rehabilitasi…” (h. 24)

Kita rasanya tidak siap menghadapi sedikit anomali dalam realitas keberagaman kita.

Cibiran-cibiran yang kita layangkan pada penyandang disabilitas baik mental, fisik,  maupun sensorik sebagai anomali tersebut  tadi dan dalam novel ini terhadap mantan narapidana pemakai sabu-sabu beserta stigma yang menyertainya, kita sadari atau tidak, banyak mempengaruhi kondisi mental mereka. Mereka juga berhak untuk menjalani hidup normal tanpa cibiran selayaknya orang kebanyakan.

Dari novel ini, kita dapat  belajar dari tokoh utama A yang perlahan mulai berubah pasca rehabilitasi. Dia mulai memiliki kepekaan sosial dan membantu pemulung yang sering mendatangi kontrakannya.

Selain itu, novel ini juga mengkritik bagaimana kita sebagai masyarakat sosial cenderung tidak adil dalam hal kepedulian. Penulis novel ini menyebutkan kita sangat peduli pada tetangga yang berzina dan berlanjut menggerebeknya. Sementara kita tidak pernah menggerebek tetangga kita yang kelaparan di rumahnya atau sedang membutuhkan uluran bantuan  (h. 28).

Sebetulnya yang kita perlukan hanyalah memiliki empati. Menahan diri untuk tidak mencibir dan memberi stigma negatif barangkali merupakan bentuk paling sederhana dari empati itu. []

 

 

 

Tags: DifabelDisabilitas EmosionalempatiKeadilan HakikiNovel Seberapa Candu Cinta ItuPenyandang Dsiabilitas
anis.fadia

anis.fadia

Alumni PP. Annuqayah Sumenep Madura dan UIN Sunan Kalijaga  Yogyakarta

Terkait Posts

Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati

Falsafah Hidup Penyandang Disabilitas dalam “Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati”

25 April 2025
Buku Sarinah

Perempuan dan Akar Peradaban; Membaca Ulang Hari Kartini Melalui Buku Sarinah

23 April 2025
Toleransi

Toleransi: Menyelami Relasi Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keberagaman

23 Maret 2025
Buku Syiar Ramadan Menebar Cinta untuk Indonesia

Kemenag RI Resmi Terbitkan Buku Syiar Ramadan, Menebar Cinta untuk Indonesia

20 Maret 2025
Althusser

Althusser, Seorang Filsuf Marxis yang Membunuh Isterinya

17 Maret 2025
Esok Jilbab Kita Rayakan

Buku Esok Jilbab Kita Rayakan, Kalis Mardiasih Membongkar Narasi Jilbab

12 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Vasektomi

    Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Syaikh Al-Ghazali atas Diskriminasi Kesaksian Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kopi Kamu: Ruang Kerja Inklusif yang Mempekerjakan Teman Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kopi Kamu: Ruang Kerja Inklusif yang Mempekerjakan Teman Disabilitas
  • Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan
  • Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan
  • Cara Membaca Ayat Kesaksian Perempuan Menurut Ibnu Rusyd dan Ibnu Al-Qayyim
  • Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version