• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Bekerja dan Relasi Seksual Menurut Kiai Husein Muhammad

Di dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, perempuan memiliki peran, sumbangan, dan pengaruh yang sangat besar dalam semua bidang kehidupan.

Redaksi Redaksi
30/06/2021
in Aktual
0
Bekerja

Bekerja

134
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada 23 Juni 2021, rumahkitab.com menurunkan tulisan opini tentang  BERKAH: Bedah Karya Kiai Husein Muhammad Buku Fikih Perempuan Refleksi Kiai atas Tafsir Wacana Agama dan Gender, yang disiarkan secara live di fanspage Facebook Mubadalah.id pada 18 Juni 2021. Dalam sesi Berkah tersebut, mengambil tema “Bekerja dan Relasi Seksual” Karya Kiai Husein Muhammad.

Bekerja bagi Perempuan

…lihatlah Rasulullah, beliau tidak pernah mengurangi hak-hak perempuan beriman

ilmu pengetahuan menjadi jalan bagi hidup istri-istri Rasulullah

mereka berdagang, melakukan aktivitas publik, politik

Mengambil kebijakan publik dan urusan-urusan lain.

Puisi tersebut menjadi pembuka diskusi. Sebagai pengantar, Mbak Alifatul Arifiati selaku moderator mengajukan beberapa pertanyaan pemantik diskusi. Buya Husein, begitu beliau biasa disapa, memulai dengan pernyataan asumsi bahwa bekerja akan selalu terkait dengan nafkah, lalu apakah mencari nafkah itu hak atau kewajiban? Benarkah pencari nafkah utama itu adalah laki-laki? Apa hukumnya jika perempuan bekerja?.

Setelah membacakan puisi, Buya Husein membuka diskusi dengan mengutip buku terjemahan “Perempuan Ulama di atas Panggung Sejarah.” Menurutnya buku tersebut memuat banyak kisah tentang perempuan-perempuan yang berkarya dan melakukan berbagai aktivitas di luar rumah di sepanjang sejarah Kenabian Muhammad SAW.

Di dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, perempuan memiliki peran, sumbangan, dan pengaruh yang sangat besar dalam semua bidang kehidupan. Ada yang berdagang seperti Siti Khadijah, kesuksesan Nabi justru karena dukungan besar darinya; Saidah Rafiah Al Aslamiyah perempuan yang aktif bertani, berkebun, dan beternak; Asma binti Abu Bakar seorang penggembala: Syifa binti Abdullah bin Abu Syams seorang bendahara/pengelola pasar;  dan Asma binti Umais yang bekerja menyamak kulit hewan seperti kambing, unta, dllnya.

Contoh-contoh itu menurut Buya, merupakan sebuah bukti historis bahwa perempuan boleh bekerja dan beraktivitas di ruang publik.  Karenanya, menurut Buya, sangat keliru jika perempuan diposisikan sebagai semata-mata makhluk domestik yang bekerja di rumah saja.

Baca Juga:

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

Lebih lanjut Buya mengutup Hadis:  “Ada seorang perempuan bernama Umi Basyi Al Anshariyah yang sedang menanam kurma, kemudian Nabi mengatakan seorang muslim beriman yang menanam tanaman dan hasilnya untuk dibagikan pada banyak orang, binatang, dan menyedekahkan itu, maka usahanya akan mendapatkan pahala sedekah”. Pernyataan Nabi tersebut menerangkan bahwa Nabi menerima dan mendorong perempuan untuk bekerja.

Kemudian Buya bergurau dengan melontarkan pertanyaan “Hari gini masih bicara perempuan bekerja boleh atau tidak? Sejarah-sejarah kehidupan perempuan itu sudah bekerja. Apa yang sebenarnya menjadi masalah bagi kita?”

Namun begitu, Buya Husein menangkap duduk persoalan mengapa bahkan hingga saat ini isu perempuan bekerja masih dipersoalkan. Menurutnya, problem besar yang akan selalu menjadi “senjata” bagi para kelompok/orang yang tidak setuju perempuan beraktivitas di luar rumah adalah karena kegiatan itu bisa membahayakan perempuan.

Sementara dalam kaitannya dengan fungsi perlindungan sebagaimana diatur hukum fikih, lelaki berkewajiban melindungi perempuan. Namun, alih-alih mengupayakan perlindungan dari gangguan laki-laki, yang dilakukan justru pelarangan ke luar rumah.  Hal itu jelas telah membatasi hak-hak bekerja sebagaimana dicontohkan Nabi.

Padahal logikanya dengan pembatasan perempuan untuk tinggal di rumah demi terbebas dari pelecehan itu menunjukkan bahwa pelecehan yang dilakukan laki-laki di ruang publik sebagai hal yang dianggap wajar dan diperbolehkan. Asumsi kedua seolah-olah perempuan sepenuhnya terlindungi di dalam rumah, padahal pelecehan terhadap perempuan juga bisa terjadi di dalam rumah. Demikian Buya Husein yang selama bertahun-tahun menjadi Komisioner Komnas Perempuan.

Lebih lanjut Buya menegaskan “…kita memang perlu melindungi perempuan, tapi apakah melindungi perempuan harus dengan cara merumahkan, mendomestikasi perempuan yang seolah-olah di rumah mereka lebih aman?”

Karenanya, menurut Buya, hal yang harus diupayakan adalah bagaimana perlindungan terhadap perempuan dilakukan dengan tidak mengurangi hak-haknya. Hak berpartisipasi penuh, beraktivitas, dan berprestasi di ruang domestik maupun publik. Perempuan memiliki haknya untuk memperoleh semua akses, juga kesejahteraan dalam keadaan aman dan nyaman.

Karenanya makna “proteksi” harus diartikan  dalam kerangka “kebebasan” bukan “pembatasan” atau “memarjinalkan”. Baginya dengan memberikan ruang kebebasan,  perempuan dapat mengekspresikan potensi yang mereka miliki  dan untuk itu dibutuhkan perlindungan bukan pembatasan.

Lalu, bagaimana cara untuk memberikan perlindungan?  Menurutnya,  diperlukan mekanisme perlindungan yang komprehensif, sistematis dan berorientasi kepada hak kebebasannya. Dengan begitu ketika mereka bekerja dan melakukan aktivitas di luar rumah perempuan merasa aman. Melindungi itu bukan membatasi, bukan dengan “mengunci” perempuan melalui cara berpakaiannya atau ruang geraknya.

Tetapi untuk membangun mekanisme perlindungan seperti dalam bentuk regulasi, Undang-Undang, masyarakat, termasuk perempuan harus memberikan pendapat berdasarkan pengalamannya, mereka harus memiliki peran/andil dalam mendorong kebijakan perlindungan yang komprehensif itu.

Melalui narasi yang beliau sumbangkan dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) itu ditegaskan bahwa titik berangkat untuk merumuskan perlindungan itu harus dari prinsip dan keyakinan bahwa “perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki. Mereka memiliki potensi intelektual, potensi kemanusiaan  berupa mental, spiritual, hasrat seksual juga tenaga serta peran-perannya dalam bereproduksi. Persamaan sekaligus perbedaan terkait peran dan fungsinya itu haruslah dikelola untuk kehidupan bersama dan berkesalingan (mubadalah). []

 

Via: https://rumahkitab.com/berkah-bedah-karya-kiai-husein-muhammad-buku-fikih-perempuan-refleksi-kiai-atas-tafsir-wacana-agama-dan-gender/
Tags: EmansipisasiKesalinganKH Husein MuhammadPeran Perempuanperempuan bekerjaPerempuan Sahabat Nabirumah kitabSejarah IslamSyariat Islam
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

18 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

16 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

KUPI Gelar Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Seruan Bangkit dari Krisis Kemanusiaan

14 Mei 2025
Media

Media Punya Peran Strategis dalam Mencegah Konflik Akibat Tidak Dipenuhinya Hak Keberagamaan

26 April 2025
Perempuan bukan Tamu di Ruang Publik

Perempuan Bukan Tamu di Ruang Publik

1 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version