• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

Mubādalah bukan hanya soal metode baru, tetapi cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai subjek penuh dari hukum Islam.

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
25/04/2025
in Hukum Syariat
0
Metode Mubadalah

Metode Mubadalah

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pagi ini, di Kuala Lumpur, sambil sarapan bersama Rozana Isa, saya langsung disapa pertanyaan tajam namun sangat penting. “Apa perbedaan antara qiyās dan metode mubadalah?” Saya tertawa kecil dan menjawab, “Wah, ini butuh whiteboard dan spidol! Tapi baiklah, mari kita mulai dari yang paling mendasar.”

Qiyās dalam tradisi Ushul Fiqh terbangun di atas ‘illat (sebab hukum). Yakni sifat hukum (wasfun) yang harus zāhir (tampak), mundabith (terukur), dan bisa terkenali oleh banyak orang. Logikanya deduktif, sistematis, dan mengutamakan kesinambungan antara kasus asal dan kasus baru berdasarkan sebab hukum yang identik.

Sedangkan metode mubadalah tidak pertama-tama mencari ‘illat formal, tetapi menggali nilai-nilai dasar Islam yang tersepakati secara luas: rahmah, keadilan, kemaslahatan, dan akhlak karīmah. Nnilai-nilai inilah yang menjadi sumber pertimbangan utama dalam membaca ulang teks dan realitas.

Contohnya, dalam qiyās, ‘illat kebolehan menjamak salat adalah safar (perjalanan), karena ia bersifat zāhir dan mundabith. Bukan ḥaraj (kesulitan), karena ḥaraj kita anggap subjektif dan berbeda-beda pada tiap orang. Tapi dalam pendekatan mubādalah, justru ḥaraj inilah yang kita jadikan titik tolak pertimbangan, karena ia mencerminkan prinsip universal Islam. “Lā ḥaraj fī al-dīn” (tidak ada kesulitan dalam agama), “Yurīdu Allahu bikumu al-yusr wa lā yurīdu bikumu al-‘usr” (Allah menghendaki kemudahan, bukan kesulitan).

Maka, jika kemudahan adalah nilai utama yang terjaga syariat, maka kemudahan itu harus berlaku bagi semua: laki-laki maupun perempuan.

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Mempertimbangkan Pengalaman Perempuan

Dalam konteks ini, pengalaman perempuan menghadapi kesulitan hidup. Baik saat haid, nifas, hamil, menyusui, bekerja ganda di ruang domestik dan publik, atau ketika berada dalam situasi rawan dan rentan—menjadi bagian penting dalam penilaian hukum.

Kesulitan yang perempuan alami bukan sekadar pribadi, melainkan realitas struktural yang sering tak tampak dalam metode qiyās yang hanya mengandalkan wasfun, zāhir, dan mundabith. Di sinilah mubādalah bekerja: dengan menjadikan pengalaman perempuan sebagai sumber hukum yang sahih, bernilai, dan selaras dengan prinsip rahmah dan keadilan Islam.

Demikian pula dalam kasus khitan. Qiyās melihat pada bentuk: potongan kecil kulup laki-laki yang tidak membahayakan, lalu disamakan dengan potongan kecil klitoris perempuan yang juga “dianggap” tidak membahayakan. Tapi mubādalah justru bertanya: apa nilai utama dari khitan laki-laki?

Jika untuk kebersihan, kesehatan, dan optimalisasi kenikmatan seksual, maka prinsip itu pula yang seharusnya terjaga untuk perempuan. Maka, setiap praktik yang justru merusak organ, mengurangi kenikmatan, atau menimbulkan trauma pada perempuan, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip itu.

Perempuan sebagai Subjek Hukum Islam

Dengan kata lain, mubādalah bukan hanya soal metode baru, tetapi cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai subjek penuh dari hukum Islam. Ia bukan turunan dari laki-laki, bukan pengecualian dari hukum, melainkan partner sejajar dalam menafsirkan ajaran agama.

Di sinilah kekhasan metode mubadalah: ia bergerak dari nilai yang rahmatan lil ‘ālamīn, lalu dibumikan dalam realitas hidup semua manusia—baik laki-laki maupun perempuan—dengan akal sehat, hati nurani, dan semangat menegakkan keadilan yang diperintahkan Islam.

فَكُلُّ مَا شُرِعَ لِلرَّجُلِ بِقِيَمِ الرَّحْمَةِ وَالعَدَالَةِ، فَلِلْمَرْأَةِ مِثْلُهُ، إِنْ لَمْ يَكُنْ أَوْلَى

“Segala nilai hukum yang disyariatkan bagi laki-laki atas dasar rahmah dan keadilan, berlaku pula bagi perempuan—jika bukan lebih utama.” []

 

Tags: hukumislamMetode Mubadalahpengalaman perempuanQiyasSyariat Islam
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Anak yang Lahir di Luar Nikah

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

25 Maret 2025
Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

18 Maret 2025
Pendidikan Penyandang Disabilitas

Hak Pendidikan bagi Anak Penyandang Disabilitas

3 Februari 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl
  • Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat
  • KB dalam Hadits
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi
  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version