Jumat, 14 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    Perempuan di Politik

    Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

    Perempuan Menjadi Pemimpin

    Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Pemimpin dan Hakim

    Perempuan menjadi Pemimpin

    Perempuan Menjadi Pemimpin Politik, Mengapa Tidak?

    Kosmetik Ramah Difabel

    Kosmetik Ramah Difabel Ternyata Masih Asing di Pasar Lokal

    Menyusui

    Menyusui: Hak Anak, Hak Ibu, atau Kewajiban Ayah?

    Soeharto

    Soeharto dan Situasi Epistemik Bangsa

    ar-radha‘ah

    Menafsir Ulang Ar-Radha‘ah

    Penyusuan Anak dalam al-Qur'an

    Penyusuan Anak dalam Al-Qur’an: Antara Hukum, Etika, dan Kasih Sayang

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    Perempuan di Politik

    Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

    Perempuan Menjadi Pemimpin

    Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Pemimpin dan Hakim

    Perempuan menjadi Pemimpin

    Perempuan Menjadi Pemimpin Politik, Mengapa Tidak?

    Kosmetik Ramah Difabel

    Kosmetik Ramah Difabel Ternyata Masih Asing di Pasar Lokal

    Menyusui

    Menyusui: Hak Anak, Hak Ibu, atau Kewajiban Ayah?

    Soeharto

    Soeharto dan Situasi Epistemik Bangsa

    ar-radha‘ah

    Menafsir Ulang Ar-Radha‘ah

    Penyusuan Anak dalam al-Qur'an

    Penyusuan Anak dalam Al-Qur’an: Antara Hukum, Etika, dan Kasih Sayang

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Belajar dari Sisi Gelap Bani Israil

Tafsir Ayat 49-74 Surat al-Baqarah

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
11 Agustus 2020
in Ayat Quran
0
Belajar dari Sisi Gelap Bani Israil

ilustrasi Bani Israil (sumber: alfaisalmag.com)

860
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Bani Israil adalah anak-anak Israil. Kata Israil, atau kadang juga ditulis Israel, adalah nama lain dari Nabi Ya’kub as putra Nabi Ishak as. Israil berarti cucu dari Nabi Ibrahim as. Al-Qur’an memiliki banyak ayat yang bercerita tentang Bani Israil. Bahkan lebih banyak dari bangsa Arab sendiri, tempat dimana al-Qur’an turun dan Nabi Muhammad Saw lahir, tumbuh dan hidup sampai wafat.

Kata “Israil” sendiri misalnya, disebut al-Qur’an sebanyak 43 kali (Kamus Qur’an Muhammad Fuad ‘’Abdul Baqi). Surat al-Baqarah, terdiri dari 286 ayat panjang-panjang, adalah yang surat terpanjang dalam al-Qur’an. Nah, lebih dari sepertiga isi al-Baqarah adalah kisah tentang Bani Israil. Belum lagi ditambah surat dan ayat-ayat yang lain yang berkisah tentang mereka. Nabi dan Rasul yang nama-nama mereka disebut al-Qur’an, sebagian besar juga terdiri dari dan turun kepada mereka. Berarti menambah panjang lagi ayat-ayat yang berbicara mengenai Bani Israil.

Di samping sisi terang yang sudah dijelaskan sebelumnya, kisah Bani Israil di dalam al-Qur’an, lebih banyak mengungkap sisi-sisi gelap mereka. Baik dalam hal kemanusiaan maupun keimanan. Baik yang terjadi oleh mereka dan terhadap mereka sendiri, maupun dalam relasi mereka dengan bangsa atau suku-suku yang lain. Seperti biasa, al-Qur’an tidak peduli dengan detail cerita, nama tokoh, tempat kejadian, apalagi waktu kronologisnya.

Yang menjadi perhatian utama al-Qur’an adalah tentang pelajaran yang bisa diambil dari kisah-kisah tersebut. Yang eksplisit, pelajaran itu ditujukan kepada komunitas Nabi Muhammad Saw saat tutun al-Qur’an, yang berhadapan langsung dengan keturunan mereka, atau yang mengikuti agama mereka. Orang-orang Yahudi dan Nasrani di Madinah.

Komunitas Madinah sudah mencoba untuk menjadi seplural mungkin, dengan pimpinan dan ikut serta Nabi Muhammad Saw. Sekalipun pada akhirnya Madinah tidak seplural yang diharapkan, karena faktor-faktor sosial politik pada saat itu, tetapi dinamika relasi antar berbagai pihak dan penerimaan serta perujukan pada nilai-nilai bersama masih kentara di berbagai ayat al-Qur’an.

Ini salah satu dimensi saja. Dimensi-dimensi lain dari kisah-kisah Bani Israil dalam al-Qur’an adalah soal karakter dasar manusia. Beriman, ingkar, berbuat dosa, bertaubat, beriman lagi, dan ingkar lagi, serta taubat lagi. Tentu saja, hal ini mungkin dalam siklus berbagai generasi. Tidak terjadi dalam satu generasi. Ada dimensi lain, yang lebih spesifik, menyangkut satu persatu kisah dalam satu atau dua ayat tertentu.

Sisi gelap pertama yang diungkap al-Quran adalah isu kemanusiaan. Yaitu pembantaian yang terjadi pada Bani Israil oleh salah satu Raja Fir’aun Mesir. Dimana semua bayi laki-laki dirampas dan dibunuh, sementara mereka semua akan dijadikan budak untuk kepentingan Fir’aun. Nabi Musa as kemudian diutus untuk menyelamatkan mereka, membawa mereka keluar dari Mesir, dan mereka selamat. Sementara Fir’aun sendiri bersama pasukanya tenggelam di Laut Merah ketika mengejar mereka (ayat 49-50).

Sekalipun mereka diselamatkan Nabi Musa as, mereka ternyata tidak loyal kepadanya. Hanya ditinggal selama 40 hari, mereka sudah menolak keimanan pada Allah Swt yang diminta Nabi Musa as. Mereka memilih menyembah anak sapi yang lebih visual. Tentu saja, Nabi Musa as marah besar, dan mereka akhirnya bersedia kembali dan bertaubat. Proses pertaubatan sendiri digambarkan cukup keras, yang secara literal bisa diartikan sebagai “bunuh diri”. Demi memperoleh ampunan Allah Swt (ayat 51-54).

Sekalipun sudah ada pertaubatan yang keras ini, beberapa dari mereka, masih saja menuntut untuk bisa bertemu dan ingin melihat Allah Swt langsung. Sebagaimana mereka bisa melihat anak sapi itu. Tentu saja tidak penuhi, karena Allah Swt bukan benda materi, tetapi Pencipta segala materi, dan tidak sama dengan materi apapun. Mereka kembali diperlihatkan argumentasi yang lain, tentang siklus kehidupan dan kematian (ayat 55-56).

Ayat-ayat di atas, dalam konteks pembelajaran agama, memperlihatkan karakter manusia yangselalu cenderung dan mudah tergoda pada hal-hal yang visual dan material. Sehingga nilai-nilai yang abstrak, biasanya, akan diterjemahkan pada simbol-simbol yang lebih visual dan material. Di sinilah lalu letak persoalan kelembagaan agama, ketika substansi nilai tereduksi dalam simbol yang kemudian diperebutkan, diperdebatkan, dan menjadi ajang konflik dan peperangan.

Ketika mereka diminta untuk menetap di suatu lembah, dengan kecukupan sumber-sumber air yang tersedia dan makanan hasil pertanian yang cukup lezat, sekalipun terbatas, kebanyakan dari mereka tidak tahan dan tidak sabar. Mereka ingin turun ke kota dan mencari makanan lain. Padahal, ini semua perintah Allah Swt melalui nabi-nabi mereka. Bisa jadi, perintah ini terkait strategi pertahanan diri atau soal kemandirian pangan Bani Israil. Tetapi mereka tetap menuntut turun ke kota dan mencari makanan lain. Sekali lagi mereka ingkar, tidak loyal, dan menyebabkan para nabi dan pimpinan mereka sendiri terbunuh.

Justru dengan turun ke kota, sekalipun makanan yang mereka inginkan didapatkan di sana, tetapi mereka menjadi tergantung kepada penduduk kota, tidak mandiri dengan hasil tanam sendiri. Mereka tinggalkan lembah mereka yang subur, sehingga kemudian, mereka menjadi miskin, hina, lalu ingkar pada Allah Swt, bahkan dianggap terlibat pembunuhan para nabi dan pimpinan mereka sendiri (ayat 57-61).

Ayat-ayat ini, mungkin bisa didiskusikan lebih lanjut terkait isu kemandirian ekonomi suatu bangsa secara khusus, dan ketahanan segala sumber dayanya secara umum. Ketergantungan yang eksesif pada orang lain, akibat nafsu konsumsi yang berlebihan, bisa berakibat fatal pada nasib agama, idiologi, maupun sumber daya suatu bangsa. Akibat fatal ini dibahasakan al-Qur’an: kemiskinan, kehinaan, kemarahan dari Allah S t, kekafiran pada-Nya, dan  pembunuhan para nabi.

Ayat berikutnya (ke-62) agak unik, karena kandungannya tentang penerimaan empat komunitas agama, tidak secara langsung memiliki korelasi dengan ayat-ayat sebelumnya maupun setelahnya. Tetapi ia bisa menjadi pengantar bagi sekumpulan ayat berikutnya terutama dengan keterkaitannya pada ayat 75 dan 77 yang secara langsung berbicara tentang orang-orang di Madinah yang beriman pada Nabi Muhammad Saw. Tafsir ayat 62 ini akan dibicarakan lagi, bersamaan dengan kedua ayat ini (75-77).

Ayat 63 dan 64 masih berbicara tentang sisi gelap Bani Israil ketika melanggar komitmen, sumpah, dan janji mereka sendiri di hadapan Allah Swt. Begitupun ayat 65 dan 66 yang mengisahkan pelanggaran Hari Sabtu yang sakral bagi mereka. Sementara ayat 67-74 adalah kisah “ngeyel” mereka ketika diminta menyembelih sapi betina.

Perintah awal dari Allah Swt sesungguhnya bersifat mutlak, sapi betina apapun. Tetapi mereka terus mendesak dan bertanya: sapi betina seperti apa? Usia berapa? Warna apa? Setiap diberi jawaban, mengajukan kembali pertanyaan meminta yang lebih spesifik lagi. Padahal, dengan pertanyaan dan jawaban ini, justru membuat “perintah-Nya” menjadi sulit untuk diterapkan. Sekalipun mungkin lebih jelas dan lebih spesifik.

Hal demikian bisa kita proyeksikan dalam kehidupan agama kita sehari-hari. Bahwa ajaran atau perintah agama, pada awalnya, sangat sederhana dan mudah diterapkan oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Tetapi kemudian di tangan akal budaya manusia, ia menjadi rumit, lebih tehnis, banyak syarat dan rukun, yang seringkali justru menyulitkan para pemeluknya sendiri.

Tuntuan spesifikasi, detailisasi, dan teknikisasi ajaran-ajaran agama, terkadang tidak hanya datang dari para pemukanya, tetapi juga orang awam sendiri. Ketika dikasih doa misalnya, sesoeorang seringkali meminta penjelasan dari kyai atau ulama secara lebih tehnis, berapa kali, kapan dibaca, syaratnya apa saja. Padahal awalnya, berdoa saja sudah cukup. Tanpa ada syarat dan tehnisnya.

Hal yang sama juga dengan ibadah-ibadah, yang jika membaca Qur’an dan Haditsnya bisa jadi sangat simpel dan sederhana. Tetapi jika merujuk pada pembahasan ulama Tafsir dan Fiqh, maka di situ ada perdebatan sangat panjang, dengan berbagai pandangan. Mulai yang simpel, moderat, sampai yang sangat berat sekali.

Tentu saja tradisi ini menarik, kaya, dan penting untuk mengantisipasi berbagai hal yang mungkin terjadi. Tetapi jika perhatian besar umat lebih kepada hal-hal yang teknik, detail, dan spesifik, kita bisa kehilangan pesan dasar dan besar agama itu sendiri. Yaitu menghadirkan moralitas kasih sayang pada semesta (rahmatan lil ‘alamin). Dalam berbagai hadits, Nabi Muhammad sendiri sering meminta kita semua untuk membuat sesuatu menjadi lebih mudah, termasuk dalam hal beragama. Tidak mempersulit dan membuat orang susah (Sahih Bukhari, no. hadits: 69). Wallahu a’lam.  

Tags: tafsirTafsir al-Baqarahtafsir al-qurantafsir mubadalah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Perempuan KUPI yang
Keluarga

KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

2 November 2025
Perempuan Kurang Akal
Keluarga

Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?

1 November 2025
Kenikmatan Surga
Hikmah

Bidadari dan Bidadara: Tafsir Mubadalah atas Kenikmatan Surga bagi Laki-laki dan Perempuan

9 Oktober 2025
Surga yang Maskulin
Hikmah

Menggugat Tafsir Surga yang Sangat Maskulin

8 Oktober 2025
al-ummu madrasah ula
Keluarga

Membaca Ulang Al-Ummu Madrasah Ula dalam Tafsir Mubadalah

1 Oktober 2025
Aurat
Hikmah

Batas Aurat Perempuan dalam Islam: Ragam Tafsir dan Konteks Sosialnya

22 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kosmetik Ramah Difabel Ternyata Masih Asing di Pasar Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Romo Mangun dan Spiritualitas Membumi: Pahlawan tak Bergelar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Menjadi Pemimpin Politik, Mengapa Tidak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan
  • Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?
  • Rahmah El Yunusiyah: Pahlawan Perempuan, Pelopor Madrasah Diniyah Lil-Banat
  • Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Pemimpin dan Hakim
  • Romo Mangun dan Spiritualitas Membumi: Pahlawan tak Bergelar

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID