Mubadalah.id – Membaca pikiran-pikiran para ahli Islam dalam sumber-sumber intelektual mereka, dalam merespon isu-isu gender, kita menemukan, paling tidak dua aliran besar. Aliran pertama berpendapat bahwa posisi perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki adalah subordinat.
Perempuan adalah makhluk Tuhan kelas dua, di bawah laki-laki. Perempuan inferior dan laki-laki superior.
Posisi subordinat perempuan ini diyakini agamawan sebagai kodrat, fitrah, hakikat, norma ketuhanan yang tidak bisa berubah dan sebagainya, dan oleh karena itu tidak boleh diubah.
Atas dasar ini, maka hak dan kewajiban perempuan tidak sama dan harus dibedakan dari hak dan kewajiban laki-laki, baik dalam hukumhukum ibadah (ritual), hukum-hukum keluarga maupun hukum-hukum publik/politik. Intinya hak perempuan adalah separoh hak laki-laki.
Menurut mereka hukum-hukum Allah sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi berlaku sepanjang masa untuk segala tempat.
Kelompok ini menentang keras persamaan laki-laki dan perempuan, karena menyalahi hukum Tuhan, dan keputusan Tuhan adalah demi kebaikan bersama dan keadilan semata. Aliran ini dianut oleh mayoritas besar umat Islam.
Kita sering menyebutnya sebagai aliran konservatif. Dalam responnya terhadap isu-isu gender, kelompok ini kemudian terpolarisasi dalam berbagai pandangan yang longgar, moderat dan ekstrim/radikal.
Aliran Kedua
Aliran kedua berpendapat bahwa perempuan mempunyai status dan posisi yang setara dengan laki-laki. Perempuan menurut aliran ini memiliki potensi-potensi kemanusiaan sebagaimana yang laki-laki miliki, baik dari aspek intelektual/akal, fisik maupun aspek mental-spiritual.
Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki signifikansi yang meniscayakan kita untuk membedakan mereka dalam mengekspresikan hak dan kewajiban masing-masing di depan hukum dan aktifitas sosial yang lain.
Atas dasar pikiran ini, aliran ini berpendapat bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam berbagai aktifitas kehidupan mereka baik dalam ranah privat maupun publik. Aliran ini dianut oleh sangat sedikit ulama Islam, dan kita mungkin menyeburnya sebagai aliran progresif.
Adalah menarik bahwa dua aliran besar ini mengajukan argument: keagamaan dari sumber yang sama. Yaitu al-Qur’an dan Hadits Nabi, dua sumber paling otoritatif dalam system keagamaan kaum muslimin.
Kedua sumber Islam ini memang menyediakan teks-teks yang menjelaskan tentang kedudukan manusia yang setara di hadapan Tuhan. Termasuk penghormatan martabat manusia, penegakan keadilan dan sebagainya.
Di satu sisi, teks-teks yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, keunggulan dan otoritas laki-laki atas perempuan. Termasuk kelemahan akal dan agama perempuan, dan sebagainya, di sisi yang lain. []