Mubadalah.id – Air hujan itu sebetulnya salah satu anugerah dari Allah yang bermanfaat untuk kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Ia akan menjadi bencana banjir manakala bumi telah rusak akibat ulah manusia yang serakah dan tidak bertanggungjawab.
Manusia-manusia itu biasanya terdiri dari oknum-oknum baik yang berasal dari pejabat Pemerintah, pengusaha, maupun warga sekitar. Baru berhenti–itu pun sementara dan tiada kapoknya–manakala terjadi terjadi bencana, terlebih banjir bandang.
Kota dan Kabupaten Cirebon terkepung bencana banjir bandang. Hujan deras beserta debit air kiriman yang sangat melimpah menjadikan banyak Kecamatan dan Desa/Kelurahan hanya dalam waktu sekejap porak-poranda. Upaya-upaya preventif dan mitigasi seperti tidak pernah dilakukan.
Pihak Pemerintah Daerah setempat yang diamanahi anggaran dengan demikian besar juga berlagak laiknya lagu lama. Peran pemuda, ormas keagamaan dan civil society yang kita harapkan melakukan protes keras terhadap pemangku kebijakan memang sama-sama dalam keadaan lemah.
Kelalaian Pemda
Padahal, seandainya saja Pemerintah Daerah lalai dan melakukan penyalahgunaan anggaran terkait dengan kewaspadaan dini dan segala upaya mitigasi, asalkan pemuda, ormas keagamaan dan civil society berproses mengawal kelestarian lingkungan, bencana demi bencana, terutama banjir bandang yang belum lama ini melanda, akan urung terjadi.
Oleh karena itu, bencana banjir ini terjadi karena kekeliruan dan ketidakpedulian kita semua. Pemda yang melempem, berikut pemuda, ormas keagamaan dan civil society yang terlalu membebek pada Pemda.
Tidaklah aneh apabila pengawasan publik tidak terjadi secara substantif dan signifikan. Karena yang ada terjebak budaya unggah-ungguh dan ewuh-pakewuh secara berlebihan.
Saya terus terang khawatir, kalau pengawasan publiknya tidak segera kita perbaiki, bukan mustahil apabila bencana demi bencana, bukan hanya bencana banjir akan silih berganti terjadi. Padahal pengawasan publik ini sangat menentukan sebagai bagian dari menata keseimbangan peran antara Pemerintah Daerah dan civil society.
Deforestasi
Berdasarkan laporan Lembaga Pembangunan Manusia tahun 2019, penyebab utama terjadinya bencana banjir adalah deforestasi. Deforestasi sendiri merupakan aktivitas pengurangan, penebangan dan pembalakan hutan secara besar-besaran dan permanen.
Dunia berhutang budi kepada China dan India yang telah berkomitmen dalam melakukan penghijauan di Negaranya masing-masing. Sementara Indonesia justru telah melakukan kejahatan terhadap hutan yang luar biasa. Berkali-kali ganti Menteri Kehutanan, yang ada hanyalah perilaku pembalakan yang terus dibiarkan, berikut perilaku alih fungsi hutan menjadi perkebunan atau lainnya.
Selain penyebab utama ihwal deforestasi, tentu saja ada banyak penyebab yang lain. Akan tetapi lepas dari pada itu semua, kuncinya adalah kembali kepada kita. Para pemuda, ormas keagamaan dan civil society untuk konsisten melakukan protes keras serta pengawasan publik yang ketat terhadap Pemerintah pusat maupun daerah. Tanpa langkah-langkah transformatif dari diri kita sendiri, mustahil bencana alam bisa dimitigasi dan diatasi.
Jangan sampai bencana alam ini menyulut aksi saling menuding dan menyalahkan, apalagi debat kusir yang tidak jelas ujung pangkalnya. Betapa mirisnya Kota dan Kabupaten Cirebon diterjang banjir bandang dahsyat dengan menelan banyak kerugian. Keteladanan kepimpinan memang telah lama hilang dari kita.
Para pemimpin di segala sektor kehidupan kita ini selain feodal juga masih banyak terjebak kerja-kerja seremonial-formalitas. Sementara keadaan lingkungan dan alam kita telah lama rusak berat, sangat membutuhkan upaya-upaya cepat dan tepat.
Yuk mulai dari diri kita sendiri, dari rumah kita, dari Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten, ormas keagamaan kita sendiri, jangan menuding dan apalagi menyalahkan orang lain. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan sebetulnya, hanya saja syaratnya betul-betul peduli, serius melawan kezaliman dan jauhkan diri dari unggah-ungguh yang tidak perlu, agar fungsi pengawasan publik berjalan efektif. Wallahu a’lam. []