Hari berqurban telah dilaksanakan kemarin hingga dua hari ke depan. Sejak hari itu, dipastikan setiap hewan yang di sembelih sudah berada di tempat-tempat penyembelihan hewan maupun di masjid-masjid. Prosesi penghormatan berupa persembahan hewan menjadi perayaan bagi umat islam, terutama sekali bagi kaum dhuafa. Perayaan untuk menikmati segigit-dua gigit daging.
Mendekat kepada Allah memang memiliki banyak cara. Qurban yang bermula dari kisah Nabi Ismail menunjukkan bahwa bukti bahwa seorang hamba yang beriman perlu menunjukkan sebuah persembahan. Qurban adalah salah satu persembahan yang dianggap terhormat dan mulia. Karena dalam sejarahnya bahkan Nabi Ibrahim diminta Allah untuk mengorban Nabi Ismail yang padahal sudah lama ia nanti-nantikan.
Berbicara tentang Qurban justeru mengingatkan saya pada seorang teman yang memilih hidup sebagai seorang vegan. Tentu ada banyak alasan. Tapi, yang membuat saya tercengang ketika dia mulai mempersoalkan tentang dampak negatif dari penyembelihan hewan baik terhadap alam maupun lingkungan.
Saat bulan ramadan kemarin saya mengikuti Tadarus Lingkungan yang diadakan oleh PCINU Belanda dengan narasumber seorang Mahasiswa Indonesia yang sedang mengambil kuliah jurusan Animal Production System di Wageningen University, beliau juga dosen di IPB. Ialah Mbak Windi Al Zahra.
Pemaparan Mbak Windi sangat gamblang dan detail menjelaskan tentang enviromental sustainability pada hewan, sapi terutama. Beliau memaparkan tentang berbagai kebutuhan yang dibutuhkan oleh satu ekor sapi untuk menjadi sapi yang gemuk. Yang berarti terpenuhi nutrisinya dan tercukupi segala kebutuhannya. Baik makanan yang sehat, kebersihan yang terjaga maupun lingkungan yang mendukungnya sehingga menjadi sapi yang gemuk dan sehat.
Sapi yang gemuk dan sehat merupakan salah satu syarat terpilihnya sapi untuk disembelih. Nyatanya, dibalik sapi yang gemuk tersebut ada proses-proses yang bisa memberikan banyak hikmah dan pelajaran kepada kita. Bumi kian kemari kian panas. Ternyata salah satu penyebabnya, menurut Gerber hal tesebut terjadi salah satunya karena kontribusi dari peternakan. Sektor peternakan berkontribusi 7,1 juta ton karbondioksida equaivalent per tahun, atau 14,5 persen dari kontribusi aktivitas manusia.
Sumber daya itu terbatas keberadaannya. Penggunaannnya tidak boleh melebihi kapasitas regeneratif dan absortif. Jadi, bisa saja SDM meregenerasi dirinya sendiri, tapi ada kapasitas yang tidak bisa diyakini, bahwa generasi-generasi berikutnya itu juga harusnya dipastikan untuk dapat menikmati sumber daya yang ada saat ini. Dengan keadaan seperti sekarang ini, apakah masih mungkin?
Untuk makan satu iris daging sapi ataupun segelas susu sapi prosesnya ternyata sangat panjang dan kompleks. Mulai dari hulu, pakannya sapi. Untuk memproduksi pakan maka perlu adanya pembakaran. 70 persen dari lahan pertanian yang ada di dunia ini diperuntukkan untuk peternakan. 8 persen dari air yang ada di dunia ini diperuntukkan bagi peternakan. Air dan lahan itu adalah sumber daya, jika tidak dikelola dengan baik maka sumber daya tersebut akan habis. Dan, sumber daya yang kita gunakan saat ini memiliki emisi lewat udara, air dan tanah.
Dari secuil penjelasan Mbak Windi yang saya kutip, saya menjadi paham kenapa begitu banyak orang-orang yang kemudian tertarik pada gaya hidup vegan maupun berjuang demi keberlanjutan lingkungan. Lalu bagaimana Qurban memberikan pemahaman kita dalam hal ini?
Melihat konteks persembahan dalam hal berkurban, Quraish Shihab mengingatkan bahwa inti utama dari pelaksanaan qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan kurban hanyalah salah satu darinya. Bahwa sebenarnya tujuan dari kurban adalah membantu orang-orang yang kesulitan, bukan sekadar menyembelih.
Dalam keadaan seperti sekarang ini, pandemi telah menjadikan banyak sekali orang-orang yang berada dalam kesulitan. Momen Idul Adha pun memberikan pemikiran bagi para ulama untuk mengganti Kurban daging dengan uang. Meski, kesepakatan para ulama tetap mengharuskan kurban berupa hewan ternak, entah sapi ataupun kambing.
Tidak dipungkiri, daging merupakan salah satu dari banyaknya kebutuhan manusia. Namun, selain itu, masih banyak kebutuhan manusia yang berasal dari alam ini.Sementara itu, keberlanjutan alam adalah kebutuhan utama yang berdampak bagi seluruh makhluk, tak hanya sekadar manusia.
Maka, sebagai seorang yang berakal, setidaknya kita mencoba menyelaraskan pemikiran dan keadaan yang muncul saat ini. Jika memang keadaannya mengharuskan kita untuk berkurban dengan hewan ternak. Melihat konteks ‘mengurangi kesulitan’ yang dipaparkan oleh Quraish Shihab, kita juga dapat meletakkannya pada posisi alam. Sehingga, kita pun perlu melakukan langkah berkurban untuk mengurangi kesulitan yang akan dialami bumi dari berkurban.
Oleh karena itu, dalam berkurban kali ini, semoga kita dimampukan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan cara meletakkan kesalingan pada manusia, alam dan Tuhan. Mengurangi kesulitan pada sesama manusia dalam hal ini dengan memberikan daging pada mereka yang berhak, melakukan protokol dengan baik, dan bijak mengkonsumsi dengan tetap memperhatikan kebutuhan tubuh. Selain itu, mengurangi kesulitan kelak pada alam pun perlu dipikirkan, seperti dengan mengurangi sampah, memilih barang-barang perlengkapan yang lebih mudah terurai, serta menjaga kebersihan juga tentunya. []