• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Berkurban untuk Keberlanjutan

Ghina Rahmatika Ghina Rahmatika
01/08/2020
in Aktual, Featured, Rekomendasi
0
Ilustrasi NBU

Ilustrasi NBU

1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hari berqurban telah dilaksanakan kemarin hingga dua hari ke depan. Sejak hari itu, dipastikan setiap hewan yang di sembelih sudah berada di tempat-tempat penyembelihan hewan maupun di masjid-masjid. Prosesi penghormatan berupa persembahan hewan menjadi perayaan bagi umat islam, terutama sekali bagi kaum dhuafa. Perayaan untuk menikmati segigit-dua gigit daging.

Mendekat kepada Allah memang memiliki banyak cara. Qurban yang bermula dari kisah Nabi Ismail menunjukkan bahwa bukti bahwa seorang hamba yang beriman perlu menunjukkan sebuah persembahan. Qurban adalah salah satu persembahan yang dianggap terhormat dan mulia. Karena dalam sejarahnya bahkan Nabi Ibrahim diminta Allah untuk mengorban Nabi Ismail yang padahal sudah lama ia nanti-nantikan.

Berbicara tentang Qurban justeru mengingatkan saya pada seorang teman yang memilih hidup sebagai seorang vegan. Tentu ada banyak alasan. Tapi, yang membuat saya tercengang ketika dia mulai mempersoalkan tentang dampak negatif dari penyembelihan hewan baik terhadap alam maupun lingkungan.

Saat bulan ramadan kemarin saya mengikuti Tadarus Lingkungan yang diadakan oleh PCINU Belanda dengan narasumber seorang Mahasiswa Indonesia yang sedang mengambil kuliah jurusan Animal Production System di Wageningen University, beliau juga dosen di IPB. Ialah Mbak Windi Al Zahra.

Pemaparan Mbak Windi sangat gamblang dan detail menjelaskan tentang enviromental sustainability pada hewan, sapi terutama. Beliau memaparkan tentang berbagai kebutuhan yang dibutuhkan oleh satu ekor sapi untuk menjadi sapi yang gemuk. Yang berarti terpenuhi nutrisinya dan tercukupi segala kebutuhannya. Baik makanan yang sehat, kebersihan yang terjaga maupun lingkungan yang mendukungnya sehingga menjadi sapi yang gemuk dan sehat.

Baca Juga:

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Sapi yang gemuk dan sehat merupakan salah satu syarat terpilihnya sapi untuk disembelih. Nyatanya, dibalik sapi yang gemuk tersebut ada proses-proses yang bisa memberikan banyak hikmah dan pelajaran kepada kita. Bumi kian kemari kian panas. Ternyata salah satu penyebabnya, menurut Gerber hal tesebut terjadi salah satunya karena kontribusi dari peternakan. Sektor peternakan berkontribusi 7,1 juta ton karbondioksida equaivalent per tahun, atau 14,5 persen dari kontribusi aktivitas manusia.

Sumber daya itu terbatas keberadaannya. Penggunaannnya tidak boleh melebihi kapasitas regeneratif dan absortif. Jadi, bisa saja SDM meregenerasi dirinya sendiri, tapi ada kapasitas yang tidak bisa diyakini, bahwa generasi-generasi berikutnya itu juga harusnya dipastikan untuk dapat menikmati sumber daya yang ada saat ini. Dengan keadaan seperti sekarang ini, apakah masih mungkin?

Untuk makan satu iris daging sapi ataupun segelas susu sapi prosesnya ternyata sangat panjang dan kompleks. Mulai dari hulu, pakannya sapi. Untuk memproduksi pakan maka perlu adanya pembakaran. 70 persen dari lahan pertanian yang ada di dunia ini diperuntukkan untuk peternakan. 8 persen dari air yang ada di dunia ini diperuntukkan bagi peternakan. Air dan lahan itu adalah sumber daya, jika tidak dikelola dengan baik maka sumber daya tersebut akan habis. Dan, sumber daya yang kita gunakan saat ini memiliki emisi lewat udara, air dan tanah.

Dari secuil penjelasan Mbak Windi yang saya kutip, saya menjadi paham kenapa begitu banyak orang-orang yang kemudian tertarik pada gaya hidup vegan maupun berjuang demi keberlanjutan lingkungan. Lalu bagaimana Qurban memberikan pemahaman kita dalam hal ini?

Melihat konteks persembahan dalam hal berkurban, Quraish Shihab mengingatkan bahwa inti utama dari pelaksanaan qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan kurban hanyalah salah satu darinya. Bahwa sebenarnya tujuan dari kurban adalah membantu orang-orang yang kesulitan, bukan sekadar menyembelih.

Dalam keadaan seperti sekarang ini, pandemi telah menjadikan banyak sekali orang-orang yang berada dalam kesulitan. Momen Idul Adha pun memberikan pemikiran bagi para ulama untuk mengganti Kurban daging dengan uang. Meski, kesepakatan para ulama tetap mengharuskan kurban berupa hewan ternak, entah sapi ataupun kambing.
Tidak dipungkiri, daging merupakan salah satu dari banyaknya kebutuhan manusia. Namun, selain itu, masih banyak kebutuhan manusia yang berasal dari alam ini.Sementara itu, keberlanjutan alam adalah kebutuhan utama yang berdampak bagi seluruh makhluk, tak hanya sekadar manusia.

Maka, sebagai seorang yang berakal, setidaknya kita mencoba menyelaraskan pemikiran dan keadaan yang muncul saat ini. Jika memang keadaannya mengharuskan kita untuk berkurban dengan hewan ternak. Melihat konteks ‘mengurangi kesulitan’ yang dipaparkan oleh Quraish Shihab, kita juga dapat meletakkannya pada posisi alam. Sehingga, kita pun perlu melakukan langkah berkurban untuk mengurangi kesulitan yang akan dialami bumi dari berkurban.

Oleh karena itu, dalam berkurban kali ini, semoga kita dimampukan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan cara meletakkan kesalingan pada manusia, alam dan Tuhan. Mengurangi kesulitan pada sesama manusia dalam hal ini dengan memberikan daging pada mereka yang berhak, melakukan protokol dengan baik, dan bijak mengkonsumsi dengan tetap memperhatikan kebutuhan tubuh. Selain itu, mengurangi kesulitan kelak pada alam pun perlu dipikirkan, seperti dengan mengurangi sampah, memilih barang-barang perlengkapan yang lebih mudah terurai, serta menjaga kebersihan juga tentunya. []

Ghina Rahmatika

Ghina Rahmatika

A mom who likes keeping memories and words by writing

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Menjaga Ekosistem

Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID