Mubadalah.id – Di dalam hukum Islam tidak ada batasan baku tentang besaran jumlah mahar. Akan tetapi, berbagai sabda Nabi Muhammad Saw melalui berbagai hadis menganjurkan mahar itu ringan dan mudah.
Dalam rangkaian hadis tersebut, menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah merestui pernikahan dengan memberikan mahar berupa cincin besi, sepasang sandal. Bahkan jasa sebentuk pengajaran al-Qur’an.
Hal ini seperti dalam firman Allah dalam QS. ath-Thalaq ayat 7:
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا ࣖ
Artinya: Hendaknya seseorang yang berkemampuan memberikan (sesuatu) sesuai kemampuannya, siapa yang telah diberi rizki (yang bisa jadi sedikit) hendaklah memberi sesuai yang diberi Allah itu. Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sebanyak yang telah diberikan oleh-Nya. Allah akan memberikan kelapangan di balik kesusahan. (QS. ath-Thalaq ayat 7)
Pemahaman mahar sebagai simbol cinta kasih ini juga penting karena ada sebagian orang yang memahami mahar adalah alat tukar.
Dengan demikian, ketika mahar sudah laki-laki berikan maka perempuan tersebut menjadi miliknya, dapat ia kuasai dan harus mengikuti perintah dan kemauannya.
Lebih jauh lagi, dengan pemahaman tersebut, makin besar mahar yang laki-laki berikan maka semakin tinggi rasa kepemilikan suami terhadap istrinya.
Pemahaman seperti ini bukan hanya menyalahi alasan dari syariat Islam tentang mahar. Tetapi juga berpotensi besar mengarah kepada kekerasan dalam rumah tangga dan berbagai efek negatif lain. []