Mubadalah.id – Hujan deras mengguyur Bumi Rafflesia pada malam kemarin. Kini, pagi hari menyapa dengan sinar mentari yang cerah, seakan memberi semangat untuk memulai hari. Sama dengan semangat Mala, Vania, dan Sani untuk menggapai impian mereka.
Setiap hari, mereka berangkat bersama menuju sekolah tercinta, tempat mereka menimba ilmu. Walaupun mereka tergolong dari keluarga yang kurang mampu, tidak pernah sekalipun menyurutkan semangat mereka untuk menjadi orang-orang hebat, justru dengan latar belakang tersebut, menjadikan motivasi yang kuat untuk menggapai tujuan dan impian mereka.
Pada saat hari pertama Ujian Akhir Sekolah, Vania tidak ada di persimpangan jalan yang biasanya tempat mereka janjian untuk pergi bersama ke sekolah. Mala dan Sani mencoba menunggu dan mencari Vania, namun ia juga tak kunjung datang, mengingat waktu terus berjalan dan takut terlambat, akhirnya Mala dan Sani memutuskan untuk pergi berdua ke sekolah tanpa Vania.
Tepat saat Mala dan Sani melangkahkan kaki masuk ke gerbang sekolah, bel sekolah berbunyi, semua murid berbaris untuk menerima pengarahan terlebih dahulu. Sudah terihat Ibu guru pangawas dari sekolah lain, hati Mala dan Sani sudah mulai gelisah, mereka terus melihat ke gebang sekolah menunggu kedatangan Vania.
Vania Tak Datang Ke Sekolah
Di dalam kelas, proses absensi dan verifikasi nomor ujian berlangsung. Ketika nama Vania dipanggil, tak ada jawaban. Ibu guru pengawas pun bertanya, “Ke mana Vania? Ada yang tahu Vania di mana?”. Kecamuk kebingungan menyelimuti seluruh murid. Mereka tak mengerti mengapa Vania tak hadir, apalagi tanpa kabar.
Di tengah keheningan kelas, Mala memberanikan diri untuk berbicara. “Kami tidak tahu, Bu. Tadi kami sudah menunggu Vania di persimpangan tempat kami biasa bertemu, tapi dia tidak kunjung datang. Akhirnya, kami memutuskan untuk pergi ke sekolah duluan.” Ibu guru mengerutkan keningnya, “Lalu, di mana Vania tinggal?”
“Di RT 10 Bu, Jalan Mawar.”
“Rumah kamu hanya beda RT?”
“Iya bu, rumah Saya, Vania, dan Sani hanya beda RT dan beda gang saja Bu, makanya kami selalu janjian di persimpangan jalan untuk berangkat ke sekolah bersama. Namun entah kenapa hari ini Vania tidak ada, biasanya Vania selalu yang pertama menunggu kami Bu.”
“Mari kita doakan yang terbaik untuk Vania dan berharap dia segera datang. Sementara itu, mari kita mulai ujian hari ini. Saya akan membagikan lembar soal dan lembar jawaban. Kalian punya waktu 120 menit untuk menyelesaikannya. Harap tetap tenang dan fokus.”
“Baik, Bu.” Semua murid menjawab serentak.
Menunggu Vania
Semuanya menunggu Vania, kami tau Vania tidak mungkin menyia-nyiakan Ujian Akhir ini. Karena mereka bertiga sudah berjanji kepada diri masing-masing untuk masuk ke Universitas impian mereka. Hati Mala dan Sani tidak tenang, terus kepikiran tentang Vania, kemana dia?
Meskipun kekhawatiran tentang Vania masih membayangi, mereka sadar bahwa ujian sudah di depan mata. Dengan tekad kuat, mereka berusaha menyingkirkan pikiran-pikiran negatif dan fokus menyelesaikan soal-soal di hadapan mereka.
Setelah Ujian selesai, Mala dan Sani langsung buru-buru pulang menuju rumah Vania. Saat sudah sampai, mereka mengetuk rumah Vania namun tidak ada jawaban, sepertinya rumahnya kosong. Mala dan Sani saling menatap, kemana Vania? Mereka memutuskan untuk bertanya kepada tetangga yang jarak nya lumayan jauh dari rumah Vania karena rumahnya paling ujung.
“Selamat siang Bu, apakah Ibu lihat Vania? sepertinya rumahnya tampak kosong.”
“Wa’alaikumussalam, tidak tahu dek, kami lihat dari pagi tadi rumahnya memang sudah kosong, mungkin pergi dari tadi malam.”
“Ibu tidak tahu mereka pergi ke mana?”
“Tidak tahu dek, soalnya kami sekeluarga juga semalam nginap di rumah mertua saya karena ada acara arisan keluarga.”
“Baiklah Bu, terimakasih.”
“Iya sama-sama.”
Mala dan Sani akhirnya pulang dengan pikiran yang berkecamuk, selama perjalanan mereka bertanya-tanya terus kemanakah Vania? Kenapa dia menghilang begitu saja? Kenapa tidak ada petunjuk dan kabar sama sekali tentang dia? Apa yang terjadi dengan Vania? Setiap hari sebelum pergi dan pulang dari sekolah Mala dan Sani datang ke rumah Vania, namun hasilnya nihil, mereka tetap tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Vania.
Hari demi hari berlalu hingga satu Minggu Ujian Akhir Sekolah selesai. Pertanyaan tentang Vania tak terjawab. Guru-guru di sekolah enggan membahasnya, seperti ada sesuatu yang ditutupi. Mala dan Sani sudah kehilangan akal, sudah berusaha mencari Vania dengan bertanya kepada tetangga, pak RT, pak RW, bahkan kepala sekolah semuanya bilang tidak tahu. Ini aneh, ada apa dengan semuanya?
Pengumuman Kelulusan
Detik-detik menegangkan saat pengumuman kelulusan tiba. Di papan pengumuman, nama Sani terpampang di urutan pertama dengan nilai tertinggi di seluruh sekolah. Mala menempati posisi kedua. Lalu, siapakah yang menempati posisi ketiga? Vania? Kok bisa? Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Vania bisa mendapatkan urutan ketiga, sedangkan dia tidak pernah mengikuti Ujian Akhir.
Mala dan Sani bertanya kepada guru dan kepala sekolah, namun tetap saja guru-guru tidak memberikan jawaban tentang Vania. Ini aneh, sangat aneh. Dari kejutan yang telah Vania lakukan, setidaknya Mala dan Sani jadi tau bahwa Vania baik-baik saja, buktinya dia mendapatkan urutan ketiga nilai yang tertinggi di sekolah. Mereka memutuskan untuk pulang dengan bahagia, memberitahu hasil yang memuaskan kepada orang tua mereka.
Meski tanpa Vania, Mala dan Sani tetap teguh pada cita-cita mereka. Mala berkuliah di Jawa dengan beasiswa, sedangkan Sani memilih Universitas di Bali. Jarak tak menghalangi mereka untuk terus belajar dan menjalin persahabatan.
Sampai terdengar kabar Mala menjadi seorang perempuan hebat yang mendirikan pondok pesantren madrasah bagi anak-anak yatim piatu dan kurang mampu dalam melanjutkan pendidikan mereka. Sani menjadi Manager Keuangan di suatu perusahaan ternama.
Sedangkan Vania yang terkenal dengan buku-buku karya nya yang ternyata Vania sudah berada di luar negeri, sambil menjalani pengobatan ia menulis berbagai artikel tentang penyakit yang ia derita dan pentingnya menjaga kesehatan serta novel-novel fiksi yang ia terbitkan membuat dia menjadi penulis terkenal.
Kisah Persahabatan
Vania juga menuliskan kisah persahabatan mereka yang bisa mengubah nasib mereka, dari yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Vania meminta maaf kepada Mala dan Sani karena tidak bisa bertemu dan menghilang tiba-tiba. Dia merahasiakan penyakitnya karena tidak ingin membuat mereka khawatir.
Sejak lama, Vania memang memiliki hobi menulis. Bahkan saat menjalani Ujian Akhir Sekolah di Rumah Sakit, hingga pengumuman kelulusan tiba, Vania tetap menekuni dan melanjutkan cita-citanya untuk belajar di bidang kepenulisan. Di tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit, Vania mengisi waktu luangnya dengan menulis berbagai hal, seperti artikel, jurnal ilmiah, novel fiksi, bahkan buku-buku motivasi.
Karena karya tulisnya yang terkenal, Vania jadi bisa pergi ke luar negeri seperti impiannya, Vania juga berterimakasih kepada Mala dan Sani karena mereka lah yang menjadi alasan utama dan motivasi yang kuat bagi Vania untuk terus menjalani kehidupannya dengan berusaha keras menepati janji kepada sahabatnya untuk mengejar impian yang saat ini sudah terwujud, yaitu bisa ke luar negeri dan menjadi penulis terkenal.
Kisah mereka mengajarkan kita tentang nilai persahabatan, keyakinan, dan kegigihan menjadi kunci utama dalam mengapai impian. Vania tidak menyerah pada penyakitnya. Dia tetap memiliki semangat hidup yang tinggi dan berusaha untuk pulih.
Dia tetap tegar dan berusaha sekuat tenaga untuk sembuh. Ia terus berusaha mengejar impiannya. Kisah persahabatan ini dapat menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi para siswa/mahasiswa yang kurang mampu dalam menjalani pendidikan. Agar terus berusaha dan semangat untuk mengejar impiannya menjadi bagian dari orang-orang hebat yang mampu mengubah dunia seperti kisah Mala, Vania, dan Sani. []