• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bisakah Kampus Menjadi Ruang Aman bagi Perempuan?

Kekerasan seksual memang bisa terjadi dimana pun dan kapan pun. Bahkan siapa pun bisa berpotensi menjadi korban ataupun pelaku kekerasan seksual di kampus

Dewi Misbhakhatul Muniroh Dewi Misbhakhatul Muniroh
02/07/2022
in Publik, Rekomendasi
0
Ruang Aman bagi Perempuan

Ruang Aman bagi Perempuan

323
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kampus merupakan tempat untuk menimba ilmu. Di kampus kita bisa melihat para dosen, para mahasiswa, ibu dan bapak kantin, satpam dan petugas lainnya saling sengkuyung untuk mengelola kampus. Sebagian besar dari mereka menganggap bahwa kampus sebagai tempat yang aman untuk belajar.

Namun, ternyata anggapan bahwa kampus sebagai ruang aman bagi perempuan berbanding terbalik dengan realita yang ada. Kampus bisa saja menjadi tempat yang tidak aman khususnya bagi mahasiswa laki-laki atau perempuan. Banyak ketimpangan yang terjadi di dalam kampus. Bahkan, belakangan ini sering sekali bertebaran berita-berita pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Kekerasan seksual memang bisa terjadi di manapun dan kapanpun. Bahkan siapa pun bisa berpotensi menjadi korban ataupun pelaku kekerasan seksual di kampus. Namun sejauh ini banyak riset atau penelitian yang menunjukkan bahwa mahasiswa perempuan yang paling sering menjadi objek kekerasan.

Mirisnya banyak mahasiswa perempuan yang tidak menyadari jika ia sudah mengalami kekerasan seksual karena mereka menganggap bahwa wujud dari kekerasan seksual yaitu pemerkosaan. Cat calling dan gurauan seksis dianggap sebagai perbuatan yang dinormalisasi oleh lingkungan kampus yang menganut “patriarkis”. Di sinilah, penting siapa pun untuk memahami dan menolak kekerasan dalam bentuk apa pun.

Pentingnya Pengetahuan tentang Kekerasan Seksual

Salah satu hal yang mempengaruhi situasi ini adalah kurangnya pemahaman mahasiswa perempuan tentang kekerasan seksual. Misalnya, dosen laki-laki yang memegang bahu mahasiswa perempuan tanpa adanya consent atau persetujuan masih dianggap biasa saja. Padahal kondisi ini merupakan pelecehan yang berpotensi pada situasi-situasi negatif. Belum lagi jika dia diancam atas nama nilai akademik.

Maka dari itu mahasiswa perempuan penting memahami apa itu kekerasan seksual, jenis-jenis kekerasan seksual beserta contohnya. Sehingga menciptakan kampus sebagai ruang aman bagi perempuan bisa kita upayakan. Tentu saja prosesnya tidak mudah dan tidak sebentar.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Secara umum, kita memahami kekerasan seksual sebagai perbuatan merendahkan, melecehkan, menyerang tubuh, atau alat kelamin karena ketimpangan relasi kuasa atau gender yang dapat mengakibatkan penderitaan psikis atau fisik, termasuk mengganggu kesehatan reproduksi seseorang.

Berdasarkan jenisnya, kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi empat, yaitu kekerasan yang dilakukan secara verbal (ucapan atau kata-kata), non-fisik, fisik, dan daring atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Jenis-jenis Kekerasan Seksual

Melakukan Kekerasan seksual secara verbal biasanya melalui ucapan atau perkataan seperti lelucon seksis, siulan, membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu atau mengancam seseorang untuk melakukan aktivitas seksual. Sedangkan kekerasan non-fisik contohnya seperti menguntit, mengintip orang yang sedang berada di dalam toilet, dan memandangi bagian tubuh orang lain.

Berbeda dengan melakukan kekerasan fisik yang biasanya bersinggungan langsung dengan anggota tubuh seseorang contohnya menyentuh, meraba, mengusap, atau menggosokkan tubuh kepada area “pribadi” seseorang. Memberikan hukuman atau perintah yang bernuansa seksual juga termasuk kekerasan fisik, apalagi jika sudah membuka pakaian seseorang tanpa izin.

Sedangkan kekerasan daring atau kekerasan melalui media informasi dan komunikasi ialah kekerasan yang dilakukan secara online seperti mengirimkan lelucon, foto, video, audio yang bernuansa seksual tanpa persetujuan penerimanya meskipun penerima sudah menegur pelaku, menyebarkan informasi pribadi seseorang tanpa persetujuan orang tersebut.

Kekerasan seksual di media daring sering tersebut juga dengan kekerasan berbasis gender online (KBGO). Situasi ini biasanya terjadi melalui WhatsApp, Instagram, Facebook, dan media online lainnya. Apakah di kampus juga bisa terjadi KBGO? Ya, tentu saja bisa.

Kawal Implementasi Permendikbud No. 30 tahun 2021

Untuk mencegah kekerasan seksual di kampus bukan hanya pihak mahasiswa yang perlu memahami soal pencegahan kekerasan seksual. Tetapi pihak perguruan tinggi juga harus mengadakan penyuluhan mengenai kekerasan seksual agar tidak terjadi di lingkungan kampus.

Tentu tidak bisa dipungkiri, meskipun sudah mengadakan penyuluhan, kekerasan seksual masih kerap terjadi di kampus. Dalam lingkup kampus seringkali kekerasan seksual terjadi karena ketimpangan relasi kuasa. Misalnya, perbuatan kekerasan seksual oleh seorang dosen kepada mahasiswa perempuan.

Seringkali melakukan kekerasan secara verbal, non fisik, maupun fisik. Contohnya dosen memegang bahu mahasiswi, atau saat memasuki masa ujian terkadang dosen mengajak jalan mahasiswinya. Jika dia tidak mau, maka dia tidak akan mendapat nilai yang bagus.

Kita beruntung, di kampus hari ini sudah memiliki Permendikbud nomor 30 tahun 2021 yang ikut bicara lantang tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus. Mulai banyak kampus yang memiliki pusat pengaduan dan pendampingan jika terjadi kasus kekerasan seksual. Kampus menajdi ruang aman bagi perempuan.

Namun banyak mahasiswa yang tidak mengetahui adanya pusat pengaduan tersebut sehingga jika mahasiswa mengalami kekerasan seksual mereka lebih memilih untuk bungkam. Karena takut nama baiknya menjadi buruk dan takut akan ancaman pelaku kekerasan.

Sudah semestinya pihak kampus lebih mempromosikan pusat pengaduan tersebut dan mengadakan penyuluhan secara rutin, agar tidak terjadi kekerasan seksual di kampus. Mahasiswa, dosen atau siapa pun yang berada di lingkungan kampus berhak dan layak mendapatkan ruang aman untuk bekerja dan belajar. []

Tags: Kampus MerdekaKekerasan seksualperempuanPermendikbud No.30 Tahun 2021Ruang Aman
Dewi Misbhakhatul Muniroh

Dewi Misbhakhatul Muniroh

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version