• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Buku Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Beda Agama: Muslim dengan Non-Muslim Boleh Saling Memberi Salam

Dengan begitu, artinya kita boleh memulai atau menjawab salam dari mereka yang berbeda dengan kita. Apalagi Nabi Muhammad Saw sendiri telah memberikan teladan kepada kita semua. Yaitu dengan memberikan salam sekaligus mendoakan mereka

Andayu Aisyah Putri Andayu Aisyah Putri
09/12/2024
in Buku
0
Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama

Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama

720
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul Buku:  Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama
Penulis: Faqihuddin Abdul Kodir
Jumlah Halaman: 234
Penerbit: IRCiSoD
Cetakan: Pertama, Desember 2022

Mubadalah.id – Sejak aku menjadi mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF, kecintaanku dalam membaca buku semakin besar. Di sini aku banyak menemukan buku-buku yang bagus, keren, bahkan cocok banget untuk menjadi bahan referensi dalam mengerjakan berbagai tugas kuliah.

Hanya di sini aku juga bisa menemukan buku bacaan soal tema gender, demokrasi, HAM, Pluralisme dan tentang pentingnya menghargai perbedaan.

Ada salah satu buku yang menurutku ini recommended sekali untuk dibaca. Buku tersebut adalah “Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama” yang ditulis oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir.

Dalam buku ini aku tertarik untuk membahas tema soal “Bolehkah Memulai dan Menjawab Salam Umat Berbeda Agama?

Baca Juga:

Ulasan Crime and Punishment: Kritik terhadap Keangkuhan Intelektual

Belajar Toleransi dari Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus Buktisyu

Buku Sayap-Sayap Patah: Kritik Kahlil Gibran terhadap Pernikahan Paksa

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Mengapa tema ini menjadi menarik, karena di sebagian masyarakat kita, jangankan mengucapkan salam kepada mereka yang berbeda, untuk bertemu saja sangat dilarang.

Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang beranggapan apabila bertemu dengan mereka yang berbeda agama masih menjadi momok yang menakutkan. Takut dikira akan menjadi murtad lah. Harus syahadat lagi lah dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, tema tulisan ini menurutku cocok sekali untuk dibahas, agar sebagian besar dari masyarakat yang masih merasa takut bertemu dengan mereka yang berbeda bisa kita minimalisir.

Syukur-syukur mereka bisa saling bertegur sapa dengan memberi salam atau menjawab salam dari mereka yang berbeda agama.

Pandangan Ulama

Dalam bukunya, Kiai Faqih menjelaskan ada dua pandangan para ulama tentang hal ini:

Pertama, sebagian ulama melarang untuk memulai dan menjawab salam. Hal ini karena doa dan ibadah hanya berlaku bagi orang yang sudah masuk Islam saja.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa memulai dan menjawab salam dipandang sebagai bagian dari doa dan ibadah.

Hal ini sebagaimana dalam Hadis Nabi Muhammad Saw, bahwa Beliau pernah mendoakan orang-orang non-Muslim agar mendapat ampunan (Shahih Ibnu Hibban), Mendapatkan Hidayah (Shahih al-Bukhari, Hadis nomor 3267), dan mendapatkan jiwa yang baik dalam hidup (Sunan at-Tirmidzi, Hadis nomor 2958).

Dari dua pendapat tersebut, lalu bagaimana cara kita memulai dan menjawab salam dari umat yang berbeda agama.

Cara Memulai dan Menjawab Salam

Masih dalam bukunya, Kiai Faqih memberikan cara untuk memulai dan menjawab salam dari non-Muslim.

Pertama, jika ada non-Muslim yang memulai salam menggunakan tradisi agama mereka. Maka kita dapat menjawabnya dengan menggunakan tradisi agama mereka juga. Atau bisa kita jawab dengan kata “terima kasih”.

Kedua, kita juga bisa memulai salam dengan orang non-Muslim dalam bentuk sapaan yang  menguatkan hubungan sosial, kehangatan dan persaudaraan. Seperti menggunakan ucapan selamat pagi, atau ungkapan lainnya.

Dengan begitu, artinya kita boleh memulai atau menjawab salam dari mereka yang berbeda dengan kita. Apalagi Nabi Muhammad Saw sendiri telah memberikan teladan kepada kita semua. Yaitu dengan memberikan salam sekaligus mendoakan mereka yang berbeda agar mendapatkan ampunan dari Allah Swt. []

Tags: bolehbukumuslimnon muslimRelasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda AgamaSalamsaling
Andayu Aisyah Putri

Andayu Aisyah Putri

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF Cirebon.

Terkait Posts

Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Hakikat Berkeluarga

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

23 Juni 2025
Fiqh Al Usrah

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

21 Juni 2025
Membangun Rumah Tangga

Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

20 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Boys Don’t Cry

    Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu
  • Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID