• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Catatan KUPI II: Bukan Perkara Jenis Kelamin

Kongres ini adalah wahana untuk mengkonsolidasi pengetahuan dan gerakan ulama perempuan dunia. Ia menjadi ajang untuk meneguhkan peran ulama perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kongres ini bukan forum bagi mereka yang berjenis kelamin perempuan

Ahsan Jamet Hamidi Ahsan Jamet Hamidi
28/11/2022
in Personal
0
KUPI II

KUPI II

718
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Permohonan saya untuk bisa mengikuti hajatan pertemuan para perempuan cerdik pandai (Ulama) dari seluruh dunia diterima panitia. Pertemuan KUPI II (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) baru saja selesai terselengara di Semarang dan Jepara pada 23-26 November 2022. Tema besar dalam pertemuan ini adalah; “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan”.

Pertemuan pertama KUPI I berlangsung di Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon tahun 2017. Nyai Hj. Badriyah Fayumi, sebagai Ketua Pengarah, menyampaikan 3 rekomendasi penting. Yaitu; tentang kekerasan seksual baik di dalam maupun di luar perkawinan hukumnya haram.

Kemudian, kewajiban mencegah perkawinan usia anak di bawah umur yang menimbulkan kerusakan.  Ketiga, Ulama perempuan mendesak negara untuk menghentikan segala praktik pemanfaatan sumber daya alam atas nama pembangunan sekalipun.

Saat pembacaan tiga rekomendasi, saya merasakan keharuan yang begitu dalam. Ingat ibu, istri dan anak perempuan. Haru menyaksikan sebuah spirit kebangkitan dan keteguhan perjuangan para perempuan cerdik pandai dari seluruh dunia. Mereka sangat tegas menyuarakan suara hati, untuk kehidupan di dunia yang lebih adil bagi semua manusia.

Keragaman Peserta

Kongres KUPI II diselenggarakan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Jumlah pesertanya lebih banyak dan lebih beragam. Kiprah para pegiat KUPI dalam 5 tahun terakhir telah mengundang banyak dukungan dan simpati. Tidak terbatas oleh perempuan.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Ribuan orang berkumpul di tempat perhelatan KUPI II dengan ciri khas pakaian masing-masing. Datang dari berbagai penjuru dunia. Melampaui sekat suku, agama, warna kulit, latar belakang organisasi, level pendidikan, pangkat, jabatan bahkan jenis kelamin. Mereka berbaur dalam satu wadah, berdiskusi, membuat rekomendasi penting untuk pembangunan kehidupan dunia yang lebih adil dan maslahat.

Meski perhelatan ini bernama Kongres Ulama Perempuan Indonesia, namun ada ribuan laki-laki terlibat secara aktif. Baik sebagai panitia, peserta, peninjau hingga narasumber dalam berbagai diskusi. Mereka memiliki hak yang sama dan setara dengan yang lain. Mereka boleh bertanya, bahkan jika dirasa mampu, boleh mendebat gagasan dalam berbagai diskusi yang diselenggarakan.

Meski laki-laki, saya menghadiri forum-forum KUPI II di berbagai sesi diskusi. Saya menjadi minoritas, tetapi sama sekali tidak terdiskriminasi oleh para mayoritas. Hak-hak saya terpenuhi dengan baik. Mulai dari perkara konsumsi, akomodasi, layanan transportasi. Apalagi kesempatan berbicara, bertanya, berpendapat. Semua dijamin penuh.

Kesan pada Penyelenggaraan KUPI II

Kesan saya, peserta kongres kemarin sangat beragam. Kebijakan panitia yang membuka pintu kepesertaan secara terbuka, patut kita apresiasi. Memang, tidak semua peserta yang hadir memiliki pemikiran yang seirama dan satu frekuensi dengan gagasan besar tentang keadilan, kesetaraan yang tersampaikan oleh para cerdik pandai di forum tersebut.

Di tengah-tengah perhelatan acara, saya duduk bersebalahan dengan peserta laki-laki yang menurut saya agak sinis. Maklum, dari ribuan orang yang hadir, pastilah memiliki pemikiran beragam. Tetapi, kesan saya, laki-laki tersebut setengah meledek perhelatan ini. Dia mengulang-ulang pernyataannya tentang jumlah perempuan di Indonesia yang menurutnya melebihi laki-laki. Baginya, para perempuan harus rela diduakan. Jika tidak, nanti bisa tidak kebagian pasangan. Propagandan yang sungguh mengusik.

Saya tentu membantah dengan mempertanyakan metode perbandingan yang dia gunakan. Saya bertanya, apakah dia sudah menggunakan perbandingan yang lebih spesifik. Misalnya, berapa perbandingan antara jumlah laki-laki dan perempuan untuk mereka yang berusia 20 – 40 tahun saja. Jika metodenya baik, lalu hasilnya bisa kita ketahui, maka seseorang boleh menyimpulkan.

Jangan-jangan, persentase perbandingan yang dia sebutkan berulang-ulang itu tidak merepresentasi usia secara khusus. Bisa jadi, jumlah perempuan yang lebih banyak itu hanya terjadi pada perempuan balita dan manula. Jika begitu, maka kesimpulan yang ia tarik untuk menetapkan bahwa perempuan terancam tidak akan kebagian pasangan laki-laki, pasti tidak valid. Untuk kesimpulan lain yang mengatakan bahwa perempuan harus rela diduakan, itu menyesatkan.

Saya sedikit mendesak dasar dan pola perhitungannya. Dia mengaku, bahwa itu hanyalah asumsi yang berdasarkan pada jumlah murid dan guru di sekolah tempatnya mengajar. Lalu saya bertanya lagi, apa hubungan antara perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan dengan urusan kawin-mawin?

Apakah hubungan antara manusia laki-laki dan perempuan itu hanya terjadi dalam urusan kawin mawin? Tidak ada urusan lain? Dia tidak menjawab. Meski begitu, dia tetap ngotot bahwa di sekolahnya, ketimpangan itu ada. Begitu pulalah yang terjadi di Indonesia, bahkan dunia

Saya menghentikan diskusi yang semakin membuat tidak nyaman peserta lain. Volume suara kami telah mengganggu peserta lain yang sedang khusyu’ mendengarkan pendangan keagamaan Kiyai Faqih Abdul Qodir, dari Fahmina Cirebon.

Bukan Perkara Jenis Kelamin

Saya menaruh harapan, Kongres Ulama Perempuan ke tiga, ke empat, ke lima dan seterusnya nanti, bisa tetap mempertahankan prinsip baik terkait keberagaman peserta. Kalau bisa, Kongres bisa menghadirkan ulama laki-laki dan perempuan yang selama ini berpandangan kontra.

Siapa tahu, forum KUPI II ini bisa menjadi wahana belajar, berrefleksi, dan sukur-sukur mampu mengungkit kesadaran seseorang. Jika perhelatan Kongres ini hanya dihadiri oleh mereka-mereka yang sudah ada dalam satu frekuensi, maka jangan sampai forum ini hanya akan menjadi ajang reuni. Sayang ya….

Kongres ini adalah wahana untuk mengkonsolidasi pengetahuan dan gerakan ulama perempuan dunia. Ia menjadi ajang untuk meneguhkan peran ulama perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kongres ini bukan forum bagi mereka yang berjenis kelamin perempuan.

Menurut Kiai Faqih, istilah ulama perempuan tidak terbatas pada ulama berjenis kelamin perempuan, tetapi seluruh ulama yang memiliki perspektif perempuan. Istilah keulamaan juga tidak hanya merujuk pada mereka yang menguasai ilmu agama, tetapi juga mereka yang menguasai seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan kehidupan dalam arti luas.

Forum ini telah menjadi ajang konsolidasi bagi siapa saja yang memiliki perhatian dengan praktik diskriminasi, ketidakadilan yang mengancam eksistensi kemanusiaan dan kemaslahatan hidup kita bersama. Jadi siapapun, baik laki-laki maupun perempuan bisa jadi ulama perempuan, selama ia memiliki komitmen untuk melakukan advokasi terhadap keadilan.

Saya meyakini, bahwa praktik ketidakadilan, kekerasan dan diskriminasi yang selama ini menimpa kaum perempuan, sejatinya tidak hanya menjadi masalah perempuan. Masalah itu adalah masalah kemanusiaan. Masalah kita bersama sebagai makhluk ALLAH yang mulia. Itulah alasan mengapa dalam setiap perhelatan Kongres Perempuan, saya selalu ingat ibu, istri dan anak perempuan. []

 

 

Tags: Hasil KUPI IIKongres Ulama Perempuan IndonesiaKUPI IIulama perempuan
Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version