• Login
  • Register
Minggu, 3 Juli 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

“Cinta” Bukan Kata Benda

Mubadalah Mubadalah
14/05/2019
in Personal
0
Ilustrasi: wikimedia[dot]com

Ilustrasi: wikimedia[dot]com

11
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Dari enam bersaudara di keluarga kami, hanya aku dan abangku yang belum (mau) menikah. Tapi aku banyak belajar dari cerita suka-duka rumah tangga orang-orang terdekatku, berharap pelajaran itu bisa jadi bekal jika suatu saat aku berkeinginan menikah.

Perbedaan kepribadian dan pengalaman tiap kepala, kuat-tidaknya komitmen untuk terus bersama, seberapa lama usia pernikahan, menghasilkan lika-liku hubungan yang berbeda level kesulitannya. Masalah rumah tangga di keluargaku terkadang membuat pikiranku berkecamuk mencari jawaban atas satu pertanyaan dasar: apa itu “cinta”?

Apakah besarnya cinta yang membuat ibuku masih sering merindukan Bapak, meski sudah sewindu beliau pergi meninggalkan kami (setelah berpuluh tahun hidup bersama)? Apakah hilangnya cinta yang membuat bibiku memutuskan berpisah dengan suaminya? Apakah pudarnya cinta yang membuat pernikahan kakakku di ambang perceraian?

Selama ini aku menganggap ‘cinta’ sebagai rasa kasih sayang atau rasa tertarik yang mendalam kepada seseorang atau sesuatu (hewan peliharaan, hobi, benda, dsb). Maka “cinta” bisa datang dan pergi dari hati kita.

Dalam bahasa Inggris, kata “love” dikategorikan sebagai kata benda (noun) atau kata kerja (verb). “Love” sebagai noun berarti “perasaan intens berupa afeksi yang mendalam; ketertarikan dan kesenangan yang besar terhadap sesuatu.” (Dan seterusnya). 

Baca Juga:

Berdosakah Istri Meminta Cerai: Perspektif Mubadalah

Puasa Dzulhijjah Hanya 3 Hari, Bolehkah?

Stigma Duda, Laki-laki yang Menjadi Korban Patriarki

Puasa Dzulhijjah Tapi Tidak Berurutan, Bolehkah?

Lalu “love” sebagai verb berarti “merasakan suatu ikatan romantis atau seksual kepada seseorang; sangat menyukai atau sangat menikmati (sesuatu).”

Definisi “cinta” dalam bahasa Inggris cocok dengan anggapanku, bahwa cinta adalah sesuatu yang kita rasakan dan ia bisa hilang suatu saat. Tapi, benarkah begitu? Aku belum puas. Apakah cinta itu suatu perasaan atau emosi? Aku pun googling lagi: “is love a feeling or an emotion?”

Di Quora, aku menemukan jawaban yang menarik atas pertanyaan tadi. Ditulis oleh Kenneth Moore, jawabannya yang tak terduga telah mengubah persepsiku tentang cinta selama ini.

Menurut pandangannya, “love” telah sering disalahartikan sebagai suatu perasaan/emosi, sehingga “love” dikategorikan sebagai noun. Menurutnya, “love” seharusnya sejak awal diajarkan sebagai kata kerja (verb) saja, dan bukan kata benda (noun).

Hal ini jadi salah satu penyebab rusaknya banyak hubungan, karena banyak manusia menganggap bahwa cinta itu suatu perasaan/emosi yang suatu saat bisa hilang dari hati kita, hingga itu sering menjadi alasan perpisahan.

“Cinta” menurutnya adalah perbuatan yang kita putuskan dan lakukan sendiri secara konsisten kepada/untuk orang yang kita cintai, yang membuat orang itu merasa senang, berharga, penting, dan merasa dicintai.

Perbuatan yang berarti “mencintai” itu bisa berupa mendengarkan, memeluk, memuji, menulis surat romantis, memberi hadiah, dan sebagainya.

“Mencintai” berarti melakukan segala perbuatan yang membuat orang yang kita cintai merasa bahagia dan berharga, secara konsisten. Mengapa harus konsisten? Karena sekali saja kita memutuskan untuk “tidak cinta”—yang berarti melakukan perbuatan-perbuatan yang membuatnya sedih/kecewa, apalagi sampai berpaling ke lain hati—maka akan sulit bagi kita untuk kembali mencintainya.

Lantas, apa itu perasaan menggebu kepada seseorang/sesuatu yang bisa datang dan hilang begitu saja? Kita biasa menyebutnya “gairah”, “ketertarikan”, “rasa kagum”, atau “birahi”. Tapi bukan “cinta”.

Aku pun mencoba mencari kata “cinta” di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online. Ternyata dalam KBBI, kata “cinta” tanpa awalan/imbuhan tidak termasuk dalam kategori kata benda. Semakin mantaplah imanku.

Kini aku cenderung memaknai “cinta” sebagai kata kerja, bukan kata benda; bahwa cinta adalah keputusan yang aku lakukan atas kehendak sendiri berupa konsistensi untuk memperlakukan orang yang aku cintai sebaik-baiknya.

Dengan begini aku akan lebih berhati-hati untuk tidak mudah mengumbar kata “cinta”. Karena sekali saja aku mengaku cinta kepada seseorang berarti aku memikul tanggung jawab besar untuk selalu memperlakukannya dengan baik, apapun yang terjadi; meski suatu saat gairah/ketertarikan/kekaguman/birahi kepadanya memudar, karena aku telah memutuskan untuk mencintainya.

Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Perbuatan Baik

Bagaimana Menyikapi Perbuatan Baik yang Bertepuk Sebelah Tangan?

1 Juli 2022
Obrolan Menarik

Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

30 Juni 2022
Perempuan yang tidak sempurna

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

29 Juni 2022
Dampak Negatif Skincare

Dampak Negatif Skincare terhadap Ekosistem Bumi

28 Juni 2022
Kesetaraan Gender

Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

27 Juni 2022
Muslimah Sejati

Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

27 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Stigma Duda

    Stigma Duda, Laki-laki yang Menjadi Korban Patriarki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Sikap Lagertha, Pemimpin Perempuan dalam Serial Vikings yang Patut Dicontoh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisakah Kampus Menjadi Ruang Aman bagi Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kesetaraan Gender dalam Perspektif Tokoh Perempuan Nahdlatul Ulama Masa Kini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Amalan di Bulan Dzulhijjah yang Mendatangkan Banyak Pahala

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berdosakah Istri Meminta Cerai: Perspektif Mubadalah
  • Puasa Dzulhijjah Hanya 3 Hari, Bolehkah?
  • Stigma Duda, Laki-laki yang Menjadi Korban Patriarki
  • Puasa Dzulhijjah Tapi Tidak Berurutan, Bolehkah?
  • 5 Sikap Lagertha, Pemimpin Perempuan dalam Serial Vikings yang Patut Dicontoh

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist