• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dear Politisi, Tolong Berhenti Melemparkan Guyonan Sok Asik yang Merendahkan Perempuan

Perilaku politisi yang melemparkan guyonan seksis dan misoginis merupakan bagian dari melanggengkan stigma yang mengakar di masyarakat

Nela Salamah Nela Salamah
22/11/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Merendahkan Perempuan

Merendahkan Perempuan

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Nanti janda-janda akan disantuni oleh Pak Habiburrahman, akan diurus lahir batin oleh Bang Ali Lubis, akan diberi sembako oleh Bang Adnan, dan kalua cocok akan dinikahi oleh Bang Riyan.”

Mubadalah.id – Begitu Kira-kira isi dari penggalan video kampanye Ridwan Kamil di hadapan banyak warga. Dengan adanya video tersebut, catatan hitam para politisi melemparkan guyonan-guyonan sok asik nan seksis yang merendahkan perempuan kembali bertambah.

Belum lama, pasangannya yakni Suswono juga blunder soal ini. Beliau menyarankan janda kaya untuk menikahi pemuda pengangguran. Meskipun sudah klarifikasi dan meminta maaf kepada publik, pernyataan tersebut tidak seharusnya keluar dari mulut seorang calon pemimpin.

Selain pasangan ini, calon wakil gubernur Banten yakni Dimyati Natakusumah juga melakukan hal yang sama. Dalam debat publik, beliau mengatakan bahwa jangan memberikan perempuan beban yang berat apalagi menjadi gubernur. Pernyataan yang ingin melemahkan lawannya ini menjadi bumerang karena merendehkan dan menjadikan perempuan sebagai makhluk nomor dua.

Pemimpin Patriarkis dan Misoginis

Seharusnya dengan guyonan-guyonan oleh politisi ini kita akan lebih bijak lagi untuk memilih seorang pemimpin. Karena guyonan-guyonan tersebut menandakan bahwa mereka akan menjadi pemimpin yang patriarkis dan misoginis.

Melansir dari website suluh perempuan, makhluk misoginis merupakan makhluk yang memiliki kebencian atau prasangka terhadap perempuan yang biasanya laki-laki lakukan. Makhluk misoginis adalah buah dari patriarki, yakni masyarakat dengan laki-laki yang mendominasi.

Baca Juga:

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

Atribut yang berkaitan dengan perempuan  (feminim) akan diremehkan. Sedangkan atribut yang berkaitan dengan laki-laki (maskulin) akan mendapatkan keistimewaan.

Seorang pemimpin yang patriarkis juga misoginis, akan meahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak mewakili perempuan. Mereka cenderung mengabaikan atau bahkan meremehkan perspektif seorang perempuan.

Dampak dari pemimpin seperti ini juga sangat menakutkan. Kesenjangan gender semakin meluas, diskriminasi semakin masif karena struktur sosial yang tidak adil semakin kuat. Terkahir, yang sudah saya sebut sebelumnya bahwa pemimpin seperti ini akan melahirkan ketidakadilan dalam mengambil kebijakan.

Bagian dari Melanggengkan Stigma

Perilaku politisi yakni melemparkan guyonan sok asik perihal perempuan juga merupakan bagian dari melanggengkan stigma yang mengakar di masyarakat. Perempuan makhluk kelas dua, labelisasi perihal “janda” dan masih banyak lagi.

Seperti yang kita ketahui bersama, masyarakat masih kerap kali menganggap perempuan sebagai makhluk kelas dua. Pendidikan perempuan tidak boleh lebih dari laki-laki, pendapatan mereka tidak boleh lebih besar dari pada laki-laki, bahkan banyak yang menganggap mereka tidak lebih memumpuni untuk menjadi seorang pemimpin ketimbang laki-laki.

Dengan adanya pernyataan politisi yang menganggap perempuan tidak boleh memikul beban berat apalagi menjadi gubernur, maka stigma-stigma negatif yang membelenggu perempuan akan semakin langgeng. Bagaimana tidak, politisi ini 24/7 tidak lepas dari kacamata publik.

Kemudian perihal labelisasi “janda”. Label stigma yang masih membelenggu perempuan yang berstatus janda menimbulkan stereotip negatif. Penilaian yang hanya berdasarkan pada asumsi dan persepsi semata.

Mereka seringkali menempati posisi yang rendah, lemah, tidak berdaya, membutuhkan belas kasih, dan menjadi bahan gunjingan. Labelisasi dan stigma ini mebuat mereka memperoleh dampak negatif di kehidupan sosial. Mereka berpeluang mendapatkan diskriminasi, menyebabkan mereka hilang motivasi dan menjalani kehidupan yang sulit serta menarik diri dari kehidupan sosial.

Kehidupan perempuan dengan status janda yang sulit karena label dan stigma yang melekat tersebut bertambah buruk dengan ikut sertanya politisi untuk melanggengkannya.

Alih-alih memberikan solusi untuk menangani kemiskinan mereka dengan fokus memeberikan pelatihan untuk meningkatkan skill atau lapangan kerja. Para politisi malah melemparkan guyonan-guyonan sok asik “dinikahi” atau “diurusin” seakan-akan perempuan dengan status janda tidak bisa mandiri.

Jadi, bisa gak kalian (politisi) berhenti melemparkan guyonan-guyonan sok asik yang merendahkan perempuan? Gak lucu tau! []

Tags: MerendahkanperempuanPilkadaPilkada 2024PolitisiStigma Janda
Nela Salamah

Nela Salamah

Perempuan yang ingin namanya abadi melalui tulisan.

Terkait Posts

Negara Inklusi

Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID