• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Efisiensi Anggaran: Ketidakhadiran Negara pada Disabilitas

Salah satu lembaga yang terkena imbas dari efisiensi ini adalah Komisi Nasional Disabilitas (KND).

Sofia Ainun Nafis Sofia Ainun Nafis
15/02/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Efisiensi Anggaran

Efisiensi Anggaran

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Presiden Prabowo baru saja mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 01 tahun 2025 mengenai Efisiensi Anggaran terhadap APBD dan APBN.

Melalui Inpres ini, presiden memberikan mandat adanya pemangkasan anggaran belanja pada Kementrian, TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Lembaga Pemerintah non Kementrian, Kesekretariatan Lembaga Negara, Gubernur, hingga Bupati/Walikota. Pemangkasan anggaran ini meliputi belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, Pembangunan infrstruktur serta pengadaan peralatan dan mesin.

Salah satu lembaga yang terkena imbas dari efisiensi ini adalah Komisi Nasional Disabilitas (KND). Mengutip dari Tempo.co, sebelum adanya efisiensi, anggaran KND mencapai Rp. 5,6 miliar. Namun, setelah adanya Inpres tersebut anggaran KND tinggal Rp. 500 juta yang alokasinya untuk pembiayaan program serta kesekretariatan.

Padahal dari total keseluruhan anggaran tersebut paling banyak teralokasi untuk perjalanan dinas, karena KND memiliki tugas dan fungsi monitoring, evaluasi serta advokasi untuk mewujudkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak disabilitas.

Hak-hak Disabilitas

Dalam Undang-Undang No. 08 Tahun 2016 menyebutkan ada 21 hak-hak penyandang disabilitas yang harus terpenuhi. Beberapa di antaranya adalah hak kesejahteraan sosial dan hak aksesibilitas. Hak-hak yang telah tertuang dalam perundang-undangan ini merupakan kewajiban negara untuk memastikan penyandang disabilitas dapat hidup secara setara dengan masyarakat luas.

Baca Juga:

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

Penyegelan Masjid Ahmadiyah di Banjar: Negara Masih Gagal Menjamin Kebebasan Beragama

Mengenal Devotee: Ketika Disabilitas Dijadikan Fetish

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

Tetapi, dengan keluarnya Inpres tersebut, justru menggambarkan inkonsistensi negara terhadap pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Negara tidak sepenuhnya hadir serta berkomitmen terhadap amanat konstitusi dalam Undang-Undang yang telah ada.

Dengan anggaran yang semula telah ditentukan saja, masih belum banyak ditemukan aksesibilitas yang memadai untuk penyandang disabilitas. Di ruang publik misalnya, belum tercipta lingkungan yang ramah bagi penyandang disabilitas. Selain itu sarana di transportasi umum juga belum memberikan layanan ramah disabilitas secara massif.

Aksesibilitas yang sangat minim ini menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai lini kehiduapn. Apalagi, dengan adanya efisiensi anggaran yang memangkas hampir 70% jumlah semula, tentu akan berdampak buruk sehingga upaya mewujudkan fasilitas yang inklusif serta ramah disabilitas akan terhambat. Hal ini menunjukkan ketidakhadiran negara bagi kelompok rentan, karena terdapat ketimpangan antara kebijakan dan realitas di lapangan.

Akademi Mubadalah: Gerakan Perspektif Keadilan

Dalam forum Akademi Mubadalah 2025 yang bertajuk Penguatan Hak-Hak Disabilitas Melalui Penulisan Artikel Populer dan Konten Kreatif, Kiai Faqihuddin Abdul Kodir menyampaikan materi Penguatan Hak Disabilitas dalam Perspektif Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Ia menjelaskan bahwa KUPI memiliki tiga prinsip untuk membaca isu disabilitas, yaitu martabat, ‘adalah, dan mashlahah.

Prinsip martabat adalah pola pikir yang dilekatkan bahwa setiap makhluk memiliki martabat yang sama dalam pandangan Allah, tanpa terkecuali. Prinsip ini mengajarkan bahwa nilai serta hak individu tidak dilihat dari identitas, apakah penyandang disabilitas maupun non-disabilitas.

Setiap manusia, dengan segala keadannya, dipandang sebagai makhluk yang setara. Oleh sebab itu, sebagai sesama makhluk semestinya bekerja sama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.

Lalu, prinsip ‘adalah, yakni pemahaman bahwa mereka yang memiliki privilese, mendapat beban tanggung jawab moral untuk melakukan kerja-kerja agensi serta memberdayakan mereka yang lebih rentan. Dalam konteks ini, pemaknaan privilese bukan hanya sebagai sesuatu untuk mempertahankan kepentingan pribadi, tetapi keistimewaan tersebut digunakan untuk menciptakan keadilan.

Dengan implementasi prinsip tersebut, maka akan terwujud cita-cita ke-maslahat-an, yaitu hidup yang memberikan kebaikan, kenyamanan, serta kesalingan.

Konsep ke-maslahat-an ini tidak hanya terbatas pada kenyamanan dan kebaikan individu, tetapi juga menciptakan kesadaran komunal untuk menciptakan kesejahteraan sosial dalam tataran masyarakat luas. Sehingga terwujud lingkungan yang inklusif dan tercapai prinsip kesalingan karena setiap individu merasa dihargai serta dilibatkan dalam kehidupan bersama.

Trilogi KUPI: Paradigma Keadilan Hakiki

Efisiensi anggaran yang tertuang dalam Inpres seharusnya menjadi refleksi bersama untuk mempertanyakan kembali. Apakah pemerintah sudah benar-benar hadir dan berkomitmen secara utuh dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, atau bahkan semakin berjarak?

Karena imbas Inpres tersebut, yang sampai pada KND tentu memengaruhi kerja-kerja monitoring, evaluasi serta advokasi terkait pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Padahal keadilan bisa tercapai ketika penyandang disabilitas tidak lagi mendapatkan diskriminasi.

KUPI memperkenalkan tiga pendekatan untuk mengeluarkan fatwa yang memiliki tujuan dalam membentuk perepektif yang inklusif, yaitu ma’ruf, mubadalah, dan keadilan hakiki. Pendekatan ma’ruf adalah prinsip kebaikan dalam relasi sosial. Lalu pendekatan mubadalah yang berarti prinsip kesalingan.

Prinsip ini melihat bahwa setiap individu, baik yang disabilitas maupun non-disabilitas sebagai manusia utuh dan subjek penuh. Yang terakhir adalah pendekatan keadilan hakiki bagi penyandang disabilitas. Pendekatan ini memantik kita untuk menyadari bahwa perbedaan tidak seharusnya menjadi penghalang.

Pemerintah sebagai pihak yang memiliki privilese, sudah selayaknya mengadopsi trilogi KUPI dalam menyusun kebijakan agar berpihak terhadap penyandang disabilitas. Sehingga kebijakan tersebut menjadi manifestasi penghormatan, pelindung, dan pemenuhan hak-hak disabilitas. []

Tags: Efisiensi AnggaranHak-hak DisabilitaskebijakanKomisi Nasional DisabilitasNegarapemerintahPenyandang DisabilitasTrilogi Fatwa KUPI
Sofia Ainun Nafis

Sofia Ainun Nafis

Terkait Posts

Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID